"Mas! Kamu tega!"
"Berisik! Gak Usah Bantah! Bersyukur Aku Kasih Kamu 10 Ribu sehari!"
"Oh Gitu! Kamu kasih Aku 10 Ribu sehari, tapi Rokok sama Buat Judi Online Bisa 200 Ribu! Gila Kamu Mas!"
"Plak!"
"Mas,"
"Makanya Jadi Istri Bersyukur! Jangan Banyak Nuntut!"
"BRAK!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tiara Pradana Putri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24
Anisa dengan perasaan curat marut, waspada namun pikirannya terus tertuju kepada Bambang yang dikabarkan sekarang sedang berads di Rumah Sakit tentu saja membuat Anisa sedikit kehilangan akal sehatnya.
Dengan memastikan segalanya dan akhirnya yakin mengikuti kedua pria bertubuh besar yang membawanya menemui Bambang, Anisa hanya bisa memasrahkan diri dan memohon perlindungan Sang Pencipta agar Ia baik-baik saja dan bisa segera bertemu dengan Bambang, Suaminya.
Sudah dua hari Bambang seakan ditelan Bumi. Sepanjang itu Nisa terus berdoa agar Suaminya baik-baik saja. Namu kabar mengejutkan datang, Bambang kini berads di Rumah Sakit.
Istri mana yang tak panik. Anisa kini berada dalam mobil drngan seorang driver dan dua orang pria yang tadi mendatanginya.
Suasana perjalanan terasa mencekam. Anisa meremas ujung lututnya. Mencari kekuatan dan perlindungan agar apa yang kini Ia lakukan tidak menjadi sebuah kesalahan.
Tujuannya hanya satu. Segera bertemu Bambang.
Perjalanan terasa lama, Anisa gusar. Ada ketakutan. Macam-macam isi kepala Nisa terbayang hal yang buruk mungkin saja bisa terjadi.
Kendaraan yang membawa Anisa, berhenti disebuah klinik.
"Turun." Suara datar dari salah seorang yang membawa Anisa, membuat Anisa sedikit gugup, namun rasa leganya sudah sampai dan harapan segera bertemu Bambang.
Anisa memperhatikan sekitar. Untuk kategori klinik, mengapa sepi sekali. Tak ada tanda-tanda orang berobat atau pasien yang menunggu atau apalah kegiatan yang biasa jika Kita sedang datang disebuah klinik.
Namun melihat ada beberapa petugas dengan pakaian khas Ners, hati Anisa sedikit melunak. Ia tepis rasa ketakutannya dan langkahnya Ia percepat mengikuti kedua pria berbadan tegap dan besar yang berjalan di depannya.
Pintu sebuah ruangan terbuka, terlihat kedua pria yang membawa Anisa memberikan tanda bahwa Anisa dipersilahkan masuk duluan.
"Mas," Anisa melihat Bambang Sang Suami sedang berbaring dibrangkar dan terlihat ada seorang wanita berseragam Ners sedang memeriksa kondisi Bambang.
"Nisa, Kamu disini," Lirih suara Bambang.
Wajah pucat, dengan rambut acak-acakan dan infus terpasang di tangan kanan Bambang sudah menjelaskan semuanya bagi Nisa.
Anisa segera melangkah cepat menuju Bambang, tanpa menghiraukan semua orang tang ada disana, Nisa memeluk Bambang. Menumpahkan segala ketakutannya, kekhawatirannya dan rasa cemas selama dua hari tak melihat Bambang. Semua menjadi satu padu terlebih dengan kondisi Bambang saat ini.
"Mas gapapa Sayang, Mas baik-baik saja." Bambang membalas pelukan Nisa. Di dalam hati kecilnya terasa tertusuk. Perih. Pembohong.
Sejujurnya ada perasaan bersalah dalam hati Bambang. Membohongi Nisa sedemikian rupa. Hingga akhirnya Ia terjerumus semakin dalam dalam kubangan lembah hitam bagai lingkaran setan yang tak bisa terurai.
Apalagi kini, dengan kondisi yang Bambang sendiri bagaimana bisa seluruh tubuhnya lemas tak berdaya, setelah malam panas dan gila yang Ia lalui.
"Gimana baik-baik saja Mas. Mas disini. Dirawat. Diinfus. Terus wajah Mas pucet banget. Mas kenapa? Mas sakit apa? Kemana dua hari gak ada kaba. Nisa takut Mas!"
Anisa dengan semua luapan emosi tang Ia tahan selama dua hari ini Ia tumpah ruahkan dihadapan Bambang.
Bambang kembali meraih tubuh Nisa dalam pelukannya. Seolah paham keduanya butuh privasi, semua yang ada disana kekuar ruangan menyisakan Bambang dan Anisa saja.
"Sayang, denger dulu. Mas mana bisa jawab semua pertanyaan Kamu kalau sekaligus begitu."
Bambang tersenyum. Mengusap sisa airmata dipipi Anisa. Anisa memegang jemari Bambang. Pergelangan tangan Bambang terlihat banyak goresan dan menarik perhatian Nisa.
"Mas kenapa? Ini pergelangan tangan Mas kok bisa begini. Kayak habis diikat. Mas sebetulnya ada apa? Jangan sembunyikan apapun dari Nisa Mss. Dua hari Mas ngilang Nisa takut Mas. Apalagi dua teman Mas itu, yang perempuan datang kerumah. Bilang Mas Bambang sudah gak kerja di Cafe. Mas dipecat? Atau Mas resign?"
Anisa meluapkan semua pertanyaannya. Rasa penasarannya sudah menggunung ditambah kini kondisi Bambang yang Ia lihat banyak luka disana sini.
Tapi bukan pertanyaan Nisa yang segera dijawab oleh Bambang, Bambang justru menyoroti keterangan yang baru saja Nisa utarakan.
"Anita? Irma? Kerumah Kita? Mereka bilang apa sama Kamu?" Bambang terlihat panik. Tentu saja. Banyak rahasia yang Ia sembunyikan. Terlebih sekarang Ia sudah tidak bekerja dengan Si Boss. Bambang takut kedua wanita ular itu membeberkan semua yang sudah terjadi dan Anisa sudah tahu apa yang disembunyikan selama ini.
"Kenapa? Mas bohong ya sama Nisa? Mas takut, temen Mas itu ngomong macam-macam sama Nisa?" Mata Anisa menyipit, tatapan menginterogasi begitu kuat dalam pancaran mata penuh curiga yang Nisa layangkan kepada Bambang.
"Bukan begitu Sayang. Mas hanya gak mau Kamu mendengar dsri mulut orang lain. Mas sebetulnya sudah resign dari Cafe. Dan Mas memutuskan semuanya karena memikirkan Kamu. Mas hanya takut Irma dan Anita memutar balikan fakta dan ngomong macem-macem yang tidak sesuai dengan apa yang sebenarnya terjadi."
Ya memang sudah bawaan lahir, Bambang memang pandai sekali bersilat lidah.
"Memang Mas beneran sudah resign dari Cafe? Terus Mas bisa masuk rumah sakit bagaimana? Kok bisa ada dua orang kerumah ngabarin Mas disini. Mereka seperti tukang pukul begitu. Mas gak punya hutang sama Mereka kan? Mas gak terjerat pinjolkan?"
Makin ruwet saja di kepala Anisa. Banyak sekali kejanggalan yang terjadi dan Bambang seolah terus menutupi sesuatu namun Nisa tak bisa membuktikan kecurigaannya.
"Astaga Nis. Kamu gak percaya sama Mas? Mas gak punya hutang Nis, apalagi pinjol. Kamu tahu kan Mas gimana?"
"Ya siapa tahu, Mas masih suka judol dan karena kepepet jadi pinjol." Nisa tak lagi bisa menahan ucapannya. Geram juga dengan sikap Bambang yang begini.
"Jadi begini, Mas akan jelaskan sama Kamu. Tapi Kamu hafus percaya sama Mas. Kalaupun Mas ceritakan semuanya sama Kamu terus Kamu masih curiga sama Mas, ya percuma. Mas lebih baik tidak cerita sama Kamu. Kamu Istri Mas, seharusnya percaya sama Mas. Bukan malah nuduh Mas macam-macam begini." Bambang kembali manipulatif. Ia tahu betul Nisa paling sulit jika diberikan tekanan dan nada suara sudah serius dan sedikit meninggi.
Emang dasar Bambang. Banyak aja akal bulusnya.
"Coba Mas jelaskan sama Nisa. Nisa akan dengarkan penjelasan Mas. Tapi jangan ada yang Mas tutupi dari Nisa. Nisa ini Istri Mss kan? Atau Mas sudah gak anggap Nisa Istri? Makanya banyak sembunyi-sembunyi?"
Sial! Nisa kenapa jadi berani begini sih! Bahaya! Pokoknya Nisa gak boleh curiga dan bisa nerima pekerjaan Gue yang sekarang. Gue gak akan lepas kerjaan Gue sama Tuan Besar.
"Mas! Kok diem! Pasti lagi ngerancang mau bohongin Nisa kan?"
"Astaga! Iya ini Mas mau cerita!"
dan tak berdaya dia SDH di monitor oleh si bos
Nisa jg trllu bodoh jd istri