!Peringatan!
!Novel Plot-Driven!
Di balik gelapnya malam, sepasang mata merah menyala menatap desa yang damai dengan air liur yang menetes dan membasahi tanah.
Sementara tidak ada yang menyadarinya, puluhan pasang mata lain muncul di belakangnya.
ini bukan kisah seseorang yang berjuang melawan monster-monster yang datang entah dari mana, melainkan kisah bagaimana kumpulan manusia bertahan dari ketakutan yang menjalar hingga puluhan kilometer jauhnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mengare, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kemalangan
"Kemalangan"
Adalah kata yang biasa didengar oleh anggota guild ketika menemui momen yang tidak mereka duga atau kematian yang menyedihkan.
Tidak seperti para pasukan yang bersedia mati demi negara, anggota guild petualang memiliki pemikiran lebih materialistis dan rasional.
Mereka tidak akan mengambil misi yang tidak mungkin bisa mereka selesaikan. Namun, tidak ada yang tahu kapan mereka akan mengalami 'kemalangan' karena memang dia datang tanpa ada agenda.
Bardur seharusnya tahu itu dengan jelas, karena dia adalah seorang ketua guild. Seseorang yang biasa menghadapi ratusan lembaran kertas berisi kematian dan momen tidak terduga petualang-petualang di bawah naungannya.
Seseorang yang seharusnya terbiasa dengan kematian orang yang tidak dia kenal. Glen tidak pernah menyangka sosok yang dia kenal paling tidak peduli dengan orang disekitarnya, justru marah besar setelah melihat kematian rekannya.
Orang-orang seperti dipecundangi oleh Bardur yang tidak pernah berpikir saat bicara dengan sikap penuh tekatnya.
Glen berfikir demikian karena guild harus sedingin itu pada kematian petualang, setidaknya itulah yang dia pikirkan dulu, sebelum melihat kemarahan Bardur secara langsung.
#####
Bardur bukanlah pengguna aura, sehingga tidak ada aura apapun disekitarnya.
Namun,
Hanya dengan tatapan mata dan getaran tanah saja sudah menunjukkan seberapa kuat dirinya tanpa aura.
Orang-orang yang terlempar di belakangnya terpaku dengan pemandangan Bardur, dia mengangkat tanah ke udara dan memecah bongkahan-bongkahan itu menjadi kepingan-kepingan kecil.
Sihir Tanah?
Bukan.
Itu adalah telekenesis.
"Ti— tidak mungkin.. Apa benar sihir telekenesis bisa sehebat ini?" Gumam salah seorang anggota kuil yang terbengong.
Bayangan-bayangan serigala mata enam mengalihkan perhatian mereka pada Bardur dan bergerak bersamaan ke arahnya.
Bardur tidak gentar dengan serbuan bayangan serigala mata enam yang jauh lebih besar darinya. Dia mengangkat ratusan bongkahan tanah tinggi dan terus memecahkannya.
Ada sekitar 4 ekor bayangan yang mendekat padanya. Bardur tidak melemparkan pecahan-pecahan tanah itu, dia menjatuhkan begitu saja ke tanah dan membuat kepulan asap tebal dari tanah.
satu bayangan serigala mata enam menembus kepulan itu, disusul bayangan yang lain. Dia berlari dengan cepat di saat suara lenguhan kesakitan terdengar di belakangnya.
Serigala itu terus berjalan dan melompat hingga sampai di ujung kepulan tanah Di sana, Bardur menyambutnya dengan tangan kosong, dia menggenggam taring serigala itu dan memelintir kepalanya.
Serigala itu terjerembab ke tanah dengan tidak berdaya.
Pemandangan ini membuat orang-orang yang sebelumnya ingin protes benar-benar terdiam tanpa bisa berkata-kata.
Bayangan serigala besar dan cepat yang tidak bisa mereka hadapi berkelompok, dapat dengan mudah di atasi oleh Bardur hanya dengan tangan kosong.
Tapi itu baru awalannya saja.
Saat angin meniup pergi kepulan tanah, terlihat 3 bayangan yang lain tersungkur dengan bagian tubuh yang entah bagaimana tidak utuh.
Bardur menarik Glen yang berdiri tak jauh darinya dengan telekenesis, Glen tersentak dan kesulitan bernafas oleh tarikan mendadak itu.
Dia menunduk dan terbatuk-batuk, tapi Bardur tidak peduli dan menarik kera bajunya — dia mendekatkan kepala Glen dengan kasar.
"Lihat ke depan.. dan hitung berapa banyak orang yang mati!" perintah Bardur dengan suara serak dan terdengar berat.
Glen melirik sekilas dan berkata dengan suara terpekik, "se- sepuluh ... ada sepuluh orang dari pihak kita yang tewas ..."
Bardur menggeram, dia menoleh kebelakang nya dan menghardik mereka, "dasar tidak berguna! Bagaimana bisa sampai sebanyak itu?! Mana harga diri kalian, ha?!"
Orang-orang yang terkapar itu hanya bisa menunduk, mereka mau tidak mau harus mengakuinya - mereka lemah - meski dalam hati tidak rela.
Kepalan tangan mereka menguat, mereka ingin membantah dan menunjukkan diri mereka berguna, tapi di depan kekuatan absolut, apa yang bisa mereka lakukan?
Baldur melihat mereka dengan penuh kekesalan dan mengangkat salah satu dari mereka tinggi-tinggi. Dia memberikan instruksi, "Jika kalian ingin berguna, jangan hanya termenung saja, dasar sampah! Bukankah kalian punya sihir? jika punya keluarkan sihir dasar kalian apapun itu."
"Dan lihat bagaimana seorang master sesungguhnya 'berkerja!'"
Bardur menatap tajam mereka hingga merinding saat kata terakhir ditekankan.
Mereka segera berdiri dan mengeluarkan sihir dasar mereka dari api, es, petir, dan air. Mereka membentuk elemen-elemen sihir ini menjadi bola-bola kecil.
Bardur menjatuhkan orang yang dia angkat dan kembali fokus ke depan, semua bayangan yang dia bunuh telah kembali seperti semula termasuk yang ada di sampingnya.
Bardur menutup mata, dia menggertakkan sihir-sihir dasar itu menjadi untaian kecil layaknya benang.
Total ada sekitar 14 - 17 untaian yang tergerai di udara, untaian itu bergerak dengan cepat ke arah serigala di samping Bardur dan membelah tubuh bayangan yang agak transparan itu dengan mudah.
Bardur kembali membuka matanya, dia menunduk dan fokus pada kepulan kabut yang bergerak tidak wajar.
Di sana ada seorang prajurit yang sedang berjuang dengan satu memegang pedang dan satu tangan yang lain tidak dapat dia gunakan karena patah.
Dia mengerang keras dan maju ke arah bayangan itu, tapi sang bayangan bergerak dengan cepat ke sampingnya dan nyaris menerkam lehernya.
Sebuah untaian petir menarik leher bayangan serigala itu. Bayangan itu tersedak dan melihat dari mana untaian itu berasal. Dia mendapati untaian itu datang dari balik kabut yang dia sendiri tidak dapat lihat.
Dia tertarik dengan cepat sambil merasakan sengatan petir yang menyiksanya, serigala itu mengerang kesakitan tak henti-henti.
Dia di seret sampai pada bayangan-bayangan lain yang telah diikat menjadi satu.
Seluruh orang yang menyaksikan itu semakin terpukau dengan keahlian Bardur. Dia mengendalikan bebas untaian dari sihir mereka dan membuatnya menjadi benang tipis yang sangat kuat.
Di tambah, Bardur dapat menarik satu ekor bayangan dari balik kabut yang tebal sambil menunggu 2 untaian lain yang memanjang ke arah lain.
2 untaian itu berhasil menangkap 2 ekor bayangan serigala mata enam, dia menggabungkan mereka dan mengikatnya menjadi satu.
Saat semua bayangan telah terkumpul Bardur melancarkan jurusnya,
'Teknik Sangkar Kematian'
Sebuah teknik telekenesis dengan menggunakan sedikit konsumsi mana, memanfaatkan benda sekitar menjadi untaian tipis yang digerakkan dengan cepat hingga menyayat -nyayat tubuh targetnya di dalam ikatan layaknya sangkar itu.
Untaian itu semakin kuat dengan sihir elemental dari orang-orang di belakangnya, sihir mereka seakan semakin kuat di bawah kendali Bardur.
Hingga dapat memotong-motong tubuh bayangan serigala menjadi beberapa bagian yang segera menyatu dan kembali dengan cepat.
Mereka hancur entah karena panas api, serpihan tajam es, aliran petir, atau sayatan air yang bergerak cepat.
Bardur tidak berhenti di sana, dia mengorek tanah perlahan dan membuat lubang tepat di bawah 'sangkar' itu.
Prosesnya lambat tapi pasti — menggali semakin dalam tanah itu.
#####
Sementara di sisi lain,
Hayako dan Tetua Jaka menyadari hadiran Baldur dalam pertarungan mereka, memantik semangat mereka untuk lebih membara.
Hayako menjadi jauh lebih kuat dan agresif setelah melepaskan kekuatan terpendamnya, dia bergerak dengan cepat ke arah Serigala Mata Enam.
Pergerakan mereka sangat cepat sampai menimbulkan efek ledakan acak di sekitar area pertarungan.
Tetua Jaka memperhatikan dengan seksama, menunggu saatnya dia beraksi.
Hayako memutar dan mengayunkan Golok raksasanya, dia dengan cepat mengubah posisi senjata itu dari tangan kiri ke kanan dan menebas satu mata Serigala Mata Enam.
Sang serigala telah kehilangan dua mata dan menyisakan 4 mata yang lain, tapi sebelum dia bisa membalas tetua Jaka datang dari samping dan memukulnya dengan keras.
Serigala mata enam terdorong mundur tapi dia tidak menyerah, dia melompat ke atas dan menyerap kabut hitam di atasnya.
"Gawat!" ujar Tetua Jaka
Tetua Jaka segera ikut naik tapi semuanya telah terlambat, sang serigala menerjangbya saat jatuh dan menghantamkan tubuh tua itu ke tanah.
Tetua Jaka diterjang hingga tanah yang ditabraknya hancur lebur dan terangkat ke atas.
Hayako semakin marah dan melepaskan energi yang lebih besar, dia menusukkan goloknya ke depan.
Golok itu kembali mengenai mata sang serigala tapi tidak dapat menembusnya.
Serigala mata enam mundur dan mantap tajam Hayako, keduanya seperti menunjukkan sisi terkuat mereka.
Serigala mata enam dilapisi energi hitam yang melapisi tubuhnya dengan armor hitam sementara aura Hayako yang bersinar membuatnya terlihat seperti seorang dewi yang terluka.
Keduanya sama-sama melesat dan saling mengadu kekuatan.
Dentuman energi mereka membuat hembusan angin kuat hingga sampai ke tempat Bardur yang terpaksa harus menutup satu matanya sementara orang-orang dibelakangnya malah ada yang terseret oleh hembusan itu.
Hayako dan Serigala Mata Enam tidak berhenti di sana, mereka kembali beradu serangan. Meski gerakan mereka dapat dilihat oleh mata tapi dampak serangannya mengerikan.
Mereka seperti menciptakan badai angin dan membongkar tanah dari jarak sekitar 20 kaki dari mereka.
Tetua Jaka duduk dengan susah payah sambil menepuk-nepuk punggungnya yang terasa ngilu, rambutnya yang tergerai tampak melambung mengikuti arah angin.
Dia melihat pertarungan intens Hayako dan Serigala Mata Enam dan berkomentar sinis, "sepertinya aku sudah terlalu tua untuk ini. Apa aku cari murid lagi saja, ya?"
Mereka imbang sampai sebuah halilintar besar menyambar ke langit, di susul cahaya ungu terang yang menjulang tinggi layaknya pilar langit.
Bahkan, Arnold Ambler yang berjarak puluhan mil dapat melihat penampakan ini dari kejauhan. Dia berdecak kesal dan bertanya pada bawahan di sampingnya, "berapa lama lagi kita akan sampai?"
Bawahan itu menjawab, "2 hari lagi, tuan"
"Apa tidak bisa lebih cepat?!"
"Bahkan jika anda bergerak sendirian ke sana sekalipun, tidak akan kurang dari 2 hari satu malam."
Arnold Ambler mengeratkan genggaman tali kudanya, mata tajamnya tampak diliputi kekhawatiran.
Halilintar itu juga dapat di lihat oleh orang-orang di pengungsian, mereka semua berteriak histeris dan berusaha bertanya pada penjaga.
Para penjaga yang juga kebingungan membuat mereka semakin frustasi dan berusaha menembus barikade karung tanah dengan paksa.
Mereka berhimpitan hingga ada beberapa dari mereka yang terjatuh dan ada yang hampir terseret.
Danu dan Klara memeluk erat ibu mereka - takut kalau kerumunan itu ikut menyeret tubuh kecil mereka.
Tuan Senja menarik seorang gadis kecil yang nyaris terinjak-injak, dia menatap tajam ke arah kerumunan dan berteriak dengan lantang,
"semuanya diam...!!"
Mereka semua jatuh bersamaan dan merasa tubuh mereka di tekan oleh sesuatu yang tidak terlihat, Tetua Jarwo yang semula berjaga di luar segera masuk saat mendengar keributan di dalam dan hanya mendapati para pengungsi terduduk ketakutan di hadapan Tuan Senja yang berdiri tegak dengan wajah marah.
Nyonya Cendana, Nyonya Vivi, dan orang-yang tidak ikut kerumunan tidak terlalu ketakutan dan lebih ke terkejut, kecuali Klara yang gemetar ketakutan.
Dia dapat melihat dengan jelas, sebuah energi aneh yang kuat menekan orang-orang itu.
Tapi, sebenarnya dari mana halilintar dan pilar cahaya itu berasal ?
#####
pilar dan halilintar itu berasal dari portal yang menampakkan siluet seorang dengan baju zirah yang tengah duduk di atas singgasana yang besar dan megah.
Dia duduk tegak dengan sepasang mata menyala ungu dan hijau secara bergantian.
hebat Thor, teruskan/Heart/