Siapkan kanebo kering untuk menyeka air mata!
"Aku kecewa karena suamiku sendiri berniat menjandakan aku demi membahagiakan wanita lain."
Pelangi Faranisa, seorang gadis taat agama yang dijodohkan dengan pria brutal. Di malam resepsi pernikahan, ia dipermalukan oleh suaminya sendiri yang pergi tanpa permisi dan lebih memilih mabuk-mabukan.
Pemberontak, pembangkang, pembuat onar dan pemabuk berat. Itulah gambaran sosok Awan Wisnu Dewanto.
"Kamu tidak usah terlalu percaya diri! Aku tidak akan pernah tertarik denganmu, meskipun kamu tidak memakai apa-apa di hadapanku!" ~ Awan
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kolom langit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dosakah?
Pelangi membeku di tempat duduknya. Rasa khawatir pun seketika muncul di dalam di benaknya. Bagaimana jika Priska membongkar keadaan rumah tangganya di hadapan ayah dan ibu.
“Assalamu’alaikum, Nak!” ucap Ayah Ahmad dan Ibu Humairah bersamaan.
“Wa’alaikumsalam, Ayah, ibu.” Pelangi tersadar dan kemudian bangkit dari duduknya. Menyambut kedatangan Ayah Ahmad dan Ibu Humairah.
Tatapan Pelangi langsung tertuju kepada Zidan seolah mencari jawaban di sana. Namun, adiknya itu hanya dapat menundukkan kepala, tanpa sepatah kata pun.
Menyadari raut wajah ketiganya yang tampak sedih, Pelangi meyakini bahwa kedatangan orangtuanya ke rumah karena suatu hal penting. Padahal baru beberapa jam lalu ia meninggalkan rumah orang tuanya.
Tatapan Ibu Humairah seketika tertuju pada seorang wanita asing dengan pakaian minim yang sedang duduk di ruang tamu. "Pelangi, itu siapa, Nak? Teman kamu, ya?"
"Iya, Bu," jawab Pelangi berbohong. Karena tidak mungkin dirinya memberitahu siapa wanita tersebut.
Bibir Priska melengkung membentuk senyuman, setelah berhasil menebak bahwa yang baru datang merupakan orang tua Pelangi. "Bagus kalau orang tua kamu ada di sini. Sekalian saja kita bicarakan bersama supaya mereka juga tahu."
Baik Ayah Ahmad, Ibu Humairah menatap penuh tanya. Berbeda dengan Zidan yang sudah menduga bahwa wanita itu adalah mantan kekasih Awan yang pernah disebutnya saat dalam keadaan mabuk.
"Memang hal apa yang harus dibicarakan?" tanya Ayah Ahmad yang masih belum menangkap arti ucapan Priska.
"Tidak ada masalah apa-apa, Ayah. Dia hanya teman lama Mas Awan yang kebetulan datang bertamu." Pelangi menatap Priska. "Kamu bisa pulang dulu, kita akan bicara lain kali lagi."
Priska menipiskan bibirnya dan kemudian bangkit dari duduknya. "Kalau bisa bicara sekarang, kenapa harus lain kali?"
"Memang ada apa ini?" Bu Humairah menggenggam tangan putrinya. "Ada apa, Nak?"
"Tidak ada apa-apa, Bu! Dek, tolong bawa ayah sama ibu ke atas. Kakak akan bicara dulu dengan perempuan ini," pinta Pelangi.
"Memang kenapa kalau orang tua kamu ikut bicara dengan kita? Bukannya malah bagus? Biar mereka tahu keadaan sebenarnya," sambar Priska.
Zidan menatap dingin wanita itu. "Maaf, Kak! Sebaiknya Kakak pulang dulu. Kami ada sesuatu yang mau dibicarakan dengan Kak Pelangi."
"Saya juga kemari untuk membicarakan sesuatu yang penting. Om, Tante, saya Priska. Saya dan Awan sudah lama berpacaran jauh sebelum Awan menikahi anak kalian. Bahkan kami pernah tinggal bersama di apartemen."
"Maaf, Kak. Tapi wanita macam apa yang nekat mendatangi rumah mantannya untuk menjadi perusak?"
Rasanya kemarahan Priska memuncak mendengar ucapan pemuda yang berdiri tak jauh darinya. "Terus menurut kamu, kakak kamu itu wanita seperti apa?"
Zidan tersenyum. "Kelihatan kok dari caranya berpakaian."
Priska semakin merasa tersudutkan. Ia menatap Pelangi dengan penuh kebencian.
Ayah Ahmad hanya dapat menarik napas dalam seraya mengusap dada. "Astaghfirullahaladzim. Pelangi, tolong minta perempuan ini pulang dulu. Ayah perlu bicara dengan kamu, Nak!"
...........
“Pelangi, sebelumnya ayah minta maaf datang ke mari tanpa memberitahu dulu. Tapi ada sesuatu yang harus ayah tanyakan kepada kamu,” ucap Ayah Ahmad.
“Apa yang mau Ayah tanyakan?”
Pria berusia kira-kira lima puluh tahunan itu terdiam beberapa saat. Jika tidak mengingat posisinya sebagai seorang ayah, yang harus selalu kuat di hadapan keluarga, ia pasti sudah menangis. Memikirkan apakah keputusannya menikahkan Pelangi adalah sebuah kesalahan besar, yang kini harus ditanggung sendiri oleh putrinya?
Sedangkan Ibu Humairah sudah menangis dan bersandar di bahu Zidan. Pengakuan Priska tadi benar-benar membuatnya Syok.
“Nak, apakah kamu baik-baik saja selama ini? Apa kamu diperlakukan sebagaimana seharusnya istri diperlakukan?”
Pelangi menundukkan kepala mendengar pertanyaan itu. Bibirnya mengatup rapat, namun cairan bening yang menggenang di bola matanya seakan menjadi sebuah jawaban.
“Katakan saja, Nak? Kamu tidak perlu ragu. Apa yang dikatakan wanita tadi benar?”
Pelangi menatap kedua orang tuanya. “Ayah, dosakah bagi seorang istri membuka aib suaminya? Bukankah istri adalah pakaian bagi suaminya. Dan membuka aib suami sama saja dengan menelanjangi diri?”
...........