Dalam Sekuel kedua mengisahkan tentang lika-liku kehidupan Khaira Althafunnisa putri Hani dan Faiq dalam menemukan cinta sejati. Khaira telah menetapkan hatinya pada Abbas, seorang lelaki sederhana yang telah menggenggam hatinya sejak awal. Dengan kepergian Abbas meyakinkan Khaira bahwa mereka akan sehidup sesurga, hingga ia menutup hatinya untuk siapa pun yang mencoba mendekati dan meminangnya. Alexsander Ivandra seorang Ceo New Star Corp., tidak percaya yang namanya cinta sejati. Setelah diselingkuhi Sandra, kekasihnya yang seorang artis juga model termahal yang merupakan artis dibawah naungan manajemen artis miliknya, sulit bagi Ivan untuk mempercayai seorang wanita, hingga akhirnya pertemuan pertama hingga kesekian kali dengan Khaira membuat Ivan merasakan ada yang berbeda. Mampukah Ivan menaklukkan hati Khaira yang terlanjur membeku untuk memulai hubungan baru dengan seorang pria. Bagaimana cara Ivan untuk membuktikan bahwa perasaannya benar-benar tulus, bukan sekedar cinta biasa
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Leny Fairuz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32
Faiq membaca beberapa berkas di atas meja kerjanya. Besok ia akan mulai cuti untuk mempersiapkan diri menjelang pernikahannya yang dilaksanakan hari Jum’at lusa. Sementara waktu pengabdiannya masih sekitar dua bulan lagi sebagai staf ASN di pengadilan Agama ini.
Sudah seminggu ia tidak bertemu Hani. Marisa melarangnya untuk bertemu pujaan hatinya. Terkadang Faiq merasa kesal, tapi mau bagaimana lagi. Ia terpaksa harus mengikuti tradisi yang telah terbiasa dilakukan orangtuanya.
“Assalamu’alaikum…” Rudi mengetuk pintu dan sudah berdiri di depan ruangan Faiq.
“Wa’alaikummussalam…” Faiq meletakkan berkas ditangannya melihat Rudi yang kini duduk di hadapannya.
“Wah, yang udah mau nikah…” Rudi tersenyum melihat wajah Faiq yang tampak segar dari biasa. “Aku turut bahagia karena keinginanmu hampir menjadi kenyataan.”
“Terimakasih, Rud.” Faiq menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi. Ia memang tak bisa menyembunyikan perasaannya terhadap Rudi. “Kau tau, Rud. Suami Rara ingin rujuk karena istri mudanya tidak bisa hamil lagi.”
“Astagfirullahadjim…” Rudi terkejut mendengarnya. “Lantas bagaimana menurutmu? Apa kamu akan menyerah?”
“Semuanya ku serahkan kepada Allah. Dia yang telah mengatur semuanya. Kita hanya mengikuti alur yang telah pilihkan Allah untuk kita.”
“Bagaimana dengan bundanya anak-anak?”
“Aku percaya padanya. Dia wanita yang hebat.” Ujar Faiq.
“Assalamu’alaikum …” Beberapa rekan sekantornya mulai masuk bersamaan ke ruangan Faiq yang tidak terlalu besar.
“Wah yang mau nikah…” Darwin menyalami Faiq, “Semoga dilancarkan Allah hingga ijab qabul.”
“Aamiin ya Rabbal’alaamiin….Terima kasih, bro.” Faiq menepuk bahu Darwin dengan senyum sumringahnya.
Anggi yang masuk belakangan juga turut mengucapkan selamat. “Akhirnya Ustadz kita ketemu jodoh. Bakal ada yang patah hati ini…”
“Candamu kelewatan.” Hesti mencubit lengan Anggi karena tidak suka mendengar perkataan Anggi. Walaupun apa yang dikatakan Hesti memang sesuai dengan kenyataan yang ia alami. Ia tak bisa menutupi kesedihan yang kini menimpanya.
“Semoga kamu segera mendapatkan jodoh yang lebih baik dari saya.” Ujar Faiq pada Hesti yang menatapnya dengan raut sendu.
“Aamiin…” yang lain kompak menjawab.
“Lantas apa rencanamu begitu keluar dari kantor ini?” Darwin menatap Faiq yang mulai membereskan tumpukan berkas yang tercecer di atas meja kerjanya.
“Aku akan menggantikan posisi ayah di perusahaan.” Faiq menatap keluar jendela sambil menghela nafas. “Karena aku sudah berjanji, jika menikah semua keinginan ayah akan kupenuhi.”
“Wah, mantap itu. Boleh dong, aku ambil kredit supercar?”
“Ingat, bro. Gajimu berapa, belagu mau pake supercar…” Anggi memperolok Darwin yang memasang mimik serius.
Rudi dan Faiq tertawa melihat tingkah rekan kerjanya yang nanti bakal ia rindukan saat tidak lagi bekerja bersama mereka. Faiq sudah menganggap mereka saudara, karena keseharian dan kebersamaan yang telah ia lalui bersama dalam 7 tahun berkarier sebagai ASN. Ia tak menyangka waktu 7 tahun yang ia lalui tanpa pernah membayangkan akan bertemu jodoh dan menikah. Tapi pertemuan pertama dengan Hani membuat ia mulai membayangkan kehidupan berumah tangga untuk menyempurnakan ibadahnya di sisi Allah. Dan ia sangat bersyukur, karena mulai besok fase itu akan mulai ia arungi.
“Lancarkanlah urusan hamba-Mu ya Allah…” doa Faiq dalam hati begitu rekan-rekannya sudah keluar dari dalam ruangannya. Ia pun bergegas menuju mushola untuk melaksanakan salat Zuhur karena waktunya sudah sampai.
Adi termangu di ruang kerjanya. Jam dinding berdentang dengan nyaring sebanyak 12 kali di tengah keheningan malam. Ia memandang foto yang barusan ia keluarkan dari laci meja kerja. Tatapan sedih tergambar di wajah Adi saat membuka 5 lembar foto berukuran A4. Senyum manis terpancar di wajah Hani saat menggendong si mungil. Foto Hani bersama si kembar yang sedang belajar berjalan juga ada di sana. Adi tidak tau kapan foto-foto itu diambil.
Kesibukan benar-benar merenggutnya dari keluarga kecil yang baru terbina. Obsesinya akan kemajuan perusahaan telah menjauhkan ia dari keluarga kecilnya. Air mata tanpa terasa menetes di wajah tampannya. Ia tak sanggup melihat keakraban yang terjadi antara darah dagingnya dengan laki-laki asing yang sebentar lagi akan menjadi ayah sambung mereka.
Adi melihat undangan pernikahan yang siang tadi disampaikan Johan padanya. Matanya nanar membaca nama yang tertera di kertas undangan yang berwarna putih gading. Dua hari lagi pernikahan mantan istrinya dengan Faiq, seorang lelaki yang usianya lebih muda darinya 5 tahun dan tak lain adalah putra pengusaha ternama yang merupakan salah satu kliennya di perusahaan.
“Kamu belum tidur, nak?” suara lembut Linda menghentikan lamunan Adi.
“Mama sendiri kenapa belum tidur?” Adi memandang wajah Linda yang tampak pucat tak bersemangat.
Linda menatap wajah anaknya dengan lekat. Ia sadar kesedihan yang dialami Adi akibat perbuatannya di masa lalu. “Maafkan mama, atas segala kesalahan yang mama perbuat.” Ia berkata lirih nyaris tak terdengar.
“Mama tidak usah menyalahkan diri sendiri. Ini semua kesalahanku. Sebagai seorang kepala rumah tangga dan seorang ayah, aku tidak pernah meluangkan waktu untuk anak-anakku.” Adi berusaha menghibur mamanya.
“Mama merindukan cucu-cucu mama…” Air mata Linda sudah tidak terbendung. Ia menangis tersedu-sedu sambil menepuk dadanya yang terasa nyeri, “Mama sedih, tidak bisa memeluk dan mencium cucu-cucuku sendiri, sementara orang lain bebas memeluk dan menciumnya. Bahkan mereka tidak mengenaliku…” Linda mengungkapkan kesedihan yang selama ini berusaha ia simpan sendiri. Tapi kali ini, ia tidak mampu menahan perasaannya. Rindunya sudah terlalu berat. Ia tak sekuat Dilan yang mampu menahan rindu.
Adi terpaku mendengar ungkapan isi hati Linda. Bukankah ibunya tidak pernah mengakui anak-anaknya yang terlahir dari rahim Hani. Apakah karena Helen yang tidak akan bisa memberinya cucu, sehingga akhirnya ia mengakui si kembar dan Hasya sebagai cucu-cucunya.
“Mama cemburu melihat Marisa begitu dekat dengan si kembar dan si kecil. Mereka sangat manja dengan Marisa, tetapi mereka tidak mempedulikan keberadaan mama di sana…” suara Linda masih terisak-isak dalam tangisnya.
Hati Adi merasa terenyuh mendengar curahan hati Linda. Ia memeluk mamanya dengan erat. “Aku akan berusaha memperjuangkan mereka kembali ke rumah ini.”
“Apa kau akan rujuk dengan Hani?” Linda menatap Adi tak percaya. “Bagaimana dengan Helen, apa kau akan menceraikannya?”
Adi menganggukkan kepala, “Sekarang aku akan fokus untuk memperjuangkan anak-anakku, apapun yang terjadi. Masalah Helen, dia tidak akan bisa melarangku melakukan keinginanku. Karena aku mengetahui kebohongannya.”
Linda menatap Adi tak mengerti, “Apa maksudmu?”
“Sebelum menikah denganku, dia sudah pernah melakukan aborsi sebanyak 2 kali di masa lalu. Sehingga itu berdampak pada rahimnya.”
Linda menggeleng-gelengkan kepala tak percaya mendengar fakta tentang menantu kesayangannya, sehingga ia tega memfitnah dan membantu Helen untuk memuluskan rencana mereka memisahkan Adi dan Hani beserta ketiga anaknya.
“Allah telah menghukum segala perbuatan mama.” Linda berkata dengan penuh penyesalan. “Apakah Hani mau memaafkan segala kesalahan yang telah mama perbuat?”
“Lusa mereka akan menikah.” Adi mengulurkan undangan yang ada di tangannya kepada Linda.
Linda terkejut, “Secepat itu? Apa kamu tidak bisa mencegah pernikahan mereka?”
“Aku tidak tau, mama.” Adi menghela nafas berat, “Sudah beberapa kali aku mencoba mengajak Hani berbicara. Tapi dia telah menutup akses untuk berkomunikasi denganku.”
“Mama hanya menginginkan hak asuh untuk darah dagingmu. Biarkan Helen yang merawat mereka.”
Adi menatap Linda tak percaya mendengar kata-katanya barusan. Ia masih mengharapkan Helen merawat anak-anaknya. Sementara yang ia tau, selama ini Helen selalu memojokkan Hani. Bagaimana mungkin Helen mau menjadi ibu sambung bagi buah hatinya. Ia terdiam tak menanggapi perkataan Linda.
Terkadang Adi tak mengerti dengan jalan pikiran mamanya. Ia menyadari dari pertama ia menikah dengan Hani, Linda selalu menentangnya. Ia tidak mau memiliki menantu dari kalangan biasa, karena ia gengsi dengan rekan sosialitanya yang memiliki menantu dari kalangan pengusaha maupun pejabat. Sehingga Adi selalu mengenyampingkan perasaannya terhadap Hani karena tidak ada dukungan dari Linda.
“Ya Allah… apa yang harus kulakukan?” Adi mengusap kepalanya dengan kasar, berusaha menghilangkan rasa nyeri yang tiba-tiba menderanya. Bayangan Hani dan ketiga buah hatinya kembali bermain di pelupuk matanya. Adi hanya bisa melamun untuk kebahagiaan yang entah kapan akan kembali menghampirinya.
❤❤❤❤
almarhum Adi, Tariq ,Hani ,pastinya bahagia
❤❤❤❤