Reina, seorang siswi yang meninggal karena menjadi korban buly dari teman temannya.
Di ujung nafasnya dia berdoa, memohon kepada Tuhan untuk memberikan dia kesempatan kedua, agar dia bisa membalas dendam pada orang orang yang telah berbuat jahat padanya.
Siapa sangka ternyata keinginan itu terkabul,
dan pembalasan pun di mulai.
Tetapi ternyata, membalas dendam tidak membuatnya merasa puas.
Tidak membuat hatinya merasa damai.
Lalu apa yang sebenarnya diinginkan oleh hatinya?
Ikuti kisahnya dalam
PEMBALASAN DI KEHIDUPAN KEDUA
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Mia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
33
Bel istirahat berdentang nyaring, menandakan berakhirnya pelajaran Matematika yang cukup menguras otak. Termasuk bagi Reina. Meskipun dia adalah salah satu siswi terpandai. Nyatanya ketidakhadiran Baim beberapa hari cukup membuat konsentrasi nya terganggu. Reina menghela napas lega, merapikan buku-bukunya ke dalam tas.
Dengan langkah gontai, Reina berjalan menuju kantin. Sesampainya di sana, Reina mengamati ruangan yang ramai. Bau wangi makanan dan suara riuh siswa-siswi memenuhi udara. Ia berjalan menuju sudut ruangan, meja kecil yang menawarkan sedikit privasi di tengah keramaian. Tempat yang biasanya menjadi favoritnya dan Baim.
Reina menarik kursi dan duduk, meletakkan tasnya di atas meja. Ia menatap kosong ke arah luar jendela, memperhatikan siswa-siswi lain yang berlalu lalang. Pikirannya melayang kembali pada.mimpinya semalam. Juga tentang ingatan masa lalu semasa dirinya masih berwujud prajurit Hera.
Suara langkah kaki mendekat menyadarkan Reina dari lamunannya. Ia mendongak, melihat lima orang menghampirinya. Wajah-wajah yang dikenalnya, anggota geng Starla. Mereka tersenyum manis, namun Reina tahu senyum itu palsu.
"Reina," sapa salah satu dari mereka, nada suaranya dibuat seramah mungkin. "Sendirian saja?"
Reina menatap mereka tajam, jantungnya berdebar sedikit lebih cepat. Rasa benci yang selalu datang tiap Ia mengingat kekejaman mereka di masa lalu. Namun, Reina melihat Starla berdiri tak jauh di belakang mereka dengan tangan terkepal, matanya menyiratkan amarah yang terpendam.
Reina tahu. Mereka, teman-teman Starla itu tidak tulus mendekati dirinya. Ada pamrih yang ingin mereka raih. Tapi, jika berpura-pura berteman dengan mereka bisa membuat Starla semakin terbakar cemburu, ia akan dengan senang hati melakukannya. "Iya," jawabnya singkat, berusaha menjaga ketenangan.
"Lagi galau ya?" ucap yang lain, mendekat dan menarik kursi di depannya. Mereka duduk mengelilinginya, membentuk lingkaran seolah mereka telah benar-benar akrab. “Apa tuan muda Ibrahim masih tidak masuk?”
Rupanya ini bukan hanya tentang dirinya, tapi juga tentang Baim. Tuan muda dengan sejuta pesona itu menjadi magnet bagi mereka untuk mendekatinya. Reina berusaha untuk tetap tenang, meskipun dadanya terasa penuh sesak oleh rasa muak "Tidak," jawabnya datar. "Kenapa kalian kesini?"
"Hanya ingin ngobrol," kata yang ketiga, tersenyum palsu. "Kita kan teman."
Reina tertawa kecil, suaranya terdengar getir penuh cemooh. "Teman? Sejak kapan?”
“Jangan gitu dong, Rei. Yang terjadi di masa lalu adalah kesalahan kami, kami menyadarinya dan sekarang kami ingin berteman denganmu.” Sonia mencoba ingin mengambil hati Reina.
“Iya itu benar, Rei. Sekarang, bisa kan kita berteman?” Rani ikut menimpali.
Reina menatap mereka berlima, lalu beralih pada Starla yang berdiri tak jauh di belakang mereka.
Siska mendongak mengikuti arah pandang Reina. Ada Starla yang berdiri tepat di belakangnya. Lalu kembali menatap ke arah Reina. “Jangan khawatirkan tentang dia. Mau tidak mau dia tetap akan menerima. Jika tidak dia boleh memilih pergi.”
Reina tersenyum penuh kemenangan. Ucapan Siska pasti adalah sebuah tamparan bagi Starla di mana kini dirinya tak lagi dianggap penting.
Tangan Starla terkepal makin erat. Matanya melotot tajam. Gigi- gigi gerahamnya saling beradu. “Rubah jalang ini. Bukan hanya kasih sayang mama dan papa, bahkan teman-temanku pun ingin dikuasainya. Aku tidak akan membiarkannya! Apa dia pikir, dia bisa merebut segalanya dariku?"
Reina menatap ke arah Starla, sorot matanya sarat ejekan. Dan Starla menyadari itu.
Salah satu anggota geng Starla, yang dulunya termasuk salah satu yang sangat patuh, menatap tajam ke arah Starla. "Udah deh Star. Kamu nggak perlu cari ribut disini. Buruan cari tempat duduk. Atau kalau kamu tidak mau duduk, kamu boleh pergi. Jangan bersikap tidak sopan dengan berdiri di depan Reina!”
Reina berdecak dalam hati. Ternyata harta dan kekuasaan tetap memiliki posisi dan pengaruh tertinggi.
Starla menatap Reina dengan tatapan penuh kebencian, lalu berbalik dan pergi, meninggalkan teman-temannya. Ia tidak Sudi jika harus takluk menundukkan kepala dihadapan Reina.
Starla menoleh ke kiri dan ke kanan ketika dia telah sampai di toilet lalu mengambil ponsel yang tersimpan di sakunya.
“Apa semua sudah siap?”
“[... …]”
“Pastikan jangan sampai gagal. Atau kalian akan tahu akibatnya!” Starla menutup ponselnya selalu menyeringai licik. Matanya berkilat penuh dendam.
“Setelah hari ini. Yang ada tentangmu hanya pandangan buruk. Seluruh dunia akan mencemooh dan menghina mu."
***
Sementara itu
Ruang kerja yang luas dan modern. Layar komputer besar menampilkan kode-kode program yang rumit. Baim, duduk di kursi kerja ergonomis berwarna hitam, menatap layar komputer di hadapannya dengan rahang mengeras membuat wajah tampannya terlihat tegang.
Beberapa saat yang lalu, Baim hampir berangkat ke sekolah. Namun, firasat buruk menyerang pikirannya. Ia merasa ada sesuatu yang akan menimpa Reina.
Ia kembali masuk ke dalam rumah dan langsung menuju ruang kerjanya. Pikirannya berputar cepat, mencoba mencari penyebab firasat buruk itu.
"Apakah ini ada kaitanya dengan Sena?"
Dengan kemampuan meretas yang mumpuni, ia kemudian meretas ponsel Sena, tetapi sama sekali tak menemukan apapun yang mencurigakan.
Pikirannya beralih pada Reina yang saat ini tinggal di rumah keluarga Adiguna. Hingga ia menyimpulkan bahwa sesuatu itu mungkin berkaitan dengan Starla.
Baim dengan cepat mengakses ponsel Starla. Jari-jarinya menari di atas keyboard, mengetik kode-kode program dengan cepat dan tepat.
Beberapa saat kemudian, wajah Baim semakin tegang. Ia mendapati bukti-bukti yang menunjukkan rencana jahat Starla untuk mencelakai Reina.
Layar komputer menampilkan percakapan Starla dengan seorang pria yang merencanakan untuk mencelakai Reina.
Baim mencengkeram mouse komputer dengan erat. Ia merasa marah dengan perilaku Starla. Ia tidak pernah menyangka bahwa Starla masih belum ingin berhenti untuk mencelakai Reina. Baim segera beralih mengakses nomor milik lawan bicara starla, meretas, dan mencari tahu titik lokasi.
“Kurang ajar!” mata Baim berkilat merah. Amarahnya mencapai ubun-ubun. Tetapi ia segera bisa mengendalikannya. Yang terpenting sekarang, Ia harus menghentikan rencana jahat Starla sebelum terlambat. Ia harus melindungi Reina.
Baim dengan cepat menyimpan apa yang terlihat oleh matanya ke dalam otak. Ia sendiri yang akan turun tangan memberikan hukuman yang setimpal untuk orang-orang itu. “Setelah hari ini, kalian hanya akan bisa bicara pada Tuhan.”
Baim membuka ponselnya, dia harus menghubungi Reina agar gadisnya itu waspada.
“Halo… Im. Kenapa Kamu ti... …?”
“Diam dan dengarkan!” Baim memotong ucapan Reina yang belum selesai. “Starla berniat mencelakai mu. Jangan pulang bersama sopir, Aku yang akan menjemputmu!” ucapnya tegas.
Sementara itu di posisinya, Reina mengerutkan rekening mendengar ucapan Baim. Gadis itu lalu menutup panggilan. Mungkin Baim tidak ingin suaranya didengar orang lain maka dia akan bicara lewat pesan singkat.
“Aku akan tetap pulang bersama sopir. Aku tidak akan lari. Justru aku ingin membalikkan keadaan. Aku belum pernah membalas dendam dengan benar. Kali ini aku akan melakukannya.”
Terkirim, dan segera berubah menjadi centang dua berwarna biru.
Baim merasa ingin marah karena Reina tidak menurut. Apa Gadis itu tidak tahu kalau dirinya sedang benar-benar cemas?
Tanpa dia tahu, dalam tubuh gadis itu saat ini bukan lagi jiwa Reina yang lemah. Melainkan prajurit Hera yang perkasa. Mendengus kesal, tapi Baim juga tidak ingin melarang. Apapun itu, yang menjadi keinginan Reina harus terpenuhi.
“Aku akan bersamamu!”
siapa mereka torrr
syarat... /Drowsy//Drowsy//Drowsy/