JODOHKU USTADZ
TOK TOK TOK
Ceklek
Bu Eva mengetuk pintu dan masuk ke ruang BP. Saat masuk Bu Eva di sambut oleh guru BP yang sebelumnya memanggilnya untuk datang ke sekolah putrinya. Lalu, dipersilakan duduk di hadapannya. "Selamat pagi, Bu Eva."
"Maaf sudah mengganggu waktu ibu, tetapi saya harus memanggil ibu dan menyampaikan pesan dari beberapa wali murid. Kemarin Riana berkelahi dengan Zidan dan beberapa hari yang lalu sempat adu jotos dengan Clara, teman sekelasnya. Namun, orang tua Zidan yang tidak terima dan ingin saya memanggil ibu, bahkan orang tuanya ingin pihak sekolah mengeluarkan Riana."
"Tidak mungkin itu hanya kesalahan dari Riana, pasti mereka juga salah, Bu." Bu Eva mulai gusar karena terlalu sering menerima laporan kenakalan putrinya, di sekolah maupun di lingkungan rumahnya.
"Kami sudah kroscek, dan benar memang tidak sepenuhnya kesalahan Riana. Tetapi respon yang diberikan Riana kepada teman-temannya terlalu berlebihan, apalagi dia seorang anak perempuan. Sebenarnya sangat disayangkan Riana sudah kelas tiga dan akan segera ujian. Tapi kalau begini terus, pihak sekolah bisa di tuntut wali murid yang anaknya bermasalah dengan Riana."
"Apa tidak bisa menunggu sampai putriku lulus dulu, Bu? Kalau pindah sekarang nanggung sekali," ucap Bu Eva.
"Baiklah, saya akan berusaha sekali lagi, tapi kalau misalnya Riana mengulangi kesalahannya lagi dan orang tua muridnya tidak terima. Apakah ibu bersedia memindah Riana ke sekolah lain?"
Bu Eva terdiam dan kepalanya terasa pusing. Tidak pernah mengira kalau Riana akan semakin nakal. Dengan berat hati Bu Eva menyanggupi permintaan guru BP. Lalu, Bu Eva menjabat tangan guru dan beranjak dari kursinya. Saat akan keluar dari ruang BP, seorang siswi berlari dan masuk ke ruang BP.
"Bu, Riana berantem sama Zidan lagi, kepalanya Zidan kebentur tembok di dorong Riana," ujar siswi tersebut dengan napas tersengal.
"Astaghfirullah, ya sudah kamu pergi dan lerai keduanya. Ibu sebentar lagi kesana," perintah guru BP. Setelah siswi itu pergi, guru BP menghampiri Bu Eva yang masih berdiri mematung dan membeku mendengar tingkah putrinya.
"Bu Eva dengar sendiri, kan? Mari kita lihat apa yang terjadi."
Bu Eva dan guru BP pergi ke kelas Riana. Dan benar saja, Zidan meringis kesakitan keluar dari kelas di papah temannya menuju ruang UKS. Sedangkan Riana di dalam sendirian karena kaca jendela, vas bunga dan beberapa alat peraga sekolah rusak gara-gara digunakan untuk berkelahi dengan Zidan.
Bu Eva melangkah mendekati Riana yang terkejut melihatnya ada di sekolah. Bu Eva mencubit lengan Riana dan menariknya keluar dari kelas. Berjalan menuju taman dan duduk di kursi taman berhadapan.
"Kenapa kamu malah semakin nakal Riana? Bunda dan Ayah selalu menasehati kamu untuk tidak banyak tingkah, kamu itu perempuan. Sewajarnya saja kalau bertingkah, kenapa harus seperti preman," ujar Bu Eva geram.
"Bun, tadi tuh Zidan duluan yang mulai. Dia jambak rambutku, ya aku balas lah. Trus dia ngajakin duel, ya udah tak ladenin," jawab Riana sambil berkacak pinggang.
"Bunda udah angkat tangan sama kamu, biar nanti ayahmu yang ambil keputusan. Sekarang kamu ambil tas dan kita pulang sekarang," perintah Bu Eva.
"Oke," jawab Riana singkat dan berdiri dari tempat duduknya. Dia melangkah menuju kelas, sepanjang jalan siswa dan siswi menatap Riana takut dan ada juga yang berbisik dengan siswa lainnya. Sampai kelas Riana segera mengambil tasnya dan kembali ke taman menemui Bu Eva.
Sampai di taman Bu Eva menggandeng tangan Riana dan mengajaknya pulang. Sepanjang perjalanan pulang, Bu Eva dan Riana saling diam. Begitu sampai rumah, Riana keluar dari mobil dan masuk ke rumahnya. Bu Eva memilih diam dan fokus dengan kerjaannya, dan menunggu suaminya pulang untuk membahas soal Riana.
Sore hari pak Bagas pulang dari kantor dan menanyakan keberadaan Riana pada pembantunya. Sebelum di jawab oleh pembantunya, Bu Eva memanggilnya dan pak Bagas mengekor di belakang Bu Eva ke kamarnya. Di dalam kamar Bu Eva menceritakan apa yang disampaikan guru BP dan apa yang dia lihat sendiri saat di sekolah.
"Astaghfirullah, sudah separah itu putri kita. Kalau gitu ayah akan bicara dengannya sekarang." pak Bagas berdiri dari tempat duduknya dan keluar kamar. Melangkah menuju kamar Riana. Namun, Riana tidak ada di dalam, pak Bagas keliling rumah dan pembantu pak Bagas memberitahu kalau Riana keluar dengan teman-temannya saat pak Bagas masih belum pulang.
Pak Bagas ke ruang kerjanya dan menelfon Riana. Namun selalu di tolak dan akhirnya nomer Riana tidak aktif. Dengan perasaan kesal pak Bagas keluar dari ruang kerjanya dan menemui Bu Eva di kamar, lalu meminta Bu Eva besok ke sekolah mengurus surat pindah Riana.
"Ayah mau pindahin Riana kemana?"
"Belum kepikiran, pokoknya keluarkan saja dulu sebelum masalahnya berlarut-larut."
"Baik, Yah."
Bu Eva dan pak Bagas mondar-mandir menunggu kedatangan Riana. Sampai pukul sembilan malam Riana belum menampakkan batang hidungnya. Pak Bagas semakin marah melihat tingkah putri tunggalnya. "Kalau sampai rumah akan aku kunci di dalam kamar," ujar pak Bagas.
"Sebaiknya ayah ke kamar dulu istirahat, ayah pasti lelah sejak pulang dari kantor menunggu Riana disini."
"Tidak, aku ingin melihat anak itu."
Tidak lama kemudian Riana membuka pintu rumah dan masuk dengan sangat pelan, Bu Eva dan pak Bagas yang sudah menunggunya segera menghampirinya. "Darimana saja?" tanya Bu Eva menatap tajam Riana.
"Belajar kelompok di rumah Tania, Bun. Ini bukunya," ucap Riana menunjukkan tas berisi buku-bukunya.
"Sekarang masuk ke kamarmu dan istirahat!" perintah pak Bagas.
"Siap, Ayah!!" Riana tersenyum manis sambil memberi hormat pada ayahnya. Lalu, melangkah ke kamarnya dan menutup pintunya rapat. Pak Bagas dan Bu Eva juga ke kamar mereka untuk istirahat.
Keesokan hari Riana terbangun dari tidurnya dan melihat jam dinding sudah menunjukkan pukul setengah tujuh. Ia segera ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya, dan waktu keluar Riana terkejut bundanya sudah ada di dalam kamarnya.
"Bunda kog bisa masuk, kan pintunya aku kunci," ucap Riana kebingungan.
"Bunda mau kamu pakai baju dan jilbab ini." Bu Eva menyodorkan gamis dan jilbab panjang. Riana menolak dan mendorong bajunya ke Bu Eva.
"Buat apa pakai baju itu, Bun. Hari ini kan masih masuk sekolah, aku ya pakai seragam lah," ucap Riana.
"Ayah ingin kamu masuk pesantren, kamu harus pakai baju ini untuk pindah ke pesantren hari ini juga," ujar Bu Eva dengan wajah serius.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments