Demi mendapatkan biaya operasi sang ayah yang mengidap penyakit jantung, Nabila Kanaya terpaksa menikah dengan Sean Ibrahim, lelaki yang tak lain adalah suami dari sahabatnya.
Sandra Milea, seorang model terkenal yang
namanya sedang naik daun di dunia entertainment, terpaksa meminta sahabatnya untuk menikah dengan suami tercintanya demi mendapatkan seorang anak yang sudah lama didambakan oleh Sean dan juga mertuanya. Bukan karena Sandra tidak bisa mempunyai anak, tetapi, Sandra hanya belum siap kehilangan karirnya di dunia model jika dirinya tiba-tiba hamil dan melahirkan seorang anak.
Lalu, bagaimana nasib pernikahan Kanaya dengan suami sahabatnya itu? Akankah Kanaya menderita karena menikah tanpa cinta dan menjadi istri rahasia dari suami sahabatnya? Ataukah Kanaya justru bahagia saat mengetahui kalau suami dari sahabatnya itu ternyata adalah seseorang yang dulu pernah singgah di hatinya?
Yuk, ikutin kisah mereka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nazwa talita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 34 KESAL
Tiba di Surabaya, Sean langsung menghubungi kedua istrinya kalau dirinya sudah sampai di sana. Pria itu langsung ke kantor untuk membereskan semua masalah yang terjadi di sana.
"Ini data laporan keuangan terakhir perusahaan, Pak." Seorang wanita cantik dengan penampilan yang sangat menarik memberikan beberapa berkas perusahaan.
Perempuan cantik itu bernama Sheila, sekretaris perusahaan yang dipercaya oleh Tuan Ibrahim, papanya Sean.
Sean memeriksa berkas-berkas itu secara teliti.
"Kamu boleh pergi. Aku akan memanggilmu saat aku membutuhkanmu nanti," ucap Sean tanpa melirik sama sekali pada Sheila yang terlihat sedikit kesal karena niatnya ingin menarik perhatian Sean gagal total.
Sean menarik napas panjang, kemudian menghembuskannya secara perlahan.
Kenapa papa mempercayakan perusahaan pada orang-orang seperti dia?
***
Sandra meraih ponselnya. Semenjak Sean mengabarinya tadi siang, Sandra belum sempat menghubunginya karena jadwal pemotretan sangat padat. Model cantik itu baru saja beristirahat.
"Halo, Sayang ...." Suara Sean terdengar di ujung sana. Sandra tersenyum meskipun Sean tidak melihatnya.
"Halo juga, Sayang. Apa kamu sedang sibuk?" ucap Sandra. Bibirnya mengulas senyum saat wajah tampan Sean terlihat jelas pada layar ponselnya. Sandra telah mengganti panggilan teleponnya dengan panggilan video.
"Aku baru saja selesai memeriksa data-data perusahaan." Sean memperlihatkan berkas-berkas di tangannya sambil tersenyum.
"Kamu sudah makan?" Pertanyaan favorit Sandra setiap kali berbicara dengan Sean.
"Sudah, Sayang ... aku baru saja selesai makan. Kamu sendiri?"
Sandra memperlihatkan kotak berisi salad yang kini ada di hadapannya. Membuat Sean tersenyum.
"Setiap hari kamu hanya makan salad dan buah. Apa kamu tidak bosan?" Sean sengaja menggoda Sandra. Pria itu sangat tahu kalau sang istri menahan mati-matian selera makannya agar dia bisa tetap mempunyai tubuh ideal yang menjadi asetnya sebagai seorang model.
"Jangan mengejekku. Kamu sangat tahu bukan, kalau aku mati-matian menahan keinginanku untuk memakan makanan lain." Bibir Sandra mengerucut, membuat Sean tertawa di seberang sana.
Wajah tampannya terlihat semakin tampan dengan senyum yang jarang sekali dia perlihatkan di depan orang lain.
"Aku merindukanmu." Sean tersenyum mendengar ucapan istri pertamanya itu.
"Kita bahkan belum genap sehari berpisah, Sayang ...."
"Memang benar. Tapi aku benar-benar merindukanmu." Bibir Sandra mengerucut. Tangannya meraih kotak makanan berisi salad.
"Aku usahakan menyelesaikan pekerjaanku dengan cepat agar aku bisa segera menemuimu," ucap Sean akhirnya.
"Bener ya?"
"Iya, Sayang ...."
"Minggu depan aku akan menyusulmu ke sana." Wajah cantik Sandra berbinar.
"Benarkah?"
Sandra mengangguk sebagai jawaban karena mulutnya penuh dengan makanan.
"Minggu depan aku ada kerjaan di sana. Nanti setelah pekerjaanku selesai, aku mampir ke kantor kamu," jelas Sandra membuat pria di seberang sana itu tersenyum.
"Aku akan menunggumu datang." Sean tertawa menatap wajah cantik Sandra.
"Sayang ... aku akan kembali bekerja. Nanti aku akan meneleponmu lagi," ucap Sandra saat Maya memanggilnya.
"Sampai nanti." Sean tersenyum.
"I love u." Sandra menempelkan bibirnya pada layar ponsel membuat Sean tertawa. Namun, tak urung, lelaki dingin itu pun membalas kekonyolan Sandra dengan sama-sama menempelkan bibirnya.
"Aku juga mencintaimu, Sayang ...," ucap Sean sebelum menutup panggilan teleponnya.
Pria itu kemudian menghela napas panjang, sebelum akhirnya kembali melanjutkan pekerjaannya.
Baru saja Sean ingin mulai bekerja, bayangan wajah cantik Kanaya terlintas di kepalanya.
Kenapa dia tidak menghubungiku sama sekali? Apa dia tidak merindukan aku?
Sean mengecek ponselnya. Mencari nama perempuan yang sudah beberapa hari ini mengganggu tidurnya.
"Dia bahkan tidak menanyakan kabar aku sama sekali," batin Sean. Mendadak ia merasa kesal karena Kanaya tidak menghubunginya sama sekali.
Saat baru sampai di Surabaya, Sean langsung menelepon perempuan itu, mengabari Kanaya kalau dirinya sudah sampai dengan selamat.
Namun, sampai saat ini perempuan yang sudah menjadi istri keduanya itu tidak mengabarinya sama sekali.
Benar-benar menyebalkan! Apa dia tidak ingat kalau aku ini suaminya?
Sean mematikan ponselnya. Pria itu merasa kesal karena seseorang yang diharapkan akan menghubunginya ternyata tidak menghubungi sama sekali.
Sean kembali fokus dengan pekerjaannya. Pria itu mencoba menghilangkan bayangan Kanaya dari kepalanya.
Sementara itu, di rumah Kanaya. Perempuan berambut panjang bergelombang itu kini sedang berbaring di atas ranjang yang sudah lebih dari seminggu ini tidak ditidurinya.
Pandangannya menerawang, menatap langit-langit kamar. Kanaya menarik napas panjang, kemudian menghembuskannya secara perlahan.
Baru saja sehari, dia sudah melupakan aku. Bagaimana dengan sebulan sampai dua bulan mendatang?
Kanaya memejamkan mata. Tangannya bergerak meraih ponsel di atas nakas. Kembali memeriksa benda pipih itu dan berselancar di aplikasi hijau.
Kanaya berdecak kesal saat mengetahui kalau laki-laki yang menjadi suaminya itu tidak menghubunginya sama sekali.
Kenapa aku harus kesal? Bukankah ini justru bagus buat aku? Selama sebulan mendatang, aku tidak akan bertemu dengannya. Itu berarti, aku tidak perlu melayaninya di atas ranjang.
BERSAMBUNG ....