Malam itu aku hanya bisa melihat suamiku pulang kembali ke rumah istri sahnya. Meski kecewa aku tidak marah, kami menikah siri enam tahun lalu saat aku bahkan belum lulus SMA. Demi karirnya suamiku rela menikah dengan anak pemilik rumah sakit tempatnya bekerja.
Kadang aku bertanya, kenapa aku yang istri pertama harus mengalah?
Enam tahun kami menikah, aku tidak dikaruniai seorang anak. Aku yang sebatang kara ini hanya bisa bergantung hidup pada suamiku. Lagi pula aku sangat mencintainya hingga rela di madu. Tapi, lambat laun hatiku terasa begitu hancur dan remuk, apalagi saat mengetahui kalau vitamin pemberian suamiku sebenarnya adalah obat KB agar aku tidak memiliki anak dengannya.
Aku melihat wanita itu, wajah cantik, kulit putih, dan pembawaan yang anggun. Siapa yang tidak menyukai wanita secantik ini??
Dari pakaian dan juga penampilannya sudah pasti dia adalah wanita kaya, mana mungkin aku yang hanyalah seorang satpam bisa menaruh hati padanya?
Tapi, wanita ini terlalu menarik perhatian, terlalu susah untuk tidak mengagumi kecantikannya, terlalu susah untuk tidak menyukainya. Siapakah yang akan memiliki wanita itu??
Hasrat ini harus disembunyikan, di tekan, jangan sampai membuatnya sadar, kalau aku menyukainya.
Bila mencintaimu adalah sebuah kesalahan, aku tak ingin menjadi benar. ~ Raksa
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Devy Meliana Sugianto, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kencan Malam Yang Mendebarkan
RAKSA: Kalau kau mau, aku bisa menjemputmu.
MIRA: Tapi ... sejak kejadian hari itu Mas Ardan memasang cctv di depan pintu apartemen. Jadi ...
RAKSA: Pergi tidak selalu harus lewat depan kan?
MIRA: Hah?
RAKSA: Cukup katakan iya, aku akan menjemputmu tanpa ketahuan.
Mira diam sejenak, dia masih bimbang, pasalnya ia pergi dengan lelaki lain sementara ia sendiri sudah bersuami.
RAKSA: Bagaimana?
Namun ada hasrat di dalam diri Mira yang tak bisa dibendung lagi. Hasrat untuk menikmati kebebasan di luar dinding menara Lyra.
MIRA: Baiklah, jam berapa kau akan datang?
RAKSA: Aku jemput jam enam malam, jangan keluar dari apartemenmu, Mira. Aku yang akan kesana.
RAKSA: Oh iya, satu lagi. Pakai celana panjang.
MIRA: Baiklah.
.
.
.
Pukul enam kurang lima, Mira sudah berdandan sangat cantik, Ia memakai celana panjang jean pensil ketat dan sweater lengan panjang warna maroon. Mira juga mengikat rambutnya naik ke atas ala ekor kuda.
Mira mondar mandir, ia benar-benar cemas menunggu kedatangan Raksa. Lagi pula bagaimana cara Raksa datang tanpa melalui pintu depan??
BRUK!!
Suara sesuatu jatuh dari atas membuat Mira berjengit kaget. Ia langsung menoleh ke arah kolam renang. Raksa sudah ada di sana, ia meloncat dari atas bersamaan dengan sebuah tali.
"Raksa??" Mira berlari, ia keluar ke arah balkon yang ada kolam renangnya.
Raksa tersenyum hangat, akhirnya ia bisa bertemu juga dengan pujaan hatinya.
"Bunga ... dan ... coklat," ucap Raksa dengan kaku, ia belum pernah memberikan hadiah pada seorang wanita. Adik adiknya nekat menyuruh Raksa membawa bunga dan juga coklat sebelum mengajak Mira pergi. It's manhood... begitulah kata Galih yang sudah punya pacar. Sudah pengalaman dia.
"Waaaw ... kau tidak perlu memberikan hadiah padaku." Mira menerima dengan malu malu. Meski pun menolak ia ternyata sangat menyukai hadiah sederhana yang di berikan oleh Raksa di bandingkan dengan barang barang branded pemberian Ardan.
"Bagaimana kau bisa masuk ke sini?? Bukankah tempat ini sangat tinggi??" Mira heran dengan cara masuk Raksa yang cukup ekstream.
"Ehm ... dengan tali dan sedikit keahlian." Raksa menggaruk kepalanya.
"Luar biasa, apa kau manusia super??" Mira benar benar tak menyangka Raksa bisa melewati gedung setinggi ini.
"Apa kau juga akan membawaku keluar lewat sana??" Mira menatap jeri ketinggian yang dia lihat di atas apartemennya.
"Bukan sesuatu yang sulit, kau mau mencobanya??" Raksa mengulurkan tangan.
Mira menatap tangan Raksa ragu, namun ia tetap mengulurkan tangannya ke arah Raksa. Mira benar benar ingin melihat dunia yang begitu luas dengan gebyarnya yang menakjubkan.
"Aku ganti sepatu dulu." Mira berlari masuk, ia hendak membuang high heelsnya, namun Raksa menahan Mira.
"Lepasin saja, aku yang bawa. Karena kau cantik dengan sepatu merah itu." Raksa memuji Mira yang memakai heels berwarna senada dengan tasnya.
"Serius?" Mira terkejut saat Raksa berjongkok dan melepaskan sepatunya. Raksa tersenyum, ia pun bergegas memanjat tali yang sudah memiliki sebuah simpul hingga ke atas ambalan dinding bangunan.
Mira menatap Raksa yang mendahuluinya dengan sedikit ngeri, namun di dalam hatinya dia sangat tidak sabar untuk ikut. Hatinya berdebar debar penuh kegirangan, ia tak bisa menunggu lagi untuk keluar dari sana.
"Pegang simpul talinya, Mira. Aku akan menarikmu." Raksa menggoyangkan talinya begitu tiba di atas.
"Kau yakin ini aman?"
"Seratus persen, lagi pula, kau bahkan berani naik ke atas pagar rooftop! Kenapa mendadak ciut hanya karena sebuah tali?" Raksa menggoda Mira.
"Kau benar!!" Mira tertawa dan lekas menyahut tali dan berpegangan erat. Bagi Raksa, gadis berbobot 45 kilo itu tidak ada artinya, dengan mudah ia menarik tubuh Mira naik.
"Huuaaaa ... menakutkan sekali." Mira melihat ke bawah, dari posisinya saat ini bahkan mobil pun tampak seperti mainan.
"Jangan lihat ke bawah, Mira! Lihat aku saja." Raksa menarik perhatian Mira agar gadis itu tidak gugup.
Mira mengangguk, ia menuruti ucapan Raksa dan fokus pada wajah tampan Raksa. Raksa tersenyum manis dengan memanpilkan gigi taringnya.
Tak lama, Mira sudah sampai di atas. Raksa menangkapnya, memeluk pinggang Mira. Keduanya lantas terkikih pelan, Mira pun terlihat begitu gembira karena ledakan adrenalin. Keluar pertama yang begitu mendebarkan.
"Kau takut?" tanya Raksa.
"Tidak." Mira bergeleng.
"Jangan pernah menoleh ke bawah. Fokus saja padaku, di ujung sana ada tangga darurat." Raksa mengajak Mira berdiri pelan pelan.
Mira mengerti, ia menarik napas panjang dan menjalankan istruksi Raksa. Jalan pelan pelan dan fokus saja pada aba aba Raksa. Angin dingin menerkam mereka di ketinggian ini. Tapi anehnya, Mira sama sekali tidak takut, ia mengenggan erat tangan Raksa hingga ke ujung dinding.
Raksa membantu Mira melompati pagar besi menuju ke tangga darurat di sisi apartemen. Raksa biasa menggunakan tangga darurat untuk pergi ke tempat tinggi dan menyendiri.
"Apa tidak di kunci??" Mira bertanya saat Raksa menurunkannya.
"Kau lupa siapa aku?" Raksa menunjukkan kartu pegawai miliknya pada Mira. Wanita itu tersenyum, pantas saja Raksa bisa keluar masuk tanpa ada yang menghalangi.
"Kita turun di lantai 15, lalu pakai lift menuju parkir motor." Raksa memasangkan kembali sepatu heels Mira ke kaki cantiknya. Mereka siap berpetualang.
"Kau benar benar sudah merencanakannya dengan matang." Mira terkikih.
"Kita kembali sebelum jam sembilan." Raksa menggandeng tangan Mira.
Raksa dan Mira masuk ke dalam lift, penuh sesak saat jam makan malam. Lagi lagi Mira terdorong oleh manusia dan sampai menyentuh tubuh Raksa. Di samping kiri Mira ada seorang pria yang ingin memanfaatkan situasi dengan pura pura tak sengaja menyentuh paha Mira, tapi tangan Raksa dengan cepat melindungi paha Mira dari pria itu.
Mata Raksa melotot galak seperti anjing buas yang terusik. Pria itu langsung merinding dan memalingkan wajah. Mira tak tahu apa yang terjadi, wajahnya menghangat saat tahu tangan Raksa melingkar erat pada pinggangnya seakan akan ingin memeluk Mira.
Ting!
Pintu lift terbuka, orang orang keluar begitu pula Raksa dan Mira. Mereka sudah tiba di parkiran motor. Raksa memberikan helm pada Mira.
"Siap berpetualan??" tanya Raksa. Mira tersenyum manis.
......................
keknya semua novel yg aku baca pada pake sabun batang 🤣