"Endria hanya milikku," tekannya dengan manik abu yang menyorot tajam.
***
Sekembalinya ke Indonesia setelah belasan tahun tinggal di Australia, Geswa Ryan Beck tak bisa menahan-nahan keinginannya lagi.
Gadis yang sedari kecil ia awasi dan diincar dari kejauhan tak bisa lepas lagi, sekalipun Endria Ayu Gemintang sudah memiliki calon suami, di mana calon suaminya adalah adik dari Geswa sendiri.
Pria yang nyaris sempurna itu akan melepaskan akal sehatnya hanya untuk menjadikan Endria miliknya seorang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jelitacantp, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Harus dihindari
Sudah mendapat izin Dewangga untuk ke Hongkong dengan catatan mereka tidak menginap alias langsung pulang dan harus naik pesawat komersil, maka malam tadi Endria buru-buru memesan tiket pesawat nonstop dengan wajah cemberut.
Tadi malam ia ingin protes, tetapi tak jadi karena takut ujung-ujungnya mereka berdua tak bisa ke Disneyland.
Dewangga memberi syarat seperti itu sebab ia tak bisa terlalu membebaskan sang putri dan Gatra. Mencegah dari awal lebih baik, dan menurutnya ini adalah keputusan terbaik.
Endria mendapatkan tiket pesawat penerbangan awal, yaitu jam 5 pagi, maka dua jam sebelum keberangkatan Gatra sudah berada di rumahnya untuk menjemput Endria.
Namun, sudah beberapa menit Gatra menunggu di ruang tamu, tapi Endria masih belum siap sebab gadis itu baru bangun dari tidurnya.
Maka Geswa ditemani Dewangga, kedua pria beda generasi itu dengan sabar menunggu Endria, di depannya sudah ada kopi dan beberapa cookies yang terhidang.
"Kesibukan kamu akhir-akhir ini, apa?" tanya Dewangga sekedar basa-basi, guna mencairkan suasana karena Gatra terlihat canggung di depannya.
"Ya, sekedar kerja jadi karyawan biasa sebagai staf IT, Om. Nothing spesial, buat nyari pengalaman aja," jelas Gatra yang membuat Dewangga nampak kaget, karena pria paruh baya itu tidak tahu kalau Gatra mulai kerja dari bawah.
Ya, setahunya kalau Gatra belum mampu memimpin perusahaan, setidaknya kekasih putrinya ini jadi GM juga di kantor.
"Om juga kerjaannya di hotel lancar-lancar aja, kan? Karena kak Geswa sudah banyak banget nemuin karyawan yang korupsi di beberapa hotel sini. Untung mereka tidak dipolisikan, hanya dipecat dan disita hartanya. Benar-benar maruk, sudah digaji tinggi, tapi masih saja mampu mencuri."
Tiba-tiba Gatra membahas kasus korupsi di beberapa hotel, sebenarnya bukan di hotel saja, di beberapa lini usaha lainnya, seperti CBC Bank, CB Entertainment, dan CB motors, bahkan dana Gemintang Scholarship juga ditilap sebagian.
Banyak kasus penggelapan dana, dan pelakunya ada petinggi dan menejer, tapi Geswa lebih memilih membereskannya secara diam-diam karena tak mau ini diberitakan sebab tak ingin mencoreng nama baik perusahaan.
Orang-orang di sini tak bisa dipercaya dan tertolong lagi. Jadi, karena kasus besar tersebut banyak juga karyawan dipecat, pokoknya kali ini Geswa merombak secara besar-besaran struktur perusahaan.
Dewangga benar-benar terkejut setelah mendengar informasi besar dari Gatra. Dia berpikir, kenapa hotel tempatnya kerja belum juga ditindaklanjuti?
"Oh begitu, om tidak tahu. Akhir-akhir ini kerjaan lancar-lancar saja," jawab Dewangga.
Terlihat Gatra menghela napas lega, karena mengira Dewangga tak terlibat kasus korupsi. "Syukurlah, Om."
"Aduh, Gata maafin aku. Aku lagi-lagi lambat bangun," sahut Endria mengakui kesalahannya, setelah hampir setengah jam ditunggu.
"Nggak papa, yang penting kamu dilarang marah-marah kalau kita ketinggalan pesawat," ucap Gatra sedikit candaan.
"Ish!" desis Endria kesal.
Gadis itu berjalan menghampiri Dewangga yang sudah berdiri dari duduknya. "Aku pergi dulu, Yah," pamit Endria lalu mencium punggung tangan Dewangga.
"Ingat kamu jangan nakal, dan langsung pulang sesuai kesepakatan, jangan ingkar, ya?" peringat Dewangga lembut dan Endria membalas dengan anggukan patuh.
"Aku juga pamit, Om," ujar Gatra tak lupa pria itu mencium punggung tangan Dewangga.
Dewangga menepuk-nepuk punggung Gatra. "Hati-hati di jalan, dan jaga baik-baik Endria ya, Nak? Om percaya sama kamu." Dewangga kembali memperingati Gatra.
"Om tenang aja, tanpa disuruh pun aku bakal jagain Endria, makasih karena Om sudah kasih izinnya," balas Gatra dan diangguki oleh Dewangga.
Maka mereka bertiga keluar dari rumah. Dan di depan sana sudah ada sopir syandby di depan mobil, untuk mengantar mereka ke bandara.
Pagi ini jalanan kota Jakarta terhitung sepi, cuma terdapat beberapa motor dan mobil yang melaju, menyebabkan mobil Gatra sampai di bandara tepat waktu.
Karena waktu sudah mepet, dengan begitu setelah mengucapkan kata terima kasih pada sang sopir, Gatra dan Endria buru-buru keluar dari mobil dan terlihat Gatra mengambil alih tas ransel kekasihnya kemudian mereka berlarian masuk sambil berpegangan tangan.
Setelah cek in, tahap selanjutnya ada pemeriksaan keamanan, prosesnya tak terlalu lama sebab Endria dan Gatra tidak membawa barang bawaan yang banyak. Kemudian, mereka berdua menyerahkan paspor ke petugas imigrasi.
Setelah semua prosedur terpenuhi, Gatra mengajak Endria untuk duduk di ruang tunggu sampai pengumuman keberangkatan diumumkan.
Setelah memperlihat dua boarding pass pada petugas, Endria dan Gatra lantas dipersilakan masuk. Namun, yang membuat tak nyaman, ialah, tadi malam gadis itu membeli tiket kelas ekonomi dan tempat duduk mereka juga saling berjauhan. Untung saja waktu penerbangannya singkat, hanya empat sampai lima jam saja, masih aman.
Terlebih dahulu, Gatra membantu mencarikan tempat duduk Endria yang berada di bagian belakang. "Yah kita kepisah deh," keluh Endria sambil mengerucutkan bibirnya ke depan.
Gatra tersenyum seraya mengelus-elus lembut rambut Endria yang terurai indah. "Nggak papa, cuma sebentar kok, aku ke depan lagi, ya?" balas Gatra memberi pengertian, Endria pun balik tersenyum.
Posisi kursinya, Endria paling belakang, maka Gatra di depan sekali.
Satu menit sebelum pesawat lepas landas. Seorang pria dengan pakaian serba hitamnya duduk di samping Endria. Pria itu juga memakai topi dengan masker di wajahnya, serta kaca mata hitam yang bertengger menyembunyikan kedua matanya.
Terlihat misterius, tetapi Endria tak peduli karena gadis itu merasa khawatir dan sedikit takut sesaat setelah ia mendengar pengumuman dari pramugari bahwa pesawat akan lepas landas.
Sebab saat pesawat lepas landas, akan menghasilkan guncangan untuk beberapa waktu itu yang membuat Endria takut, tetapi nekat untuk naik pesawat. Guncangan yang otaknya pikir akan membuat pesawat ini terjatuh.
Lalu tanpa aba-aba dan tak gadis itu sadari, dengan mata yang terpejam kuat, Endria memeluk serta mencengkeram lengan berotot yang berbalut jaket kulit pria di sebelahnya, Endria mencengkeramnya.
Pria itu adalah Geswa, itu sebabnya dia dengan senang hati tanpa protes membiarkan gadisnya mencengkeram lengannya. Bahkan dengan hati-hati dan gerakan lembut, ia mengelus-elus punggung Endria, menenangkan.
"Tenang saja Sayang, kamu baik-baik saja, tidak akan terjadi sesuatu," bisik Geswa dengan suaranya yang soft spoken, menenangkan.
Endria mengenal suara itu.
Lantas tubuh Endria berjengit kaget, setelah mendengar suara penenang dan panggilan sayang dari orang yang ia anggap asing di sampingnya, gadis itu melotot setelah melihat wajah Geswa yang sialnya tampan telah terpampang nyata di depannya.
Berpakaian kasual serba hitam, maskernya sudah ditelantarkan entah ke mana, kedua mata yang selalu menyorot tajam kini melembut. Kepala yang tadi ditutupi topi kini juga dilepas menampilkan rambut pirang sedikit panjang itu berantakan, menambahkan kadar ketampanannya.
"Kenapa Kak Geswa bisa ada di sini?" desisnya marah, ketakutan yang menghampiri tadi langsung melebur setelah melihat pria yang harus dihindarinya.