NovelToon NovelToon
KU HARAMKAN AIR SUSUKU

KU HARAMKAN AIR SUSUKU

Status: tamat
Genre:Duda / Balas Dendam / CEO / One Night Stand / Anak Kembar / Dokter / Tamat
Popularitas:11.4k
Nilai: 5
Nama Author: akos

Rindi, seorang perempuan berusia 40 tahun, harus menelan pahitnya kehidupan setelah menjual seluruh hartanya di kampung demi membiayai pendidikan dua anaknya, Rudy (21 tahun) dan Melda (18 tahun), yang menempuh pendidikan di kota.

Sejak kepergian mereka, Rindi dan suaminya, Tony, berjuang keras demi memenuhi kebutuhan kedua anaknya agar mereka bisa menggapai cita-cita. Setiap bulan, Rindi dan Tony mengirimkan uang tanpa mempedulikan kondisi mereka sendiri. Harta telah habis—hanya tersisa sebuah rumah sederhana tempat mereka berteduh.

Hari demi hari berlalu. Tony mulai jatuh sakit, namun sayangnya, Rudy dan Melda sama sekali tidak peduli dengan kondisi ayah mereka. Hingga akhirnya, Tony menghembuskan napas terakhirnya dalam kesedihan yang dalam.

Di tengah duka dan kesepian, Rindi yang kini tak punya siapa-siapa di kampung memutuskan untuk pergi ke kota. Ia ingin bertemu kedua anaknya, melepas rindu, dan menanyakan kabar mereka. Namun sayang… apa yang dia temukan di sana.........

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon akos, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

27. RUDY KRITIS.

Kring… kring…

Terdengar suara ponsel dari atas nakas.

“Berisik… siapa sih yang menelepon larut malam begini?” gerutu Rika sambil menutup telinganya dengan bantal. Namun dering itu tak kunjung berhenti, terus berulang-ulang tanpa henti hingga membuatnya kesal.

Dengan malas, Rika akhirnya meraih ponsel di atas nakas. Matanya yang masih setengah terpejam memandang layar. Nomor tak dikenal terpampang di sana.

“Nomor siapa lagi ini?” gumamnya pelan.

Ia hampir saja meletakkan kembali ponsel itu, tapi entah kenapa ada perasaan tak enak yang membuatnya mengurungkan niat. Rika akhirnya menekan tombol hijau dan mendekatkan ponsel ke telinga.

“Halo…” suaranya terdengar malas.

Namun tak ada jawaban selama beberapa detik, hanya suara nafas berat di seberang.

“Halo? Ini siapa?” ulangnya dengan nada lebih tegas.

Hening sejenak, lalu terdengar suara laki-laki di ujung telepon, terbata dan berat,

“Bu… ini dari kepolisian. Kami menemukan kecelakaan di dekat jalan tol barat. Apakah Anda kenal dengan seseorang bernama… Rudy?”

Bantal yang semula menutupi telinganya terjatuh. Mata Rika langsung terbuka lebar.

“Apa… apa maksud Anda?” tanyanya panik.

“Korban atas nama Rudy baru saja kami evakuasi ke rumah sakit. Mohon Ibu segera datang.”

Ponsel nyaris terlepas dari tangannya. Jantung Rika berdegup kencang, napasnya memburu. Dalam sekejap, rasa kantuk hilang, digantikan dengan rasa takut yang menusuk hingga ke dada.

Tanpa pikir panjang, ia segera bangkit dari tempat tidur, meraih jaket dan kunci mobil. Air matanya mulai menetes, mengiringi langkah tergesa yang meninggalkan kamar menuju garasi.

Melihat majikannya keluar dengan wajah panik, penjaga rumah segera bergegas membuka gerbang. Mobil Rika melaju kencang menembus dinginnya malam, meninggalkan pekarangan rumah yang sunyi.

Tangannya gemetar saat menggenggam setir. Pandangannya kabur oleh air mata yang terus mengalir. Di kepalanya, berbagai pikiran berputar tak beraturan.

“Kenapa Rudy bisa kecelakaan? Apa dia mabuk lagi? Kenapa aku biarkan dia pergi tadi?” gumamnya lirih di antara isak.

Lampu jalan berkelebat cepat di kaca depan. Sesekali ia menarik napas panjang, mencoba menenangkan diri, tapi jantungnya terus berdebar kencang. Suara hujan rintik-rintik mulai terdengar di atap mobil, membuat suasana semakin mencekam.

Ketika mendekati rumah sakit, ia hampir saja menabrak lampu merah karena pikirannya kacau. Ia menepikan mobil sebentar, menarik napas dalam-dalam, lalu kembali melaju ke arah gerbang Rumah Sakit Umum Kota Barat, tempat Rudy dikabarkan dibawa.

Begitu mobil berhenti di pelataran rumah sakit, Rika segera turun tanpa memedulikan hujan yang mulai deras. Ia berlari menuju ruang gawat darurat, langkahnya tergesa, napasnya tersengal.

Begitu sampai di depan pintu IGD, seorang petugas menghampirinya.

“Istri pasien?” tanyanya memastikan.

Rika mengangguk cepat.

“Iya, Aku. Mana suami ku? Mana Rudy?” suaranya bergetar menahan cemas.

Petugas itu menatapnya dengan ragu, lalu berkata pelan,

“Ikuti saya, Bu. Suami Anda baru saja dibawa ke ruang perawatan setelah operasi darurat. Keadaannya… cukup kritis.”

Rika menahan napas, tubuhnya nyaris limbung. Ia mengikuti petugas itu dengan langkah goyah, berharap semua ini hanya mimpi buruk yang bisa segera berakhir.

Begitu Rika masuk ke ruang perawatan, aroma obat dan suara alat medis langsung menyambutnya. Tubuh Rudy terbaring lemah di atas ranjang, wajahnya pucat dengan berbagai selang menempel di tubuhnya. Monitor di samping tempat tidur menampilkan detak jantung yang naik turun tidak stabil.

Rika menutup mulutnya, menahan tangis yang nyaris pecah. Ia melangkah mendekat, menggenggam tangan suaminya yang dingin.

“Rudy… kamu dengar aku, kan? Aku di sini…” suaranya bergetar, hampir tak terdengar.

Tak lama kemudian, pintu ruangan terbuka. Seorang dokter paruh baya masuk dengan wajah serius, diikuti dua perawat yang membawa berkas medis.

Rika menatapnya penuh harap.

“Bagaimana keadaan suami saya, Dok? Tolong katakan dia akan baik-baik saja…”

Dokter itu menarik napas panjang sebelum menjawab.

“Kami sudah melakukan operasi darurat untuk menghentikan pendarahan dalam dan menstabilkan tekanan darahnya. Namun kondisinya masih sangat kritis.”

Rika memegangi dadanya, suaranya tercekat.

“Jadi… apa yang bisa saya lakukan, Dok?”

Dokter menatapnya lekat-lekat.

“Sejujurnya, Ibu… alat medis dan fasilitas kami di sini terbatas. Untuk tindakan lanjutan seperti rekonstruksi tulang dan penanganan cedera otak yang dialaminya, sebaiknya Pak Rudy segera dibawa ke luar negeri—ke rumah sakit yang memiliki peralatan dan tim spesialis lebih lengkap.”

Rika tertegun. Kata-kata “dibawa ke luar negeri” bergema di kepalanya.

“Luar negeri?” ulangnya pelan, seolah tak percaya.

“Apakah… tidak ada cara lain di sini, Dok?”

“Risikonya terlalu besar jika tetap dirawat di dalam negeri,” jawab sang dokter tegas namun lembut.

“Setiap menit sangat berharga. Jika Ibu setuju, kami bisa membantu menyiapkan surat rujukan dan menghubungi rumah sakit rekanan di Singapura atau Jepang malam ini juga.”

Air mata Rika jatuh tanpa bisa dibendung. Ia menatap wajah Rudy yang tampak tenang dalam tidur panjangnya, sementara hatinya hancur berkeping-keping.

Ia menggenggam tangan suaminya lebih erat dan berbisik pelan.

“Bertahanlah, Rudy… aku akan lakukan apa pun supaya kamu selamat.”

Dokter itu mengangguk pelan dan meninggalkan ruangan, memberi Rika waktu untuk menenangkan diri.

Di dalam ruangan yang sunyi, hanya suara mesin monitor yang terus berbunyi—seolah menjadi pengingat bahwa nyawa Rudy kini tergantung pada keputusan yang harus segera ia ambil.

Dari arah koridor muncul sepasang suami istri dan seorang gadis berlari mendekati ruang perawatan. Marta, Arman dan Melda segera datang setelah mendapat pesan singkat dari Rika.

Begitu sampai di depan ruangan, Rika langsung berdiri dari kursinya. Wajahnya pucat, matanya sembab karena tangis.

“Mama… Papa…” ucapnya lirih sebelum akhirnya jatuh ke pelukan ibunya.

Marta memeluk Rika erat, berusaha menenangkan putrinya yang gemetar.

“Tenang, Rika. Bagaimana keadaan Rudy?” tanyanya dengan suara bergetar.

Rika menggeleng pelan, air matanya kembali jatuh.

“Dokter bilang keadaannya kritis, Ma. Mereka menyarankan Rudy segera dibawa ke luar negeri. Katanya alat medis di sini belum cukup untuk menangani lukanya.”

Arman menatap ke arah ruangan tempat Rudy dirawat, wajahnya tegang.

“Ke luar negeri? Rumah sakit mana yang disarankan dokter?”

“Singapura, Pa,” jawab Rika pelan.

“Mereka bisa bantu urus malam ini juga kalau kita setuju.”

Melda, yang sejak tadi berdiri di samping mereka, menatap ke arah kakaknya yang terbaring tak berdaya di balik kaca ruangan. Wajahnya pucat, matanya mulai berkaca-kaca.

“Kak Rudy… kenapa bisa begini…” bisiknya, hampir tak terdengar.

Rika mendekap bahu Melda lembut.

“Kita semua juga tidak tahu, Mel. Tapi yang pasti, kita harus berjuang supaya dia selamat.”

“Baik, aku akan bicara dengan dokter dan bagian administrasi. Kita urus semuanya malam ini juga.” ucap Arman.

Rika mengangguk lemah, suaranya parau.

“Terima kasih, Pa…”

Arman segera pergi ditemani seorang perawat, sementara Melda duduk di samping tempat tidur, lalu menggenggam tangan Rudy erat-erat.

“Ini semua gara-gara perempuan kampung itu. Setelah Rudy sembuh, aku akan mencarinya dan memaksanya mencabut kutukan itu. Kalau dia tidak mau, bersiap-siaplah untuk lenyap dari muka bumi ini,” ucap Melda dalam hati dengan mata merah penuh dendam.

1
Ma Em
Thor kok Ku haramkan air susuku sdh tamat , aku kira msh ada bab lainnya aku mau tau Melda dan Rudy si anak durhaka bagaimana akhirnya dan begitu jg dgn tuan Luis setelah tau Rindi hamil darah dagingnya , semoga author sehat dan panjang umur 🤲🙏😘
momy hana: katanya smp tamat,ko nanggung.sy mau ksh lht ank sy.kl sumpah ibu yg di zolimin
total 1 replies
Ma Em
Terlambat Luis sekarang Rindi sdh dibawa sama penjahat yg ingin mencelakai nya , semoga Rindi baik2 saja dan kandungan juga baik baik saja jgn sampai keguguran sayang sama baby twin 🤲🤲
Ayesha Almira
ayo cepat Luis,bantu rindi...bnyk bngt yg mo mecelakai rindi...
Purnama Pasedu
telat kamu luis
kalea rizuky
klo seorang ibu uda blg ku haram kan air susuku siap siap aja karma dunia akan hadir dan karma akhirat lebih kejam
Ma Em
Dasar anak durhaka berhati iblis si Melda bukannya sadar akan kesalahannya melihat Rudy sdh celaka mungkin Rudy sdh dapat azab malah mau dicariin ibunya untuk cabut kutukan , Melda bkn suruh cabut kutukan harusnya kamu berlutut mencium kaki ibumu agar bisa memaafkan semua kesalahan Rudy dan kamu Melda dasar iblis .
Ayesha Almira
nyalahin rindi,ga sadar ma perbuatannya sendiri
lin
rudy udh kena getahnya skrg giliran Melda jg, kpn sepasang anak itu sadar Thor? blm tntu rudy pas diobati diluar negeri smbuh bisa jd cacat atau ttp koma, /Shame/
Heny
Kasian rindi dua anak nya melupakan ortu nya
Purnama Pasedu
di salahin lagi ibunya
Ma Em
Sukur deh si anak durhaka dapat azab semoga kakinya di amputasi biar cacat seumur hdp nya .
Ayesha Almira
kalo dh sadar,Rudi cacat HBS kecelakaan
Purnama Pasedu
atas perintah pak luis
Winer Win
cerita malinkundang versi modern ya tor..🤣
Ma Em
Thor tanggung langsung habis , semoga Rindi dan Rara selamat dari niat orang2 yg akan mencelakai Rindi dan si anak durhaka Rudy dan Melda segera dapat azab yg sangat pedih .
Nurjannah Rajja
A nya ketinggalan
Purnama Pasedu
Rara mana?
Widia: tidur
total 1 replies
Ayesha Almira
semoga rindi selamat...
lin
ckck sirudi GK tau bls budi, kpn kena krma, ibu sendiri mau dimusnahin, apa gk ada rasa ksih sayang,/Right Bah!/
Erchapram
Kak Othor, 40 tahun sudah punya anak yang menjadi pengusaha sukses dan punya bayi. Apa si Rindi menikah muda umur 15 thn, atau bagaimana? Menurutku 47 thn - 50 thn lebih ideal usia untuk Rindi.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!