Emily tak menyangka bahwa dia masuk ke sebuah novel yang alurnya membuatnya harus menikah dengan seorang miliarder kaya.
Pernikahan absurd itu malah sangat menguntungkannya karna dia hanya perlu berdiam diri dan menerima gelar nyonya serta banyak harta lainnya.
Namun sayangnya, dalam cerita tersebut dia akan mati muda!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aplolyn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
《Chapter 33》
Suasana kantor pagi ini agak berbeda, Emily merasakan tatapan aneh dari seluruh karyawan saat ia berjalan memasuki kantor, bahkan mereka berbisik-bisik di depannya, membuat Emily penasaran apa ada yang salah dengannya.
Segera ia masuk ke ruang loker dan melihat wajahnya.
"Tidak ada jerawat, wajahku masih cantik kok," ucap Emily lalu terkaget karna Grace menepuk pundaknya.
"Eh, kaget banget sih, padahal gak niat ngagetin," Grace menyimpan tas lalu berganti pakaian, begitu juga dengan Emily.
"Grace," Panggil Emily, sepertinya ia harus bertanya pada temannya itu, biasanya ia sangat update dengan gosip di kantor.
"Hmm?," Grace menatap Emily, menunggu perkataannya.
"Kenapa karyawan ngeliatin aku sambil bisik-bisik tidak jelas ya?," tanya Emily.
Grace menyisir rambut lalu menjawab, "Itu karna foto mu dengan Pak Albert yang tersebar di grup karyawan.
"Hah? Grup yang mana? Kok aku tidak lihat?," Emily membuka hp, berusaha mencari foto itu.
"Bukan di grup tim office boy/girl tapi di grup khusus karyawan inti, aku mendapat informasi kemarin malam dari Caroline yang di bidang administrasi," jelas Grace.
"Coba ku lihat fotonya"
Grace memberikan hp padanya, disana ada foto waktu mereka baru akan masuk ke bioskop, Albert saat itu menarik tangannya.
"Oh, yang ini," Emily mengembalikannya, ia kira foto saat Albert menciumnya di dalam mobil, jika tersebar yang itu maka bisa tamat riwayatnya sekarang.
"Santai amat sih," ucap Grace melihat ekspresi datar darinya.
"Ya trus mau gimana, lagian aku cuma nemenin Pak Albert nonton aja, gak ada yang lain," jelas Emily dan keluar duluan dari sana.
Grace menggelengkan kepala, ia bisa mencium sesuatu yang tidak beres dari temannya itu.
Waktu kerja sudah di mulai, Emily tidak melihat Pak Albert, berarti memang betul pria itu tidak datang ke kantor.
Saat ia masuk ke toilet ada kaki yang menghalanginya, membuat ia terjatuh, sontak matanya mengadah ke atas, melihat seorang karyawan wanita berdiri di sana.
"Ups, maaf.. aku gak sengaja," ucapnya, Emily bisa membaca name tag yang ia pakai, namanya Felicia.
Wanita di depannya memiliki wajah Asia sama dengannya, hanya saja warna matanya abu-abu terang, mungkin salah satu orang tuanya bukan dari Asia.
"Tidak papa," ucap Emily lalu melewatinya, ia hendak membersihkan kaca.
"Apa benar kau menjual dirimu pada CEO baru kita?," Emily kaget mendengar pertanyaan wanita itu, sangat kasar sekali.
"Tidak," jawabnya singkat.
"Bagus, karna aku yang akan menikah dengannya, jadi kau harus tau diri, cuma seorang office girl tapi banyak tingkah"
Felicia pergi dari sana.
Emily tidak peduli, ia sudah tidak ada hubungan dengan Albert, terserah wanita itu jika ingin mendekatinya.
"Eh, rupanya kau sudah duluan kemari Emily, mari ku bantu," Grace datang mencairkan suasana, gadis itu mempunyai membuat mood Emily naik lagi, cerita konyolnya memang aneh.
Hari itu Emily merasa bahwa semua akan berjalan dengan baik, tapi kenyataannya Albert datang beberapa jam sebelum waktu pulang.
Ia masuk ke dalam ruangan dan sibuk dengan berkasnya, membuat Emily percaya bahwa ia datang karna pekerjaan.
"Suruh Emily buatkan kopi untukku," ucap Albert di telpon yang secara khusus menghubungkan kantornya dengan kantor sekretaris.
Emily buru-buru membuat kopi karna ia harus pergi membeli camilan sore bagi karyawan, biasanya mereka memang menyuruh office boy atau girl secara bergiliran, dan hari ini waktunya Emily.
Ia masuk begitu selesai mengetuk pintu dan langsung menaruh gelas di meja Albert, mungkin karna bertindak cepat, jadi kopinya sedikit jatuh di atas meja dan membasahi sedikit kertas yang Albert sedang baca.
"Eh, maaf maaf, aku tidak sengaja," ucapnya dengan gugup.
Albert memegang pelipisnya dan berteriak, "KELUAR!"
Kali ini suaranya terdengar hingga luar ruangan, membuat sebagian karyawan dapat mendengarnya.
Sekretarisnya juga berlari masuk ke dalam, melihat kesalahan yang Emily buat, ia memberi lirikan agar Emily keluar dari sana, bagaimanapun sekretaris sudah mengenal Emily namun ia sengaja tidak berbicara lebih pada Emily.
"Biar saya bersihkan," Sekretaris mengambil lap dan membersihkan meja, ia tidak mau Emily mendapat marah, karna hari ini Albert mendapat berita tidak bagus yang mengakibatkan ia tidak bisa mengontrol emosinya.
"Panggil Emily masuk lagi, saya belum selesai dengannya," perintah Albert padanya.
"Tapi Tuan.."
"Cepat!"
Sekretaris keluar mencari Emily, namun ia sudah tidak ada di kantor, ia hanya mendapati Grace yang sedang membersihkan pantry
"Dimana Emily?," tanya Sekretaris.
"Oh, ia sedang membeli cemilan untuk karyawan," jelas Grace.
"Hah? Apa itu masuk dalam pekerjaan kalian?," tanya Sekretaris membuat Grace gugup, dengan suara agak gemetar ia menjelaskan kalau mereka biasa bergantian membeli cemilan sore bagi para karyawan.
"Dengan uang siapa kalian membelinya?," tanya Sekretaris.
"Uang karyawan, mereka menitipkan uang lalu kami tinggal membelinya," Jawaban Grace membuat Sekretaris agak tenang, karna kalau memakai uang mereka, bisa jadi Albert akan memotong semua gaji karyawan inti.
Ia kembali ke ruangan Albert dan mengatakan bahwa Emily masih melakukan tugas juga menjelaskan seperti yang Grace sampaikan padanya.
Albert duduk dengan diam, menyuruhnya keluar dari sana.
'Sepertinya ia sudah agak tenang' pikir Sekretaris dan kembali ke ruangannya.
Tangan Emily di penuhi belanjaan, ia memberikan pesanan para karyawan lalu kembali ke lokernya, menunggu waktu pulang sambil bertukar cerita dengan Grace.
Mereka juga makan cemilan yang Emily beli tadi.
"Haha, lucu sekali, akhirnya Robert bisa berkata selayaknya anak kecil.." ucap Grace mendengar cerita Emily tentang anak itu.
Ia sudah sering bercerita bagaimana anaknya yang memiliki pemikiran dewasa, semua dilakukan dengan mandiri, sehingga Grace merasa gemas mendengar Robert menyuruh Emily membawa bawang agar menangkal setan.
"Lagian, mana ada setan zaman sekarang, haha" Emily juga ikut tertawa.
Rasa penat yang Emily rasakan hilang karna bercerita dengan Grace, ia jadi teringat dengan Renata, mungkin tokoh Emily di novel ini merindukan sahabatnya, ia tidak pernah menghubungi sahabatnya lagi karna takut Albert akan mengetahui keberadaannya.
Tapi mungkin saat pulang nanti ia akan mencoba menelpon Renata apabila nomernya masih aktif dan di pakai olehnya.
Ia ingin bercerita lagi dengannya.
"Hei, sudah waktunya pulang, Pak Albert mau kasih pengumuman," Felicia yang datang memanggil mereka disana.
"Besok sepulang kerja saya akan mentraktir kalian semua di restoran sebagai rasa syukur bahwa saya sudah menjadi pemimpin baru di sini, oh ya.. restoran mewah ya, semua boleh membawa pasangan dan juga memakai pakaian terbaik, jadi kalian bisa menyiapkannya dari malam ini, agar besok sepulang kerja bisa datang dengan tepat waktu"
Semua karyawan bertepuk tangan, Emily melongo mendengarnya, restoran mewah dengan membawa karyawan beserta pasangannya, betul-betul membuang uang.
"Oh, dan juga.." Albert berjalan mendekatinya, membuat Emily khawatir akan nasibnya selanjutnya karna tatapan para karyawan sudah mengarah padanya.
"Apakah Nona Emily mau datang sebagai pasangan saya?"
'Mati saja, tolong penulis bunuh saya sekarang!! '