Irish kembali, membawa dua anak kembar dan luka lama yang telah berubah menjadi kekuatan. Ethan, pria yang dulu mengabaikannya tanpa rasa, kini tak bisa mengalihkan pandangan. Ada yang berbeda dari Irish, keteguhan hatinya, tatapannya, dan terutama... anak-anak itu. Nalurinya berkata mereka adalah anaknya. Tapi setelah semua yang ia lakukan, pantaskah Ethan berharap diberi kesempatan kedua?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maple_Latte, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
EP: 12
Carisa yang sedang dipeluk oleh Ethan di atas panggung memperhatikan Zayn. Setiap tahun, di acara ulang tahun pernikahan mereka, Zayn selalu bersikap seperti ini, tak pernah menutupi perasaannya, selalu menunjukkan tatapan yang jelas.
Di wajah Carisa masih terpancar senyum lembut, tapi di dalam hatinya, ia sudah sangat muak dengan sikap Zayn yang selalu saja sama setiap tahun di acara ulang tahun pernikahannya dengan Ethan, sudah empat tahun, setiap kali harus menenangkan hatinya, dan itu sungguh melelahkan.
Namun Carisa paham, suka atau tidak, ia tetap harus melakukannya, karena hanya Zayn yang bisa melakukan apapun yang dia minta.
Begitu pembacaan sumpah selesai, Carisa turun dari panggung dibantu Ethan.
Mereka seharusnya menyapa para tamu penting setelahnya, tetapi Carisa punya prioritas lain, menemui Zayn.
Ia menoleh pada Ethan dan berkata, “Ethan, aku merasa sedikit lelah. Aku mau ganti baju dulu, lalu istirahat sebentar sebelum kembali menemuimu, ya?”
“Tentu,” sahut Ethan, tersenyum menatapnya. “Kalau kamu capek, benar-benar istirahat saja. Kalau perlu, suruh Zayn memberitahuku.”
Mendengar nama Zayn, Carisa sempat menegang, lalu buru-buru menenangkan diri. “Mungkin Zayn kelelahan setelah mempersiapkan acara ini, jadi dia sudah pulang duluan.”
Ethan mengangguk. “Memang, akhir-akhir ini dia banyak membantu kita. Nanti, kita harus berterima kasih padanya.”
“Tentu,” jawab Carisa, menghela napas lega. “Sekarang kamu temui Dion dan Leon duluan, ya. Aku akan segera menyusul.”
“Baik,” Ethan menatapnya dengan penuh perhatian, lalu membiarkannya pergi ditemani Bibi Yu.
Bibi Yu menuntun Carisa ke ruang ganti mewah, kemudian mengeluarkan gaun rancangan Irish, dan bertanya hati-hati, “Nyonya, apakah Anda mau mengenakan ini?”
Carisa melirik gaun di tangan Bibi Yu. Ia teringat bahwa rancangan itu dibuat Irish yang hanya desainer kelas bawah. Kekesalan Carisa yang sudah menumpuk karena Zayn malah semakin membara saat melihat gaun Itu.
“Siapa namanya?” Carisa mencibir, berusaha mengingat, namun tetap tidak bisa mengingat nama Irish.
Rasa tidak sukanya semakin kuat. Wanita itu pasti berharap aku mengenakan rancangannya supaya terkenal. Betapa liciknya! Hanna juga terlalu polos sampai mau membantu orang seperti itu.
Carisa mendengus. Dia mau menumpang terkenal? Jangan mimpi!
Dengan emosi memuncak, Carisa meraih gaun itu dan melemparkannya ke lantai. Ia menatap Bibi Yu dengan dingin. “Jangan berikan aku baju ini lagi! Ambilkan gaun merah yang dibeli Ethan dari Korea!”
Bibi Yu terkejut, namun langsung menunduk patuh. “Baik, Nyonya.”
Carisa menendang sedikit gaun itu yang sudah tergeletak di lantai, rasa kesalnya sedikit reda.
Tidak lama kemudian, Bibi Yu datang membawa gaun merah bergaya cheongsam berbahan brokat. Gaun itu menonjolkan tubuh ramping Carisa dan menutupi kekurangannya. Warna merah cerahnya membuat kulit Carisa berkilau, dan potongan pinggangnya menambah kesan elegan.
Setelah mengenakan anting dan gelang mahal, Carisa menatap bayangannya di cermin, lalu berkata, “Aku mau keluar sebentar cari udara. Tolong ambilkan mantelnya.”
“Baik, Nyonya,” sahut Bibi Yu, lalu membantu memakaikan mantel pada Carisa.
Carisa menatapnya tajam. “Aku ingin sendiri, jangan ikuti.”
“Tapi…”
Sebelum Bibi Yu selesai bicara, Carisa sudah menatapnya tajam hingga Bibi Yu terdiam. “Baik, Nyonya. Saya menunggu di sini. Mohon hati-hati,” jawabnya akhirnya.
Carisa tidak menanggapi, hanya berjalan keluar dari pintu samping menuju taman belakang.
Di taman belakang, Zayn berdiri membelakangi aula perjamuan, memandang langit malam yang gelap. Angin musim dingin menusuk hingga tulang, menambah rasa sakit di dadanya.
Ia mencintai Carisa terlalu dalam, rela memberikan segalanya untuknya. Namun ia juga manusia, dengan rasa iri, marah, dan keputusasaan, semua itu hanya tentang Carisa.
Karena itu, ia tak pernah puas, tak bisa berhenti mengejar mimpi mustahil bersamanya.
Zayn merasa dirinya begitu menyedihkan, getir, penuh luka yang terus terbuka. Sejak kapan semua ini bermula?
Mungkin sejak mereka kecil.
Dulu, Zayn dan Carisa adalah tetangga di sebuah lingkungan. Meski tidak sedarah, mereka tumbuh dekat.
Zayn masih ingat bagaimana ibunya melarang ia mendekati rumah Carisa, yang dianggap kotor, tak pantas dimasuki siapa pun.
Tapi bagi Zayn kecil, rumah Carisa sama sekali tidak kotor, bahkan ada daya tarik di sana.
Ia juga penasaran pada ibu Carisa yang begitu cantik, bahkan ayahnya sendiri terkadang memandang wanita itu diam-diam. Menurut Zayn, ibu Carisa adalah perempuan tercantik di lingkungan mereka, sementara Carisa kecil hanya duduk di depan rumah, berbaju lusuh, bermain dengan jari-jarinya yang kotor.
Tentu saja, Zayn juga penasaran saat itu. Ada banyak pria yang suka mencari kesempatan datang ke rumah ibu Carisa ketika ayah Carisa tidak di rumah. Padahal rumah mereka sangat sederhana, nyaris tak ada yang menyenangkan di sana.
Suatu hari, Zayn kecil penasaran, diam-diam mendekati rumah Carisa, ingin tahu apa sebenarnya yang dilakukan ibu Carisa bersama para pria itu. Namun sebelum sempat mendekat ke jendela, ia sudah mendengar suara-suara aneh, campur aduk antara lelaki dan perempuan.
Zayn kecil ketakutan, tak paham sama sekali suara apa itu, tapi rasa penasarannya mendorongnya untuk tetap mendekat. Saat itu, Carisa tiba-tiba muncul, berjongkok di bawah jendela, menatapnya dengan mata kosong, dan bertanya pelan, “Apa yang kamu lakukan?”
Zayn terkejut. Dengan wajah panik seperti pencuri ketahuan, ia berbalik dan berlari menjauh. Itulah kalimat pertama yang pernah diucapkan Carisa padanya, dengan wajah tanpa ekspresi, membuat Zayn semakin kebingungan.
Saat dewasa, Zayn akhirnya baru mengerti apa yang sebenarnya terjadi di rumah Carisa waktu itu. Dari cerita Carisa sendiri, Zayn tahu bahwa sejak usia tiga atau empat tahun, setiap kali ibunya membawa seorang pria pulang, Carisa harus duduk di depan pintu rumah, menjadi penjaga kalau-kalau ayahnya yang pemabuk tiba-tiba pulang.
Tapi dulu, Zayn masih sangat kecil dan tak tahu apa-apa. Meski begitu, sejak saat itulah perasaan khususnya terhadap Carisa perlahan mulai tumbuh.
Orangtua Zayn sibuk bekerja, jadi Zayn sering bermain sendiri di depan rumah.
Suatu sore, ibu Carisa datang dengan mengenakan rok merah mencolok, membawa Carisa ke arahnya.
“Zayn, pamannya Carisa sedang pergi jauh, jadi Carisa tidak perlu duduk di depan rumah lagi. Kamu ajak dia main, ya? Nanti Tante beliin kamu es krim.”
Sambil bicara, ibu Carisa mendorong Carisa ke arah Zayn, lalu berjalan masuk ke rumah bersama seorang pria lain, tampak mesra.
Carisa waktu itu sangat dekil, rambutnya berantakan, menatap Zayn dengan ragu dan takut.
Zayn, yang masih bocah polos dan gampang tergoda es krim, langsung mengajak Carisa bermain di halaman rumahnya.
Namun lama-lama Zayn merasa aneh. Kenapa ibu Carisa secantik itu, sementara Carisa selalu kotor dan kusam?
Dengan rasa penasaran, Zayn mencuci wajah dan rambut Carisa. Ia juga mencarikannya gaun peninggalan sepupunya, dan memakaikannya pada Carisa.
Saat Carisa berdiri di depannya dengan gaun bersih itu, Zayn benar-benar terkejut, Carisa cantik, sama cantiknya dengan ibunya.
“Carisa, nanti kalau kamu sudah besar, kamu harus jadi istriku, ya,” kata Zayn polos, lalu memeluk dan mengecup pipi Carisa.
Carisa, yang belum tahu apa-apa, hanya tertawa kecil sambil mengangguk, “Ya, nanti kalau aku besar, aku mau jadi istri Kak Zayn.”
Sejak saat itu, Zayn memanggilnya istriku, istriku, setiap kali mereka bermain bersama.
Tentu saja orangtua Zayn tidak suka mendengar itu. Kalau ketahuan, Zayn pasti dimarahi dan dipukul, dilarang bergaul dengan Carisa. Tapi setiap kali ada makanan enak di rumahnya, Zayn akan tetap diam-diam pergi ke rumah Carisa dan berbisik memanggilnya istriku, istriku. Carisa pun menanggapi manis sambil memanggilnya Kak Zayn, lalu memakan makanan yang Zayn bawakan.
Mereka terus bersama sampai masuk usia sekolah dasar.
Seiring bertambahnya usia, Zayn perlahan paham apa yang sebenarnya dilakukan ibu Carisa, dan itu membuatnya menjauh. Bukan karena ia tidak menyukai Carisa, tetapi rasa gengsi dan harga dirinya sebagai remaja membuatnya tidak sanggup terus dekat dengan gadis dari keluarga yang begitu dicap buruk.
Padahal Carisa tumbuh makin cantik, makin langsing, meskipun tetap berpakaian seadanya, tetap saja jadi gadis tercantik di sekolah.
Carisa, yang sudah remaja, mulai merasakan Zayn menjauh. Dia sadar, Zayn mungkin sama seperti orang lain, memandang rendah dirinya, ayahnya yang pemabuk, dan ibunya yang terkenal buruk.
Carisa pun membenci dirinya sendiri. Dia bertekad belajar keras agar suatu hari bisa meninggalkan tempat itu, menjauh dari lingkungan yang kumuh dan keluarga yang kacau.
Itulah masa di mana pertemuan mereka berkurang drastis.
Sementara itu, orangtua Zayn memulai bisnis kecil dan perlahan jadi makmur. Zayn pun semakin rapi, penampilannya membaik, dan prestasi sekolahnya biasa saja. Tapi dia punya kelebihan lain, dia suka berkelahi.
Di kota kecil seperti itu, anak laki-laki yang nakal dan berani biasanya jadi idola para gadis remaja, bukan anak-anak rajin belajar.
Banyak gadis tertarik padanya. Zayn bahkan mulai berpacaran saat SMP, meski sebenarnya bukan karena cinta, hanya karena sedang ingin pamer dan menegaskan pada Carisa bahwa kesepakatan masa kecil mereka hanyalah lelucon belaka.
Carisa, yang memang lebih dewasa, tidak terlalu terkejut saat mendengar kabar Zayn punya pacar. Dia hanya diam. Dalam hatinya, Carisa tahu Zayn melakukan itu untuk menutupi perasaannya sendiri. Cepat atau lambat, dia akan kembali padaku, pikir Carisa diam-diam.
Hingga akhirnya mereka bersinggungan lagi ketika Zayn duduk di kelas dua SMP. Saat itu, ia pulang sekolah bersama pacarnya, dan mendapati Carisa dikerumuni banyak gadis lain di halaman sekolah.
Zayn sudah pernah dengar bahwa Carisa sering diintimidasi di sekolah. Banyak gadis iri padanya karena kecantikan dan kepintarannya, apalagi dengan latar belakang keluarga Carisa yang dianggap aib.
Dan, di masa kuliah-lah, Carisa bertemu dengan Ethan.
gemessaa lihatnya