Ariana Rosita Putri Prakasa (17th) adalah anak seorang pengusaha dari kota Malang. Terkenal dengan sikap nakal, usil dan keras kepala di sekolahnya. Membuat edua orang tuanya memutuskan memindah Riana ke pesantren.
Di pesantren Riana tetap berulah, bahkan memusuhi ustadz dan ustadzah yang mengajarinya, terutama ustadz Daffa anak bungsu kyai yang paling sering berseteru dengannya. Bahkan, Kyai dan istrinya juga ikut menasehati Riana, namun tetap tidak ada perubahan. Kyai pun angkat tangan dan memanggil ayah Riana, namun ayah Riana malah meminta Kyai mencarikan jodoh saja untuk anak semata wayangnya. Tanpa sepengetahuan siapapun, Riana diam-diam memiliki perasaan cinta terhadap salah satu putra Kyai, yaitu Ustadz Zaki. Siapa yang akan di jodohkan Kyai dengan Riana? salah satu santrinya atau dengan putranya sendiri?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon CumaHalu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rencana melamar Riana
Riana serasa terbang ke angkasa. Namun saat ia teringat nasihat neneknya, Riana segera menepis rasa bahagianya mendapat pujian dari ustadz Zaki. Ia hanya membalas dengan senyuman dan berterimakasih.
"Riana, kamu beneran ga jadi ke Gaza, kan?"
"Nggak, kenapa ustadz mau kesana juga?"
"Heh, ya nggak. Hehe. Riana, kalau boleh tau, apa yang ingin kamu lakukan setelah lulus sekolah nanti?"
"Em, aku ingin kuliah ustadz, aku ingin jadi dokter."
"Kenapa? Kamu ga mau jadi desainer seperti bundamu?"
"Nggak," kata Riana sambil menggelengkan kepalanya.
"Kenapa kamu ingin jadi dokter?"
"Biar ...." Ucapan Riana terpotong, ia hampir saja menyebut nama tunangan ustadz Zaki. Riana teringat semua nasihat Omanya sebelum pergi dari pondok. Ia hanya menelan salivanya dengan kasar.
"Riana, biar apa?"
"Biar bisa menolong banyak orang," jawab Riana asal.
"Masyaallah, luar biasa dan mulia sekali niatmu Riana. Semoga keinginanmu terwujud ya," ucap ustadz Zaki sambil tersenyum.
"Amiin, terimakasih ustadz. Aku pergi dulu ya." Riana membalik badan, melangkahkan kakinya meninggalkan ustadz Zaki.
Ustadz Arman mendekat dan mengajak adiknya kembali ke rumah. Sambil berjalan beriringan, keduanya membahas tentang tindakan yang di lakukan Riana saat kejadian tadi. Ustadz Arman tidak menyangka sosok Riana yang datang dengan segala huru-haranya mampu berubah menjadi wanita yang bijak.
"Aku yakin, Riana gadis yang baik. Tinggal gimana cara ngomong ke dia," ucap ustadz Arman.
"Apa yang dilakukan Riana?" sahut Bu nyai dari dalam rumah. Ustadz Zaki dan ustadz Arman masuk dan menemui kedua orangtuanya di ruang tamu.
Ustadz Arman menceritakan kejadian di depan masjid. Juga tindakan Riana terhadap dua santri yang bersalah.
"Alhamdulillah, dia sudah berubah menjadi jauh lebih baik," kata Kyai Husein.
"Arman, abah sama umi mau berangkat sekarang saja. Kamu bisa kan anter ke stasiun?"
"Kenapa umi? Katanya mau berangkat besok?"
"Bude telfon terus, katanya pakdemu terus nanyain umi sama abahmu."
"Ya sudah, ayo!"
Bu nyai mengambil tas ke belakang. Keluar bersama ustadz Arman dan masuk ke mobil. Setelah itu ustadz Arman melajukan mobilnya perlahan. Saat keluar pondok, ustadz Arman melihat Riana bersama anak-anak MI makan cilok di pinggir jalan. Di antaranya ada Ahya, putra sulung ustadz Arman. Ustadz Arman berhenti di dekat Ahya dan membuka jendela pintu.
"Ahya, kalau udah jajan cepat masuk!" perintah ustadz Arman.
"Iya, nanti, Abi. Kan, disini ada mbak Riana. Tadi aku sama temen-temen dibeliin sama dia," ujar Ahya sambil menunjukkan sebungkus cilok ke ustadz Arman.
Ustadz Arman menutup jendela pintu mobil dan kembali melanjutkan perjalanan.
"Riana, suka makan cilok, Man."
"Iya, umi. Namanya juga masih bocil. Hehe," jawab ustadz Arman sambil tertawa kecil.
"Pantesan banyak anak kecil yang suka sama dia, suka di jajanin gitu. Hehe," ujar Kyai Husein.
"Sayang sekali ya, bah. Riana batal jadi mantu kita," ucap Bu nyai. Jiwa cepu-nya ustadz Arman meronta-ronta. Bibirnya gatal untuk mengatakan tentang perasaan ustadz Zaki ke orang tuanya.
Tidak tahan mendengar percakapan kedua orang tuanya. Ustadz Arman angkat bicara. "Riana ga batal jadi mantu abah sama umi," ucap ustadz Arman.
Kyai dan Bu nyai mengerutkan dahinya. Mereka menatap ustadz Arman yang memandang jalanan. Lalu, ustadz Arman menoleh sebentar sambil tersenyum dan mengatakan, "Zaki mencintai Riana, dan perkiraanku, Riana juga punya rasa yang sama ke Zaki."
"Zaki?" ucap Kyai dan Bu Nyai bersamaan.
"Iya, Bah. Zaki sendiri yang bilang ke Arman. Trus kalau Riana, waktu Zaki tunangan dulu. Dia ngasih kado Hasna mawar hitam. Dan duaarrrr...!! Abah dan umi lihat dia berubah, rambut di warna, baju kurang bahan, dan membentuk kelompok. Arman yakin, waktu itu Riana sakit hati melihat Zaki tunangan," ungkap ustadz Arman.
"Ya Allah, jadi selama ini dia sakit hati. Tapi Zaki kog juga diam saja."
"Zaki kepikiran sama Hasna dan rumah tanggaku, umi. Makanya dia ga berani bilang, tapi tubuhnya yang kalah. Haha," ucap ustadz Arman sambil tertawa.
"Maksudmu dia sakit kemarin karena sakit hati juga?" tanya Kyai Husein terkejut.
"Iya, Bah. Kan pak Bagas melamar Daffa, makanya dia drop. Haha."
"Ya Allah, kog bisa-bisanya dia malah diam saja. Coba bayangkan kalau seandainya Riana dan Daffa beneran menikah, apa dia nggak makin terpuruk." Kyai Husein menggelengkan kepalanya. Bu nyai hanya tertawa kecil karena tidak menyangka dengan sikap ustadz Zaki.
"Nanti sepulang dari Yogya, kita lamar Riana untuk Zaki." Bu nyai menatap suami dan putra sulungnya.
"Setuju, Umi. Biar Zaki ga galau melulu," jawab ustadz Arman cepat.
"Tapi bagaimana dengan Hasna dan keluargamu, Man." Kyai menatap putranya yang tengah fokus menyetir.
"Kalau soal itu biar jadi urusan Arman, Bah." Ustadz Arman menoleh dan tersenyum.
Sampai stasiun, ustadz Arman membawakan tas ibunya. Lalu, menunggunya sampai keberangkatan. Setelah memastikan kedua orangtuanya duduk di dalam kereta, ustadz Arman bergegas kembali ke pondok.
Ustadz Arman masuk ke rumah dan langsung merebahkan tubuhnya di atas kasur sambil scroll-scroll fesnuk. Ia iseng memasukkan nama sekolah Riana sebelumnya. Lalu, melihat hasil dari pencarian. Ia menemukan satu akun yang menggunakan foto Riana.
Ustadz Arman membukanya, dan benar saja. Akun itu milik Riana, ada banyak unggahan. Namun tidak ada satupun unggahan saat Riana sudah berada di pesantren. Bahkan ustadz Arman melihat Riana sedang berkeliling di rumahnya.
"Jadi ini rumah Riana, sepertinya aku tau alamatnya," gumam ustadz Arman.
Ceklek
"Mas, abah sama umi udah berangkat ya kog ga ada?" tanya ustadzah Hanifah.
"Iya, dek. Mas yang anterin ke stasiun tadi."
"Mas, besok pagi aku ke rumah ya, ada acara kumpul keluarga. Mas bisa kan anter aku pulang?"
Ustadz Arman bangkit dan menyuruh istrinya duduk di hadapannya. "Dek, besok mas ikut sekalian mau bicara sama keluargamu."
"Mau bicara apa mas?"
"Mas udah tau perasaan Zaki ke Riana, abah dan umi juga udah mas kasih tau. Dan mereka setuju untuk melamar Riana sepulang dari Yogya. Rencananya besok mas mau ngomong untuk membatalkan perjodohan Zaki dan Hasna."
"Apa? Kog mas ga bilang dulu padaku? Mas, gimana perasaan Hasna kalau sampai pernikahan ini batal? Tolong mas pikirkan juga adikku," pekik ustadzah Hanifah lirih.
"Dek, Hasna adikmu, dan kamu juga jangan lupa kalau Zaki itu adik kandungku. Dia sakit kaya kemarin karena pak Bagas kesini melamar Daffa, baru di lamar saja sudah membuatnya drop. Apa kabarnya kalau Riana dan Daffa beneran menikah."
"Tapi mas, Riana dan Zaki jarak usianya terlalu jauh. Sepuluh tahun mas selisih usia mereka," ujar ustadzah Hanifah.
"Dek, ini kan melamar untuk pernikahan, bukan pekerjaan. Tidak ada batasan usia," jawab ustadz Arman lembut. Ia paham istrinya sedang sakit hati dengan pembatalan pernikahan adiknya.
"Terserah, Mas." Ustadzah Hanifah kesal dan berdiri. Ia melangkah cepat keluar dari kamar.