Masih saling sayang, masih saling cinta, namun terpaksa harus berpisah karena ego dan desakan dari orang tua. Ternyata, kata cinta yang sering terucap menjadi sia-sia, tak mampu menahan badai perceraian yang menghantam keras.
Apalagi kehadiran Elana, buah hati mereka seolah menjadi pengikat hati yang kuat, membuat mereka tidak bisa saling melepaskan.
Dan di tengah badai itu, Elvano harus menghadapi perjodohan yang diatur oleh orang tuanya, ancaman bagi cinta mereka yang masih membara.
Akankah cinta Lavanya dan Elvano bersatu kembali? Ataukah ego dan desakan orang tua akan memisahkan mereka dan merelakan perasaan cinta mereka terkubur selamanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jesslyn Kim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kekecewaan yang mendalam
Pagi ini Bella nampak uring-uringan. Semalaman Vano dan Elana menghilang tanpa kabar. Bahkan orang-orang terdekat Vano seperti Andre dan Kirana pun tidak tahu keberadaannya. Begitu juga dengan orang-orang suruhan mama Erika yang tak menemukan jejak setelah semalam memeriksa ke apartemen Vanya. Bella memijat kepalanya yang terasa pusing, harusnya Vano ada menemaninya di saat seperti ini.
Lagi-lagi Bella mengadu pada mama Erika, di tambah dengan drama morning sickness yang di alaminya. Dan tentu saja itu mengundang amarah mama Erika, belum lagi dengan Kirana yang juga tidak pulang semalaman, membuat darah wanita paruh baya itu semakin mendidih.
"Ma... Mau kemana sepagi ini?" Pak Dharma heran melihat istrinya sudah rapi, karena mama Erika terbiasa bangun siang.
"Mama mau menemani Bella. Pa, memantu kita sedang hamil, tapi Vano malah berulah terus," terlihat jelas kecemasan di wajahnya.
"Papa sudah suruh orang untuk cari keberadaan Vano, juga Kirana," Sedangkan Pak Dharma nampak lebih tenang dibandingkan istrinya.
"Ya sudah, Mama ke tempat Bella dulu Pa.." Seolah malas menanggapi suaminya, mama Erika lebih memilih bergegas ke rumah Bella.
"Bella, dokter bilang jangan banyak pikiran, jangan stress," Mama Erika cemas melihat Bella yang terbaring lemas.
"Bagaimana Bella bisa tenang Ma, sedangkan suami Bella malah menghilang tanpa kabar, harusnya dia menemani Bella di saat seperti ini. Tapi dia lebih memilih kabur bersama mantan istrinya itu," ucap Bella sambil terus terisak.
"Mama akan berusaha mencari Vano, kamu tenang dulu, kamu gak mau 'kan janin kau kenapa-kenapa? Apalagi usianya masih sangat muda, dan itu rentan." Mama Erika mencoba menenangkan Bella.
Bella terdiam, benar juga apa yang di katakan mama Erika. Kalau sampai janinnya tidak berkembang atau keguguran itu malah semakin memudahkan Vano untuk menceraikannya.
-
-
Sementara keadaan di rumah sakit cukup tenang, Vanya sedang menunggu kedatangan Elana juga mama Herlina. Sedangkan Ryuji sudah pulang dini hari tadi, karena ia harus terbang ke Jepang bersama kedua orangtuanya.
Benar saja ternyata Vano semalaman menunggu Vanya di loro rumah sakit, ia bahkan tak punya keberanian masuk lagi ke dalam kamar.
"Papi.." panggil Elana yang melihat Vano terduduk di lantai.
"Sayang," Vano segera berdiri dan menghampiri Elana yang baru saja tiba.
"Papi kenapa duduk di sini?"
"Papi tidak apa-apa sayang,"
Elana selalu teringat ucapan Oma Erika yang mengatakan orang tuanya sudah berpisah dan bukan lagi keluarga.
Mama Herlina pamit untuk masuk terlebih dahulu. Dia sengaja memberikan waktu berdua untuk Vano dan juga Elana.
"Papi.. Apa yang di katakan Oma itu benar?" Tanya Elana dengan wajah sendu, gadis kecil itu bahkan tidak seceria dulu.
"Oma bilang apa sayang?" tanya Vano penasaran.
"Kata Oma, Mami sama Papi sudah berpisah, dan bukan keluarga lagi. Lalu sekarang mama Bella, jadi Mama Elana, menggantikan Mami," Ucap Elana polos.
Hati Vano terasa sakit saat mendengar ucapan Elana. Walaupun memang faktanya demikian, tapi Vano dan Vanya sudah sepakat untuk tidak memberitahukannya pada Elana.
"Lalu Oma bilang apa lagi?"
"Oma bilang... Elana harus tinggal sama Papi dan mama Bella, kalau tidak...." Elana seolah ragu untuk mengatakan kelanjutannya.
"Kalau tidak, kenapa?" Vano semakin penasaran.
"Kalau tidak, Mami akan celaka. Seperti waktu itu ada yang menabrak mobil Mami, lalu Mami hampir di tabrak motor," ucap Elana apa adanya.
Darah Vano seolah mendidih, setelah mendengar penuturan Elana.
"Papi... Apa itu semua benar?" Elana seolah mendesak Vano untuk menjawab semua pertanyaannya.
"Tidak sayang. Apa yang Oma bilang semua tidak benar,"
"Lalu kenapa papi tidak tinggal bersama Mami lagi? Papi malah tinggal sama Mama Bella." Tanya Elana lagi.
"Sayang, Papi janji akan selesaikan semuanya, Papi tidak akan membiarkan Elana dan Mami terluka sedikitpun. Papi janji akan menjaga kalian,"
Sebenarnya masih banyak pertanyaan yang ingin Elana tanyakan, tapi gadis kecil itu percaya kalau Vano akan melindungi mereka.
Vano mengelus rambut Elana. "Sekarang Elana masuk dan temani mami ya,"
"Papi tidak masuk?"
"Papi ada urusan. Papi harus pergi," kemudian Vano pamit.
-
-
Vano tidak bisa terus menghindari Bella, ia pun memutuskan untuk pulang ke rumah. Dan ternyata mama Erika sudah berada di sana.
"Dari mana saja kamu Vano?!" Mama Erika tengah berdiri di depan pintu dengan tatapan tajamnya.
Vano acuh, ia bahkan tak menjawab pertanyaan Mama Erika.
"Vano! Istrimu sedang hamil kamu malah bersama jal4ng itu," Mama Erika kesal karena di abaikan.
Vano tidak terima dengan ucapan mama Erika yang mencela Vanya dengan perkataan yang tidak pantas.
Tiba-tiba pesan masuk ke ponsel Vano, dan ternyata itu dari Vanya. Wanita itu mengirim rekaman CCTV Mama Erika yang tengah mengancam Elana di sekolah.
"Mama bisa jelaskan ini?!" Vano membentak, menyodorkan ponselnya dengan geram.
Mama Erika terdiam, tidak menyangka jika perbuatannya terbongkar.
"Jika mama tidak bisa menyayangi Elana, setidaknya mama jangan menyakitinya." suara Vano terdengar lirih, namun kata-katanya menusuk tajam.
Mama Erika hanya diam, dia tidak pernah melihat Vano semarah ini.
"Vano, Mama terpaksa melakukan ini. Itu semua karena kamu yang selalu mengutamakan Elana dan Vanya. sedangkan Bella, selalu kamu acuhkan," mama Erika mencoba membela diri.
"Denga mengancam nyawa Vanya dan Elana?"
"Mama tidak berencana benar-benar membuat mereka celaka, mama hanya memberikan peringatan saja."
"Bunuh saja Vano sekalian Ma, biar Mama puas!! Vano lebih rela Vano yang mati, daripada harus kehilangan Elana dan Vanya," Vano berteriak lantang.
Jantung Mama Erika tiba-tiba berdebar kencang. Ucapan Vano seperti cambuk yang menghantam hatinya. Ada rasa sakit yang tiba-tiba menyeruak, bercampur aduk dengan amarah dan kekecewaan. Seketika tubuhnya melemas.
Bella yang melihat dari kejauhan pun panik, kemudian ia segera meminta bantuan untuk membawa mama Erika ke rumah sakit. Sementara Vano memilih pergi, ia bahkan tak memperdulikan mama Erika yang tiba-tiba pingsan.
-
-
"Apa belum ada kabar tentang Kakakmu, Kirana?" Pak Dharma khawatir dengan putra sulungnya itu, sudah dua hari tidak ada kabar.
Kirana hanya menggeleng, bahkan dirinya dan Askara pun tidak tahu keberadaan Vano. "Mungkin kak Vano sedang menenangkan diri," jawab Kirana. Gadis itu terpaksa pulang, setelah mendengar kabar Mama Erika masuk rumah sakit. Meskipun sedang kesal, namun tidak dapat di pungkiri dirinya merasa khawatir.
"Mbok Jum, apa keperluan Mama sudah semua?" Kirana hendak pergi ke rumah sakit menjaga Mama Erika. Kirana dan Pak Dharma bergantian berjaga di rumah sakit.
"Sudah Non,"
"Kirana pergi dulu Pa..." kemudian gadis itu pamit
Kirana teringat Vanya yang juga di rawat di rumahsakit yang sama. Mungkin Vanya tau keberadaan Vano. "Mbok duluan ke kamar Mama ya, Kirana ada urusan sebentar," Kirana meminta Mbok Jum untuk ke kamar mama Erika terlebih dahulu.
Mbok Jum yang juga di tugaskan menjaga Mama Erika pun hanya menurut.
Kirana berhenti di lantai tempat Vanya di rawat. Sebenarnya ia malu harus menemui Vanya, tapi itu satu-satunya cara untuk mengetahui keberadaan Vano.
"Bagaimana keadaan Mbak?" tanya Kirana saat memasuki ruangan tempat Vanya di rawat.
"Sudah lebih baik," Vanya tersenyum ramah, kondisinya sudah lebih baik dari sebelumnya.
"Maaf baru sempat jenguk,"
"Tidak apa Kirana, kamu pasti sibuk 'kan?"
"Elana, apa kabar?" Tak lupa Kirana juga menanyakan kabar Elana, ia khawatir sesuatu terjadi pada Elana.
"Elana baik, Aunty,"
"Mbak, sebelumnya aku minta maaf dengan apa yang terjadi belakangan ini sama Mbak juga Elana," terlihat jelas wajah Kirana begitu sungkan dan juga malu.
"Kirana ini bukan salah kamu, justru aku berterimakasih kamu sudah membantuku,"
"Sudah seharusnya, aku tidak mau Mama terus melakukan kesalahan. Kak Vano juga beberapa hari ini tidak bisa di hubungi. Maaf aku lancang, tapi apa mbak tahu di mana Kak Vano?"
"Aku tidak tahu Kirana, terkahir Elana melihat Vano dua hari yang lalu, dia juga belum menghubungiku lagi," jawab Vanya jujur.
Kirana terlihat sedih, bahkan air matanya lolos begitu saja. "Tidak apa-apa Mbak, kalau begitu aku permisi. Lekas sembuh ya Mbak," Pamit Kirana kemudian.
"Papi kemana?" kini Elana pun seolah ikut penasaran dengan keberadaan Vano.
"Papi pasti baik-baik saja, Papi 'kan sudah janji sama Elana." Vanya mencoba menghibur Elana uang juga sedih karena belum bertemu dengan Vano selama dua hari ini.
***
Jangan lupa like dan komen yaa
akankah Karina kapur jadi kunci??? nantikan kelanjutannya.........