NovelToon NovelToon
Cinta Yang Terbelenggu MAHKOTA

Cinta Yang Terbelenggu MAHKOTA

Status: sedang berlangsung
Genre:Identitas Tersembunyi / Cinta Beda Dunia / Romansa Fantasi / Action / Diam-Diam Cinta / Cinta Istana/Kuno
Popularitas:802
Nilai: 5
Nama Author: `AzizahNur`

Kerajaan itu berdiri di atas darah, dusta, dan pengkhianatan.

Putri Mahkota yang logis dan penuh tanggung jawab mulai goyah ketika seorang tabib misterius menyingkap hatinya dan takdir kelam yang ia sembunyikan.

Putri Kedua haus akan kekuasaan, menjadikan cinta sebagai permainan berbahaya dengan seorang pria yang ternyata jauh lebih kuat daripada yang ia kira.

Putri Ketiga, yang bisa membaca hati orang lain, menemukan dirinya terjerat dalam cinta gelap dengan pembunuh bayaran yang identitasnya bisa mengguncang seluruh takhta.

Tiga hati perempuan muda… satu kerajaan di ambang kehancuran. Saat cinta berubah menjadi senjata, siapa yang akan bertahan, dan siapa yang akan hancur?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon `AzizahNur`, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 33 : Keluhannya Adalah Kenyataan

Hari berjalan semakin siang, terik matahari sudah menyinari seluruh hutan. Burung-burung mulai berterbangan diatas langit bersama angin lembut yang membuat suasana di hutan itu tidak terlalu panas. Keheningan di hutan juga di penuhi suara langkah kaki dan suara nafas seseorang yang berjalan bersama.

Yvaine berdiri di samping Elara dan menuntunnya untuk berjalan bersama. Kaki Elara yang terluka sudah tidak terlalu sakit saat di buat berjalan, namun rasanya tetap meninggalkan nyeri jika dia salah melangkah. Sementara Lyanna menggendong adik Elara di dalam pelukannya. Dia masih tertidur nyenyak hingga Lyanna tersenyum beberapa kali saat memandangi anak kecil itu.

“Nona, apa tidak masalah jika kalian datang ke desaku? Bukankah itu akan menghambat perjalanan kalian?” ucap Elara dengan tidak enak.

Yvaine melirik sekilas. “Tidak, perjalanan kami juga tidak terlalu panjang. Kami bisa menjeda waktu sejenak untuk melihat apa yang terjadi dengan desamu.”

“Kami juga memiliki seorang tabib.” Yvaine menunjuk ke arah Lysander. “Mungkin...dia bisa membantu sedikit masalah di desamu.”

Elara menunduk. “Terima kasih nona...kalian sangat bermurah hati untuk seseorang yang baru mengenal orang asing.”

“Apa maksudmu?” Lyanna melirik curiga.

Elara terdiam sejenak. “Tidak nona, aku minta maaf...”

“Katakan apa yang membuatku tidak nyaman. Jika kita tidak bisa menebus ketidaknyamanan itu, setidaknya kamu tahu dan berusaha untuk membuatmu tidak terlalu memikirkannya.” Ucap Lyanna.

Elara tertegun dan menoleh ke arah Lyanna. Terkejut bagaimana gadis itu berbicara seolah dia bisa mengetahui sesuatu yang mengganjal di hati.

“Tidak perlu takut, dia...memiliki insting yang kuat dibandingkan orang lain. Jadi dia bisa merasakannya.” Yvaine berusaha menenangkan.

Elara menunduk, dia terlihat ragu namun akhirnya berbicara.

“Aku sebenarnya penasaran...apa yang sebenarnya keluarga istana lakukan. Kenapa kamu sebagai rakyat kecil dengan masalah begitu besar tidak pernah di lihat...bahkan terselesaikan pun tidak.”

Ketiga gadis itu terdiam dan saling memandang. Sementara Veyra yang berdiri berjarak dengan Elara hanya terdiam dan menatapnya dengan tajam.

“kenapa...mereka hanya datang untuk membuat janji, tapi tidak pernah menempati janji itu setelah menumbuhkan rasa harapan di setiap orang.”

Yvaine memalingkan wajahnya ke arah lain. “Mungkin...mereka sudah melakukannya atau memang ada masalah di sana sampai mereka terlihat tidak melakukannya.”

“Mereka memang tidak melakukannya, nona...” bantah Elara. “Mereka suka bermulut manis saat di hadapan rakyat kecil seperti kami...namun, saat kami dalam masalah...mereka hilang entah ke mana.”

Ketiga putri itu hanya terdiam saat mendengarnya. Bahkan helaan nafas mereka terlihat bersamaan saat mereka tidak menyangkal apa yang Elara keluhkan adalah kenyataan. Namun...seandainya mereka tahu ini lebih awal, mungkin dan turun ke lapangan...mungkin mereka membantu.

Tapi tetap saja... keputusan ayah atau keputusan para menteri selalu berbanding terbalik dengan mereka yang suka bekerja langsung tanpa menyuruh orang lain.

Tak lama di perjalanan, mereka akhirnya sampai di sebuah gerbang kecil dengan beberapa bangunan rumah yang terbuat dari kayu atau bambu berjejer rapi di dalam sana. Hening yang terlihat mencekam tanpa suara bahkan kehidupan membuat desa itu terlihat seperti desa yang di tinggalkan.

“Ke mana semua orang pergi?” Yvaine menoleh.

Elara menunjuk ke arah salah satu bangunan yang besar di tengah desa. “Di sana, beberapa orang yang tidak tertular cukup parah berkumpul di bangunan itu. Menyiapkan makanan bahkan obat-obatan yang mereka bisa lakukan untuk menyembuhkan yang lain.”

“Lalu, di mana semua orang yang tertular parah?”

Elara terdiam sejenak. “Mereka semua...ada di rumah masing-masing. Tidak diizinkan untuk keluar dan jika ingin makan atau minum. Kami hanya mengantarnya sampai di depan pintu kamarnya. Tidak ada yang benar-benar berani berinteraksi antar satu sama lain sekarang.”

“Bisakah nona Elara mengantar kami ke sana? Aku ingin melihat seperti apa efek dari penyakit itu terhadap orang yang tertular ringan ataupun parah.” Ucap Lysander dengan tenang.

Elara tertegun. “Tapi...aku tidak pernah diizinkan untuk menemui mereka secara langsung. Jika tuan ingin mengetahuinya, mungkin aku bisa mengantarnya ke bangunan itu untuk bertanya dengan seseorang yang masih mendapatkan izin untuk berinteraksi.”

“Baiklah, tidak masalah...” Lysander mengangguk.

Elara mengajak Yvaine, Lysander, Lyanna, Arion dan Veyra pergi ke bangunan di bagian tengah desa. Sesampainya di sana, mereka semua langsung tertegun saat melihat sekumpulan orang duduk bersandar dengan jarak yang cukup jauh di dalam ruangan itu.

Disisi mereka terlihat ada lingkaran batas di mana seseorang tidak boleh melebihi batas itu saat berinteraksi dengan mereka.

Alis Lysander mengerut. Matanya langsung menyipit saat melihat tubuh kurus kering dari sekumpulan orang-orang itu. Mata mereka membengkak dan memerah. Beberapa bagian tubuhnya memar. Tubuh yang lemas dan nafas yang berat membuat Lysander berhenti di tempatnya.

“Lysander, ada apa?” Yvaine menoleh ke arahnya.

Lysander hanya terdiam dan melirik ke arah Elara. “Apa sebelum mereka seperti ini, mereka pernah mengatakan nafsu makan mereka menghilang?”

“Y-ya..benar, bagaimana kau bisa tahu tuan?” Elara membenarkannya. “Mereka juga mengatakan saat nafsu makan mereka hilang, rasanya mereka ingin bekerja lebih ekstra hingga...tubuh itu kehilangan tenaga karena dipaksa bekerja tanpa asupan makanan.”

Lysander mengangguk. “Sepertinya aku tahu, apa penyakit ini...”

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!