''Di balik malam yang sunyi, sesuatu yang lama tertidur mulai bergerak. Bisikan tak dikenal menembus dinding-dinding sepi,meninggalkan rasa dingin yang merayap.ada yang menatap di balik matanya, sebuah suara yang bukan sepenuhnya miliknya. Cahaya pun tampak retak,dan bayangan-bayangan menari di sudut yang tak terlihat.Dunia terasa salah, namun siapa yang mengintai dari kegelapan itu,hanya waktu yang mengungkap.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ellalee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
ingin abadi
Tawa lirih Hyeri terdengar menusuk. “ rindu...hahaha, iblis kecil yang licik,kalau kau menuruti ucapanku,apakah aku akan membuat mu semenderita ini," ucapnya dengan menahan amarah.,Kenapa terus membuatku marah, hah?” sambungnya kembali, suaranya berubah rendah dan berat, jauh dari nada seorang remaja. “Aku membangkitkanmu bukan untuk bersenang-senang, bukan untuk kau habiskan waktu dengan manusia tolol itu. Aku membangkitkanmu untuk satu tujuan yaitu mengembalikan masa mudaku. Tubuh wanita yang kurasakan sudah lemah, tua, dan menjijikkan! Aku muak hidup di kulit yang rapuh ini!”
Rael menatapnya dengan dingin. Tatapan matanya berubah redup, tapi bukan karena takut,melainkan karena amarah yang nyaris menelan ketenangannya. Rambutnya bergoyang pelan, mengikuti aliran angin yang tiba-tiba berputar di sekitarnya. “Kau… membangkitkanku hanya untuk kepentingan fana seperti itu?” ucap Rael dengan suara tenang, tapi tegas. “Kau tidak pernah mengerti, Nyonya Seo. Kehidupan… bukan sekadar usia yang bisa diperpanjang. Kau ingin abadi, tapi bahkan jiwamu sudah busuk sebelum tubuhmu menua.”
Wajah Hyeri,atau Nyonya Seo menegang. “Beraninya kau bicara padaku begitu, makhluk yang kubangkitkan dari abu!”
Rael tersenyum samar, matanya berkilat lembut namun tajam. “Aku mungkin lahir dari kegelapanmu, tapi aku tidak ingin lagi menjadi milikmu,sudah cukup aku membunuh banyak orang untukmu nyonya seo,bahkan jika sekarang kau mau membunuhku,aku sudah tidak takut,karena kau tahu? ” matanya menatap tajam ke arah hyeri yang sedang di rasuki oleh dukun terkejam,.... " aku sudah lebih kuat darimu, haha.... aku sudah tidak selemah dulu nyonya seo, sekarang aku sudah tidak takut lagi padamu karena aku sudah membunuh 100 orang, dan itu membuat tubuhku semakin kuat..... " sambung nya di ikuti tawa yang menakutkan.
Sementara itu, dari kejauhan, Jae-hyun berdiri terpaku. Tubuhnya kaku, namun tatapannya tak lepas dari dua sosok yang kini saling berhadapan. Di sekitarnya, udara terasa berat. Suara-suara lirih mulai terdengar—bisikan-bisikan tak kasatmata. Roh-roh samar bermunculan, wajah mereka muram, mata mereka seolah meminta pertolongan.
Jae-hyun menatap ke arah mereka, napasnya mulai tersengal. Apa yang terjadi? batinnya bertanya. “Rael…” panggilnya pelan, namun suaranya tertelan angin dingin yang tiba-tiba berputar di antara dinding sekolah.
Rael yang mendengar namanya hanya menoleh sekilas, menatap Jae-hyun dengan senyum tipis yang entah menyakitkan atau menenangkan. “Jangan mendekat, Hyun… ini bukan pertarunganmu,” ucapnya, matanya kembali menatap Hyeri dengan tatapan yang menyala lembut seperti bara api.
Hyeri tertawa nyaring, suaranya bergema hingga ke ujung lorong. “Pertarungan? Hah! Kau bahkan tak bisa melindungi manusia kesayanganmu itu tanpa menyakitinya! Kau makhluk rapuh, Rael. Cinta hanya akan menghancurkanmu.”
Namun Rael tak membalas. Ia melangkah perlahan mendekati Hyeri, sorot matanya berubah dari dingin menjadi tenang, seolah lautan yang siap menelan badai. " Ternyata kau masih belum mengerti perkataan ku tadi ya nyonya seo..... " ucap rael dengan sigap tangannya memegang kepala hyeri membuat hyeri berteriak kencang dan setelah itu hyeri pingsan, membuat beberapa murid yang melihat kejadian itu sedikit takut pada rael.
“Rael!” suara Jae-hyun menggema, penuh panik. Ia berlari mendekat, napasnya memburu. Begitu sampai di depan Rael, ia langsung memegang bahu gadis itu, menatapnya dengan wajah cemas.
“Rael, kau tidak apa-apa? Apa yang terjadi tadi? Kenapa Hyeri… berteriak begitu dan… dan sekarang dia pingsan?” Jae-hyun menelan ludah, suaranya bergetar. “Rael… apa yang kau lakukan? Apa kau… membunuhnya?”
Beberapa murid yang berkerumun di ujung koridor langsung menatap mereka dengan tatapan penuh tanya dan ketakutan. Beberapa bahkan berbisik pelan, mencoba menebak-nebak apa yang sebenarnya terjadi.
" seok-min yang kebetulan lewat langsung menggendong hyeri untuk di bawa ke uks.. " jae-hyun, aku butuh penjelasan dari mu nanti... " ucap seok-min yang hanya mendapat kan anggukan dari jae-hyun.
Namun Rael hanya berdiri tenang. Ia menatap Jae-hyun dengan tatapan teduh, lalu tersenyum,senyum yang terlalu lembut untuk disebut berbahaya, tapi terlalu misterius untuk disebut tulus.
“Jae-hyun…” suaranya lembut, nyaris seperti desahan. “Kau pikir aku kelihatan seperti seorang pembunuh?” ujarnya, kepalanya miring sedikit, senyum genit tersungging di bibirnya.
Tatapan matanya begitu menawan hingga Jae-hyun sendiri nyaris lupa bagaimana cara bernapas. Tapi rasa gugup segera menyusul.
“Uh… ya, begitulah…” jawabnya gugup tanpa berpikir panjang.
Rael mematung sejenak. Senyumnya perlahan memudar. Tatapan matanya yang tadinya lembut berubah tajam, dingin, dan nyaris menusuk.
“Apa… katamu?” suaranya merendah, penuh tekanan.
Jae-hyun langsung panik. “Tunggu, tunggu! Maksudku bukan begitu, Rael! Aku cuma—”
Namun sebelum sempat menyelesaikan kalimatnya, Rael sudah berbalik dan berjalan pergi dengan langkah cepat. Ujung rambutnya bergoyang mengikuti setiap gerakan, meninggalkan aroma samar yang seakan menyesakkan dada Jae-hyun.
“Rael! Tunggu dulu!” panggil Jae-hyun, berusaha mengejar, tapi Rael tak menoleh.
Beberapa murid langsung berbisik di antara mereka,
“Dia benar-benar menyeramkan…”
“Tadi Hyeri jatuh begitu aja loh, habis dia ngomong sama haeun. ”
“Mungkin dia balas dendam karena Hyeri nge bully dia kemarin.”
Jae-hyun hanya bisa menatap mereka dengan wajah kesal, lalu menghela napas berat. “Kalian semua nggak tahu apa-apa…” gumamnya pelan.
"Karena kejadian pagi tadi, Rael terpaksa harus masuk ke ruang BK, ruangan yang sering disebut para siswa sebagai “ruang penghakiman”. Tempat di mana mereka yang dianggap nakal, pembuat onar, atau sumber masalah harus duduk diam dan mempertanggungjawabkan diri.
Namun bagi Rael, ruangan itu tak lebih dari sekadar tempat sunyi yang dipenuhi aroma kayu dan rasa bosan.
Ia melangkah perlahan masuk, seragamnya masih rapi, wajahnya tanpa gurat takut sedikit pun. Tirai jendela bergoyang pelan, menebar bayangan lembut di lantai mengilap. Di atas meja, ada cangkir teh yang masih mengepulkan uap , tanda bahwa Buk Gayoung baru saja duduk menunggunya.
“Duduklah, Haeun,” ucap Buk Gayoung dengan suara lembut tapi berwibawa.
Rael menurut, menarik kursi tanpa suara. Ia duduk, menyilangkan kaki, lalu menatap gurunya tenang seperti seseorang yang sudah tahu arah pembicaraan ini akan ke mana.
> “Sebenarnya apa yang terjadi tadi, Haeun?”
“Beberapa murid bilang kamu menyakiti Hyeri… bahkan ada yang mengatakan kamu memukul kepalanya sampai pingsan. Apa itu benar?”
Nada Buk Gayoung tidak keras, tapi cukup untuk menekan udara di ruangan itu.
Rael hanya menatapnya, matanya berkilat samar di bawah cahaya lampu. Tak ada rasa bersalah, tak ada gelisah, hanya ketenangan yang terasa terlalu dingin untuk seorang gadis SMA.
Beberapa detik hening berlalu sebelum bibirnya bergerak pelan.
“Buk Gayoung…”
“Kalau aku benar-benar menyakitinya, kau pikir aku akan duduk di sini se-tenang ini?”
Buk Gayoung menghela napas perlahan. “Jadi kamu menyangkal?”
Rael tersenyum samar, menunduk sedikit sebelum kembali menatap gurunya.
“Aku tidak menyangkal. Tapi aku juga tidak merasa perlu membela diri. Karena, pada akhirnya, semua orang hanya percaya pada apa yang mereka ingin percayai.”
Tatapan Buk Gayoung melembut, namun dalam hatinya ada sesuatu yang bergetar aneh.
“Haeun… apa maksudmu?
Rael menatap jendela. Cahaya matahari menyentuh wajahnya, tapi entah mengapa, justru bayangan di belakangnya terasa lebih kuat.
“Tidak semua luka terlihat, Bu. Dan tidak semua yang jatuh… karena dorongan tangan seseorang." ucap rael dengan masih dalam keadaan tenang.
"Kalau itu katamu, bisa kamu jelaskan apa yang terjadi dengan hyeri... "ucap buk gayoung membuat rael sedikit kesal.
" aishh shibal..... " gumamnya,... kenapa wanita ini dari kemarin terus membuat ku kesal, apa dia saja yang ku jadikan tumbal untuk si dukun laknat itu ya... " gumamnya dalam hati menatap tajam ke arah buk gayoung.
" haeun, apa yang kamu gumamkan? " tanya buk gayoung sedikit penasaran.
"tidak ada, kepo banget deh.... " ucap rael dengan santai.