Sandy Sandoro, murid pindahan dari SMA Berlian, di paksa masuk ke SMA Sayap Hitam—karena kemampuan anehnya dalam melihat masa depan dan selalu akurat.
Sayap Hitam adalah sekolah buangan yang di cap terburuk dan penuh keanehan. Tapi di balik reputasinya, Sandy menemukan kenyataan yang jauh lebih absurb : murid-murid dengan bakat serta kemampuan aneh, rahasia yang tak bisa dijelaskan, dan suasana yang perlahan mengubah hidupnya.
Ditengah tawa, konflik, dan kehangatan persahabatan yang tak biasa, Sandy terseret dalam misteri yang menyelimuti sekolah ini—misteri yang bisa mengubah masa lalu dan masa depan.
SMA Sayap Hitam bukan tempat biasa. Dan Sandy bukan sekedar murid biasa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vian Nara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 25 : Buruk
Waktu terus berlalu. Beruntung tim kelasku berhasil bertahan sampai sangat kelelahan. kebobolan satu kosong sudah seperti pukulan sangat keras, karena terjadinya cepat sekali, dan itu dalam keadaan semua temanku lengah juga.
Aku di penuhi oleh keringat. Nafasku juga sudah mulai susah untuk di atur.
Mereka semua sangat cepat, bahkan tidak memberikan kesempatan untuk kelasku menyerang—jangankan menyerang—menguasai bola saja hanya sangat sebentar.
"Kita masih bisa bertahan, beberapa menit lagi saja, tahan mereka beberapa menit lagi, babak satu akan segerakan selesai!" Bora memberi tahu lini belakang alias bek.
Kali ini Raga yang membawa bola. Tempo pertandingan di turunkan. Oper-operan ke belakang tengah lalu ke belakang lagi dilakukan untuk meredam keganasan pemainan XI IPS 4 dan untuk mengulur waktu.
Aku harus bisa melakukannya! Akan aku bawa tim ini menuju ke kemenangan! Fahri mengepalkan tangannya.
Tak lama, Fahri berlari mencari celah kosong di antara penjagaan ketat IPS 4.
Raga mulai mengoper ke bagian tengah, Bora yang di tuju. Bora menggiring bola untuk mencari celah yang tepat, pertahanan lawan mulai sedikit merenggang, Ravel dan Nara sudah siap kapan saja untuk membuat serangan.
"Permainan ini sedikit berbeda dari pertandingan sebelumnya! Kita dihadapkan dengan permainan bertahan XI-IPA 2 yang ternyata kokoh! Ini Menakjubkan, pertama kalinya ada kelas IPA yang bisa meredam keagresifan permainan anak-anak IPS! Mari kita bersorak untuk mereka semua!" Jojon masih bersemangat memandu jalannya pertandingan.
Para penonton di tribun kembali bising dengan teriakan dan tepuk tangan. Layar raksasa menunjukkan waktu tinggal lima menit dan itu belum di tambah oleh tambahan waktu.
Raga mengoper kepada Nara, tapi langsung di kembalikan kembali. Pressure dua orang di lakukan oleh IPS 4. Sulit untuk bergerak. Dan hal tersebut hanya di lakukan di bagian sayap-sayap lapangan.
Ini terlalu ketat. Linu tengah mungkin bisa melakukan pergerakan, tapi itu sama dengan kami terjatuh dalam perangkap mereka. Bola akan di rebut cepat dan gol akan kembali tercipta. Itu bukan ide yang bagus. Keluh Raga di dalam hati.
"Berikan bolanya padaku!" Fahri berteriak. Posisinya sangat bebas. IPS 4 baru sadar.
Raga mengoper bola kepadaku dengan cepat. Meskipun begitu, aku dan di bantu Bora—harus bermain oper cepat alias satu dua.
Satu persatu pemain mulai di lewati. Bora mengoperkan kembali bola kepadaku. Ravel berlari, pergerakannya sedikit bebas jadi aku mengoper kepadanya.
Siapa sangka? Ravel ternyata memiliki speed lari yang cepat. Orang yang menjaga Ravel tidak hanya diam, dia terus membayang-bayangi langkah Ravel.
"Tidak mungkin kau bisa menyaingi artis serba bisa sepertiku!" Ravel mengarahkan bola ke belakang kakinya, setelah itu dia lambungkan bola hingga tepat berada dalam jangkauannya.
"Terima ini!" Ravel salto, bola itu menjadi umpan yang sempurna.
Jarak Ravel meskipun dekat garis out, tetap saja menguntungkan, karena telah sejajar dengan kotak penalti.
Penonton perempuan semakin girang karena melihat artis yang terkenal melakukan hal keren seperti tadi.
Fahri berhasil menghentikan umpanan bola dengan dadanya.
Meskipun begitu, dia sekarang di jaga ketat oleh dua sampai tiga pemain lawan.
"Kamu udah bikin nama keluarga kita jelek."
"Adik kamu lebih bagus daripada kamu!"
"Kakak pecundang!"
"Mulai sekarang, kamu bukan Anggota keluarga ini. Dan jangan pernah munculin wajah di hadapan kami."
Fahri mulai gentar. Dia jadi teringat dirinya yang duduk di bangsal rumah sakit sendirian dengan infus yang terpasang di tangannya. Hanya ada kesunyian di sana. Dan saat mengingat hal tersebut, dada Fahri langsung terasa nyeri.
Fokus Fahri menjadi pecah seketika, dia menjadi panik seolah perkataan orang-orang dalam ingatannya tepat berada di dekatnya dan mengatakannya secara langsung.
"Fahri!" Nara berseru dari sebrang kanan lapangan, dia bebas dari penjagaan.
"Lihat ke arah mana kau!" Bola di sleding dengan bersih oleh bel IPS 4, tapi itu membuat Fahri terjatuh.
"Sayang sekali saudara-saudara sekalian. Peluang emas, tapi tidak di manfaatkan baik oleh Fahri, ada apa dengannya?" Jojon berkomentar.
Ada yang tidak beres dengan Fahri. Sepertinya aku perlu bantuan Beben nanti. Sekarang aku harus fokus dengan pertandingan. Aku berbicara dalam hati sembari memperhatikan tingkah Fahri yang berbeda sebelum pertandingan di mulai.
Bola kembali di kuasai oleh IPS 4, kelasku harus bertahan mati-matian kembali.
Menit terus berlalu, tambahan waktu di lakukan. Dua menit. Itu sangat baik untuk timku bertahan sebentar lagi.
Fahri sudah kembali berlari di lapangan, namun di penuhi dengan pikiran yang buruk.
Opta dan Dion bermain satu dua, tiki-taka mereka sulit di cegah bahkan dribble kedua orang tersebut sama bagusnya.
"Serangan cepat lagi-lagi terjadi oleh IPS 4, mereka bermain satu dua, tiki-taka yang sangat indah melewati tiga sampai lima pemain sekaligus."
Kini Opta sepenuhnya menguasai bola dan membawanya ke sudut tepat tendangan sudut di lakukan.
"Ambil ini!" Opta mengumpan lambungkan bola.
Genta dan Deka gagal untuk menghentikan umpanan mematikan tersebut. Hanif menyambut kembali umpanan lambung dari Opta dengan sangat-sangat baik dekat kotak penalti bagian kiri.
Adit bersiap untuk menangkap, menepis atau memukul bola, dia siap untuk melakukan segalanya agar tidak ada gol dan skor masih bertahan satu kosong.
Hanif tidak menyalto bolanya. Setelah bola sampai padanya, dia malah mengoper kepada temannya yang sedang berlari menuju gawang dan sangat bebas bergerak.
"GOL!!! GOL!!! GOL!! GOL!"
"Meskipun gol tercipta, tapi ini adalah gol kedua yang terlama sejauh ini dalam turnamen." Jojon berseru.
Aku mencoba mengatur nafasku yang terengah-engah. Berlari bolak-balik dari ujung lapang ke ujung lagi sangatlah melelahkan. Belum lagi harus terjatuh saat berlari, karena bola yang di rebut.
Fahri yang menyaksikan gol tersebut kemudian merasakan dadanya semakin sakit, tapi berusaha menahannya.
Teman-temanku yang lainnya juga, Beben, Genta, Adit, Raga, Ivan, Deka, Nara, Bora, Ravel, semuanya menghela nafas ada juga yang menggaruk-garuk kepalanya, tapi tidak gatal.
Kami semuanya di penuhi keringat dan mulai di selimuti oleh aura kekalahan yang kuat. Dua kosong menjadi pukulan besar bagi kelasku termasuk mungkin Fahri.
Kick off kembali terjadi, kelasku yang melakukannya, tapi itu sangat singkat.
PRIT! PRIT!!
Babak satu telah usai, kami kembali ke ruang ganti masing-masing dan mulai merencanakan taktik yang baru.
"Gak serangan, gak pertahanan, mereka solid dalam keduanya, sulit sekali jika begini terus." Nara memberi komentar atas babak pertama.
"Apa kita harus sering melakukan long ball?" Tanya Ravel.
"Mungkin itu tidak akan membantu, vel." Jawab Nara.
"Tenangkan diri kalian dulu teman-teman. Ingat kata guru kita, buat yang terbaik, jadi kita tidak perlu harus menang, cukup menyeimbanginya saja." Alex membagikan minuman satu per satu kepadaku dan teman-teman yang lainnya.
"Pakai kartu pilihan duniaku saja, bagaimana?" Ivan memberi usul.
"Kalau begitu, bersiaplah kena cambuk final bos di sekolah." Celetuk Bora.
"Sepertinya ini kesalahan kami di lini belakang yang kurang becus menghadang bola." Raga ikut dalam pembicaraan.
"Tumben banget Lo ikut nimbrung, kisanak kesambet apaan, dah?" Adit mengerutkan dahinya.
"Dalam permainan ini, komunikasi juga penting. Jadi, tidak ada salahnya aku harus ikut dalam pembicaraan strategi."
"Ini semua salahku. Maafkan aku teman-teman. Padahal Nara kosong, kita bisa cetak gol, tapi aku malah bengong." Fahri mengurut kepalanya dengan jempol.
"Jangan salahin diri sendiri, Fahri. Ini permainan tim. Lagipula kita tidak mengalami ketertinggalan skor yang jauh banget kayak kelas IPA yang lain." Alex mencoba menenangkan Fahri.
"Ben, aku ingin minta tolong." Aku menepuk pundak Beben dan berbisik.
"Hah? ngapain lu bisik-bisik? Bicara normal aja bisa kali?"
"Dengarkan aku dulu. Selama pertandingan Fahri jadi aneh." Aku mulai menjelaskan.
"Lu benar. Gua juga ngerasa Fahri makin aneh waktu pertandingan di mulai, apalagi pas udah kebobolan satu kosong." Beben menanggapi penjelasanku.
"Berarti, bukan cuman aku yang merasa aneh."
"Terus, kita harus ngapain?" Tanya Beben.
"Coba baca pikirannya, siapa tahu masalah dalam pikirannya bisa kita Carikan solusi." Usulku.
"Bakal gua coba."
Semua salahku. Aku tidak boleh gagal. Aku tidak boleh gagal. Bahkan timku tidak boleh kalah. (Fahri mulai merasakan sesak kembali di dadanya.)
Beben berhasil membaca pikiran Fahri yang ternyata sedang kacau.
"Fahri sedang menyalahkan dirinya sendiri." Jelas Beben.
"Kenapa dia harus menyalahkan dirinya sendiri?" Tanyaku.
"Ya mana gua tahu, kan lu nyuruh gua untuk nyari tahu dulu, gimana, sih?"
"Kalian lagi bicarain apa?" Dimas tiba-tiba ikut nimbrung percakapanku dan Beben.
SHTT!! pintaku.
Aku menyuruh Dimas mendekatkan telinganya. Aku mulai memberitahu apa yang sedang di kerjakan oleh kami berdua.
"Begitu, ya? Apalagi yang sedang dia pikirkan sekarang?" Tanya Dimas serius.
Aku bukan si gagal..Berikan aku kesempatan lagi. Jangan pergi begitu saja. Aku janji akan. Juara kembali.
Beben membenarkan posisi duduknya lalu memperhatikan Fahri dengan seksama.
Aku harus bisa membawa tim ini menang. Tapi, kenapa ingatan itu, perkataan menyakitkan itu muncul kembali? Aku harus kuat, bahkan dengan kondisi tubuhku yang tidak stabil ini.
Aku memang punya penyakit jantung. Tapi, akan aku buktikan bahwa aku mampu.
"Gua aga gak paham sama perkataan Fahri kali ini. Yang pasti katanya, dia gak boleh gagal. Dan dia maksa banget." Beben meneguk air mineral dalam botol yang di bagikan Alex tadi.
"Maksudnya?" Aku bertanya, bingung.
"Dia maksa nahan penyakit yang dia punya. Jantung. Lalu terakhir tekanan batin dan luka masa lalu kayaknya. 'Jangan pergi begitu saja, akan aku buktikan bahwa aku tidak gagak' kira-kira begitu katanya." Jawab Beben.
"Aku saja yang maju." Dimas berjalan ke arah Fahri lalu menepuk bahunya.
"Bro, kalau punya masalah mending sekarang bilang ke kita, dan jangan pernah merasa paling kuat." Perkataan Dimas membuat semua orang di dalam ruang ganti menoleh ke arahnya.
"Apa maksudmu?" Tanya Fahri.
"Meskipun sulit, coba beritahu kami, ceritakan masalah yang sedang kau alami. Kita tidak akan menikmati permainan, jika kita memikirkan masalah saat melakukannya." Jawab Dimas.
"Ada apaan, ini?" Adit bertanya kepada Genta dan Rino.
"Gak tahu, dengerin aja obrolan mereka." Jawab Genta.
Nara memperhatikan pembicaraan dengan seksama, begitu pula Raga dan Alex.
Deka mendengarkan sembari main game MOBA mode classic biar mudah untuk AFK nantinya.
Reiji? Dia cosplay kapten Tsubasa. Ravel juga malah sambil live.
Bora dan Ivan sekarang sedang bermain kartu. Entah setelah pembicaraan strategi, mereka jadi ingin mengkosongkan pikirannya karena kekalahan. Tapi mereka juga sambil mendengarkan.
Rio tiba-tiba masuk ke dalam ruang ganti kelas.
"Maaf teman-teman, aku gak bisa ikut karena baru selesai nyiptain barang ini." Rio menunjukkan benda mirip tutup botol, tapi bisa melayang?
"Eh, ada apa, ini?" Rio bingung dengan ruangan yang sedang hening.
"Diam dulu saja, Rio." Ujar Nara.
Tanpa di suruh dua kali, Rio akhirnya mengganguk setuju.
Fahri tertunduk, dia pun menghela nafas panjang, tapi saat menarik nafas, sakit luar biasa di rasakan oleh dirinya di bagian dada.
"Juga penyakit yang kau miliki itu. Jangan pernah menanggung semuanya sendiri. Cobalah untuk menceritakannya sedikit kepada tema atau orang yang sangat kau percayai." Tambah Dimas.
"Aku punya penyakit jantung. Dan semua ini berawal saat aku masih SD."
"Oper bolanya, Fahri!" Pinta temannya yang sedang tidak di jaga.
Fahri kecil dengan cepat langsung mengoper bola tersebut kepada temannya, lalu timnya berhasil mencetak gol.
"Kita berhasil."
"Semua ini berkat asistmu." Temannya memuji Fahri.
"Biasa saja." Fahri malu-malu.
Dari tepi lapangan, orang tua Fahri datang untuk menjemputnya. Fahri melambaikan tangan kepada teman-temannya, berpamitan, lalu dengan riang berlari menuju pelukan kedua orang tuanya.
"Kala itu sangat menyenangkan. Aku bermain dengan misi bersenang-senang." Fahri kemudian memegang dada yang terasa sakit.
"Tapi, semua itu berubah ketika adikku lahir dan ayah serta ibuku mulai terobsesi dengan apa itu prestasi dalam olahraga." Lanjut Fahri.
"Orang tuaku kaya dan punya nama besar juga, tapi mereka tidak pernah mengetahui masalah jelas dari Anaknya sendiri, mereka selalu sibuk dan malahan hanya melihatku saat suksesnya saja, tidak pernah juga melihat prosesku, kegagalanku."
"Penyakit ini... padahal di turunkan dari mereka berdua. Tapi tetap saja aku selalu di salahkan ketika gagal..... suatu waktu.... Aku berhasil mengikuti banyak turnamen dan menang... Mereka senang. Namun, justru omongan orang lain mereka dengar." Fahri masih memegang dadanya yang sakit.
"Wah, keluarga Buana tidak di ragukan lagi, anaknya saja sukses begitu."
"Iya, apa jadinya jika anaknya gagal? Aku rasa itu akan buruk bagi nama mereka."
"Sejak saat itu, aku di paksa terus berlatih sampai lelah dan mereka tidak memperdulikan kondisiku. Adikku lahir dan tumbuh menjadi lebih hebat dariku. Perjalananku terus berlanjut hingga salah satu turnamen yang timku ikuti tiba. Timku kalah karena diriku yang tiba-tiba merasakan sakit ini."
"Setelah insiden itu, banyak orang membicarakan keluargaku dan akhirnya mereka malah membuangku. Mencoret namaku dari KK, lalu aku berakhir di rawat oleh nenekku yang sakit-sakitan."
Lenggang lama sekali ruang ganti kelasku. Cerita Fahri membuat kami berpikir dan membuat kami juga khawatir akan kondisinya.
Pertandingan akan segera di mulai beberapa menit lagi, kami masih mencari solusi dari ketertinggalan skor dan juga masalah Fahri.