Tidak ada tanggal sial di kalender tetapi yang namanya ujian pasti akan dialami oleh setiap manusia.
Begitupun juga dengan yang dialami oleh Rara,gadis berusia 21 tahun itu harus menerima kenyataan dihari dimana kekasihnya ketahuan berselingkuh dengan sahabatnya sendiri dan di malam itu pula kesucian dan kehormatannya harus terenggut paksa oleh pria yang sama sekali tidak dikenalnya. Kehidupan Rara dalam sehari berubah 180 derajat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fania Mikaila AzZahrah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 11. Lamaran Sederhana Tapi berkesan
Rara terkejut dan tidak menyangka jika calon ibu mertuanya adalah wanita yang tanpa sengaja ditolongnya dahulu.
“Masya Allah, ini benar-benar diluar dugaan kalau calon menantuku adalah gadis cantik yang baik hati menolong kami ketika mengalami kecelakaan” pujinya.
Semua orang tersenyum bahagia karena ternyata Rara sudah saling kenal dengan calon mertuanya gegara insiden tabrakan tunggal.
“Alhamdulillah berkat bantuannya itulah kami bisa selamat,” ucapnya Bu Ratu yang sedikit melebihkan padahal Rara hanya membantu ala kadarnya.
Rara tersenyum mendengarnya,” ibu terlalu melebih-lebihkan padahal aku hanya sekedar membantu saja banyak bapak-bapak yang membantu ibu dengan Mairah, aku hanya kebagian memberikan air minum saja kok.”
“Jadi Mbak Ratu sudah pernah bertemu dengan putri kami ternyata. Memang dunia selebar daun kelor,” ucapnya Bu Hartati yang tersenyum bahagia.
“Kamu memang cocok dengan putra bungsunya kami, iya kan suamiku?” Tanyanya Bu Ratu yang menatap suaminya yang hanya kebanyakan diam saja dan sesekali tersenyum mendengarkan pembicaraan para ibu-ibu sama halnya dengan Pak Rijal.
“Benar sekali istriku, kami sangat menyukai Nak Rara karena hatinya Nak Rara sungguh sangat baik dan mulia ringan tangan menolong orang lain meski orang itu tidak dikenalnya,” pujinya bapak Nugraha.
Rara semakin dibuat tersipu malu-malu hingga kedua sisi pipinya merona memerah, tatapannya mulai ke mana-mana menghindari kontak mata orang yang melihatnya. Matanya tertunduk ke lantai, ujung bajunya diremas pelan-pelan.
“Kayaknya lamaran kita bakalan diterima kalau begitu bagaimana akhir bulan ini kita adakan ijab kabulnya terlebih dahulu masalah resepsinya nanti setelah tujuh belasan, karena saya sibuk kalau belum tujuh belasan. Bagaimana calon besan apakah kalian setuju dengan apa yang saya usulkan?” Tanyanya Pak Nugraha.
Pak Nugraha yang berprofesi sebagai kepala dinas di kantor pertanian sehingga dia harus pintar-pintar memilih dan mengatur waktu untuk melakukan acara besar-besaran dan mengingat anaknya juga yang bekerja sehingga harus mengatur jadwal mereka agar tidak tabrakan.
“Kami serahkan bagaimana baiknya kepada Mas Nugraha saja. Karena bagi kami akad nikah adalah hal yang paling penting dan utama dibandingkan dengan resepsinya,” balas Pak Rijal.
“Apakah boleh aku meminta nggak usah diadakan acara pesta pernikahan yang besar-besaran sebaiknya biaya yang akan dipakai hajatan ditabung saja untuk masa depan calon anak-anak kami kelak, itupun kalau Om dan tidak Tante menyetujuinya,” usulnya Rara penuh harap.
Rara takut jika dia hamil anak pria yang merudapaksanya dan itu pasti akan mempermalukan kedua belah pihak keluarga besar mereka tentunya.
Pengantin perempuannya hamil besar padahal baru acara resepsi. Bagi Rara itu sama saja dengan melempar kotoran ke wajah mereka karena kesalahan dan dosa terbesarnya.
Cukuplah dia dihina oleh orang lain dan tidak mungkin tega melihat kedua orang tuanya dihina dan dibully karena perbuatannya.
Bu Hartati dan pak Rijal memahami maksud dari penolakan Rara yang meniadakan acara resepsi pernikahan mereka.
Pak Rijal mengusap punggung tangan anaknya, Rara melihat bapaknya yang menganggukkan kepalanya.
“Betul sekali itu Mas Nugraha, mungkin sebaiknya biaya resepsi mereka dipakai untuk bulan madunya anak-anak lebih baik lah kalau menurut saya,” sahut pak Rijal yang membantu putrinya.
“Tanpa mengurangi rasa hormat kami Mbak Ratu, karena mungkin Mbak Ratu mengetahui masalah anak-anak jadi sebaiknya diurungkan saja atau mungkin sebaiknya dibatalkan. Kalau pihak kami sudah tentu tidak akan melaksanakan resepsi hanya syukuran kecil-kecilan setelah akad nikahnya,” imbuhnya Bu Hartati.
Bu Ratu akhirnya memahami maksudnya,” Mas, apa yang mereka katakan benar adanya. Mas kan tahu putra kita juga menolak mendadak resepsi besar-besaran jadi alangkah baiknya kita ikuti perkataan mereka, bagaimana menurut Mas?”
“Baiklah saya tidak membatalkan tapi menundanya sampai tahun depan saja, nggak apa-apa kan Nak Rara kalau ditunda sampai setahun?” Tanyanya Pak Nugraha yang punya alasan khusus untuk menganjurkan hal tersebut.
“Iya Om, aku setuju nggak apa-apa,” balas Rara yang bisa bernafas lega setelah mereka sepakat.
Semua orang tersenyum bersyukur karena acara lamaran malam itu berjalan lancar tanpa ada drama calon mertua dan menantu.
“Telah kita sepakati, seminggu dari sekarang adalah hari ijab qobulnya yang akan dilaksanakan di rumah ini juga masalah mahar dan seserahan diatur saja bagaimana baiknya Mbak,” ujarnya Pak Rijal.
Setelah malam lamaran itu, Rara lebih banyak membatasi diri dan tidak banyak bergaul dengan pria manapun karena dia akan menjadi seorang istri. Tersisa dua hari lagi acara akad nikahnya, ia masih mengajar seperti biasanya.
Dia juga tidak membalas pesan chat pria yang bernama Yudha itu. Padahal akhir-akhir ini sudah cukup dekat dan nyaman bersama dengan teman chattingannya itu.
Rara duduk di balkon kamarnya sambil memandangi bulan yang bersinar terang berbentuk sabit itu.
“Semoga ini adalah awal dari kebahagiaanku ya Allah, Kak Dewangga selamat tinggal semoga kamu bahagia dan berjodoh dengan Hani,” lirihnya.
Air matanya menetes membasahi pipinya ketika dia kembali mengingat kenangan demi kenangan indahnya bersama dengan pria yang masih berstatus kekasihnya karena belum ada kata putus diantara mereka berdua.
Hatinya semakin sakit dan perih ketika kenangan pahit disaat dia melihat Hani dan Dewangga bercumbu mesra layaknya pasangan suami istri tepat di depan matanya.
“Aku sudah memaafkan kalian berdua tapi, bukan berarti aku membenarkan kesalahan kalian berdua. Aku doakan semoga kalian bisa bertaubat nasuha dan tidak akan mengulangi kesalahan yang sama,” cicitnya Rara sambil menyeka dengan kasar air matanya.
Rara masih betah duduk di balkon kamarnya, sesekali terdengar suara isakan tangisannya. Hingga bunyi deringan ponselnya membuyarkan lamunannya malam itu.
Rara mengecek ponselnya yang ternyata dari Bu Ratu calon ibu mertuanya, dia gegas mengusap wajahnya kemudian mengecek hidungnya yang sedikit basah sebelum menggeser tombol hijau di layar ponselnya.
“Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh Bu,” ucap salamnya Rara.
“Waalaikumsalam Nak cantik calon menantunya ibu, besok kamu ada acara nggak?” Tanyanya Bu Ratu.
“Kayaknya nggak ada Bu cuman ke sekolah untuk meminta ijin kalau hari selasa sampai minggu masih cuti, kenapa emangnya Bu?” Tanyanya balik Rara.
Bu Ratu pun menjelaskan kalau calon suaminya memintanya bertemu dan ada banyak hal katanya yang ingin disampaikan, tetapi Rara keheranan dan juga kebingungan kenapa calon suaminya harus menyampaikan kepada mamanya bukan berbicara langsung kepadanya harus melalui perantara terlebih dahulu.
Sambungan teleponnya pun terputus setelah beberapa menit mereka berbicara panjang lebar sepanjang jalan kenangan.
Rara geleng-geleng kepala,” benar-benar anak Mama banget apa-apa harus melalui mamanya dulu.”
Rara berjalan ke arah dalam kamarnya karena cuacanya semakin dingin dikarenakan sudah pukul sepuluh malam malam lewat sedikit.
Rara hendak memejamkan matanya setelah melakukan berbagai treatment perawatan seluruh permukaan kulit dan wajahnya. Tetapi, hpnya yang satu berbunyi pertanda ada pesan chat yang masuk.
“Yudha, apa benar dia adalah keponakannya Bu Ratu berarti sepupunya calon suamiku,” gumamnya Rara tanpa berniat untuk mengangkat telponnya karena menganggap hal itu tidak etis kalau dia akan menikah dengan kakak sepupu dari pria yang selama ini sering menemaninya chatingan.
Karena mungkin sudah kelelahan Yudha mengirimkan pesan chat ke nomornya.
Yudha “Maaf, mungkin malam ini adalah malam terakhir gue hubungi Lo, karena gue akan menikah beberapa hari lagi dengan perempuan yang dijodohkan oleh kedua orang tuaku.”
Rara,” bukannya Lo pernah ngomong kalau Lo masih trauma untuk membina hubungan baru karena pernah disakiti dan dikhianati oleh kekasih yang sangat Lo cintai.”
Yudha “Alhamdulillah gue sudah perlahan-lahan melupakan perempuan yang paling gue benci di dunia ini. Apa Lo tau apa alasannya gue bisa dan sanggup melupakan Keiza?”
Rara mengirimkan stiker dan emoticon kebingungan dan sekaligus keheranan.
Yudha “ karena gue mengenal sosok perempuan yang baik hati dan dewasa walaupun gue nggak tau nama aslinya, bagaimana wajahnya, tinggalnya dimana tapi bagi gue dia perempuan yang spesial yang mampu membantuku melupakan dan mengatasi rasa trauma gue.”
Rara tersenyum terus menerus memperhatikan, memandangi dan membaca pesan chat yang dikirimkan oleh Yudha.
Yudha “Perempuan itu adalah orang yang sedang membaca chat gue ini. Gue mau ucapin makasih banyak karena sudah pernah hadir dalam hidupku dan memberikan warna baru yang indah penuh warna-warni.”
Rara buru-buru mengetik kata balasannya dan raut wajahnya nampak berseri-seri membayangkan Yudha ada di depannya.
Rara “Masya Allah! Masa sih orangnya itu adalah gue? Nggak nyangka banget ternyata ada orang yang beranggapan seperti itu padahal gue ngerasa nggak ngelakuin apapun gitu.”
Yudha mengirimkan emot bahagia,” makasih banyak untuk waktu yang singkat ini. Karena Lo akan menikah gue juga akan mulai kehidupan baru. Mungkin sebaiknya kita akhiri cukup sampai disini karena gue ngga mau menyakiti perasaan hati istriku nantinya. Makasih banyak atas kenyamanan dan kebahagiaan ini meskipun terbilang singkat tapi kalau boleh jujur gue happy banget mengenalmu karena gue memiliki teman curhat.”
Rara tak bosan-bosannya membaca pesan chat itu hingga sesekali ia menguap dan tanpa terasa tidur terlelap dalam keadaan hpnya yang masih on.
23:14 WITA
“Makasih banyak sudah menjadi pendengar setiaku selama ini dan hanya kepadamu gue bisa berbicara terus terang jika gua pernah merupaksa seorang perempuan yang entahlah siapa perempuan itu. Gue sudah cari tahu siapa dia tapi hingga detik ini belum bertemu dengannya.”
23:15 WITA
Yudha “Semoga Lo bahagia dan menjadi keluarga yang sakinah mawadah warahmah hingga kakek nenek.”
23:30 WITA waktu chat Yudha terkirim.
Yudha,” Tapi, kalau suatu saat nanti gue kangen sama Lo ijinkan gue chat Lo hanya sekedar bertanya kabar Lo. Moga suami Lo nggak keberatan, marah ataupun cemburu diakhiri emot tangan terkatup dan diakhiri dengan love dua kali.
Keesokan harinya…
Rara sudah dijalan menuju mall tempat dia bertemu dengan calon suaminya itu. Tepatnya di mall Panakkukang Makassar.
Rara berjalan ke arah dalam mall sambil mengirimkan pesan chat ke nomor calon mertuanya.
“Apa semahal itu kah nomor hpnya sampai-sampai gue nggak bisa tau nomornya!? Emangnya gue mau nikah sama mamanya?” gerutunya Rara.
Rara sebenarnya masih takut memulai hubungan baru serta kenangan buruk itu terkadang datang menghantuinya. Akhir-akhir ini dia sering bermimpi bertemu dengan pria itu, tapi apa yang dialaminya tidak pernah diutarakan kepada orang lain. Rara memendam rasa trauma dan ketakutan itu untuk dirinya sendiri.
Setelah berbicara dengan Bu Ratu, Rara berjalan ke arah bioskop tempat janjiannya dengan calon suaminya itu.
“Ya Allah, apa sih maksudnya sulit banget untuk mengatakan kepadaku nomor hpnya, Katanya ingin memberikan kejutan tapi nggak gini juga kali caranya!” Rara ngedumel sambil berjalan ke arah bioskop.
Rara sudah sampai dan setelah berkeliling mencari sosok pria yang memakai baju berwarna biru langit dan celana jeans hitam.
“Alhamdulillah kayaknya itu orangnya pake topi hitam, baju biru dan celana jeans panjang hitam pula,” cicitnya.
Ia kemudian berjalan ke arah pria yang berdiri membelakanginya yang sedang memperhatikan film apa yang lagi hits dan viral.
“Filmnya Komang kayaknya bagus kita tonton,” ucap Rara.
Pria itu reflek berbalik badan dan keduanya mematung, tubuh mereka tiba-tiba kaku tak bergerak sedikitpun, kedua pasang mata mereka saling beradu pandang.
Mereka sama-sama kesulitan untuk berbicara setelah melihat satu sama lainnya.
Pria itu memperhatikan dengan seksama Rara dan mulai detik itu juga menghubungi nomor teleponnya Rara untuk memastikan dugaannya apakah benar atau salah.
Benda pipih yang ada di dalam genggaman tangannya Rara bergetar sambil berdering.
Rara mengangkat ponselnya dan memperlihatkan layar ponselnya di hadapan pria tersebut.
“Saya Azzahra Elara Sofia calon istri bapak!”
Pria itu terlihat nampak terkaget-kaget dengan fakta baru yang tidak pernah terbayangkan olehnya.
semangat authir 💪💪💪💪💪♥️♥️♥️♥️♥️
peringatan yang cukup bagus author!