NovelToon NovelToon
Hadiah Terakhir Dari Ayah

Hadiah Terakhir Dari Ayah

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintamanis / Cinta setelah menikah / Keluarga / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:628
Nilai: 5
Nama Author: GoodHand

Desa Tirto Wening adalah sebuah desa yang ada di pelosok sebuah wilayah Kabupaten. Dipimpin oleh seorang pemimpin berdarah biru yang merupakan keturunan bangsawan keraton, desa itu terkenal dengan kemakmuran warganya.

Mahesa Narendra, pria tampan yang di gadang - gadang akan menjadi penerus kepemimpinan sang Ayah di Desa Tirto Wening, di minta untuk menikahi seorang gadis, putri dari sahabat Ayahnya.

Pak Suteja, sahabat sang Ayah, meminta Raden Mas Mahesa untuk menikahi putrinya yang bernama Anaya Tunggadewi. Semua itu Pak Suteja lakukan untuk melindungi putri semata wayangnya dari keluarga yang sedang memperebutkan harta waris.

Bagaimanakah romansa di antara keduanya?
akankah mereka berdua hidup bahagia?
apakah Anaya akan betah tinggal bersama suaminya di desa?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon GoodHand, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

17. Lomba Pacu Kuda

"Raden Mas kenapa sekarang jadi manja banget gini?." Tanya Raden Ajeng Meshwa yang tak habis pikir dengan tingkah kakak tertuanya.

Pria yang biasanya begitu mandiri, tak kenal sakit, bahkan begitu tegas dan garang itu tiba - tiba berubah menjadi pria yang sangat manja.

"Cuma Raden Ayu yang bisa ngerubah Singa ini jadi kucing." Imbuh Raden Ajeng Meshwa.

"Gak apa - apa, Raden Ajeng. Selama manjanya denganku, bukan wanita lain." Jawab Anaya sambil menyuapi Raden Mas Mahesa.

"Cuma luka kayak gini, Raden Mas. Kenapa pake minta di suapin segala makannya." Omel Raden Ajeng lagi.

"Berisik banget! Mending kamu cepetan makan Dek Ajeng, sebelum aku suruh pulang tanpa nyicipin masakan istriku." Ancam Raden Mas Mahesa.

Mendapat ancaman seperti itu, tentu saja Raden Ajeng Meshwa langsung mengambil makanan yang ada di meja makan dan mulai menikmati masakan kakak iparnya.

"Pokoknya setiap hari aku mau makan di sini. Raden Ayu harus kabarin aku setiap Raden Ayu masak." Ujar Raden Ajeng Meshwa yang ketagihan dengan masakan iparnya.

"Bayar!. Bayar bahan masakan sama tenaga istriku." Sergah Raden Mas Mahesa.

"Astaghfirullah, punya kakak kok pelit banget." Gerutu Raden Ajeng Meshwa yang melotot tak percaya dengan ucapan kakaknya.

"Sudah - sudah, kalian kalo gak berantem sehari aja kenapa sih? Pada gatel mulutnya?." Omel Anaya pada kakak beradik di hadapannya.

"Raden Mas juga, adiknya cuma mau makan masakanku aja kenapa gak boleh sih? Lagian ya kalo gak ada Raden Ajeng, aku bakal kesepian karna di tinggal Raden Mas kerja ngurus desa dan ngurus pabrik tiap hari." Anaya melanjutkan omelannya.

"Iya - iya. Maaf ya, Sayangku. Uluh - uluh -uluh, jangan marah - marah gitu, nanti cantiknya di ambil kuyang." Bujuk Raden Mas Mahesa sambil mengusap - usap wajah istrinya.

Tentu saja hal itu membuat Raden Ajeng Meshwa tertawa geli melihat bagaimana cara Raden Mas Mahesa membujuk sang istri yang sedang mengomelinya.

"Raden Ayu beneran mau ikut pacu kuda?." Tanya Raden Ajeng di sela - sela makan mereka.

"Iya. Kudanya juga sudah di siapkan kata Raden Mas." Jawab Anaya.

"Raden Mas ketempelan demit mana, kok tiba - tiba ngizinin? Kemarin aja gak ngizinin sama sekali." Tanya Raden Ajeng Meshwa.

"Di paksa Raden Ayu. Katanya biar dapet pahala besar karna nyenengin istri." Jawab Raden Mas Mahesa yang membuat Raden Ajeng Meshwa menyemburkan tawa.

"Jadi Raden Mas gak ikut dong? Kan Bana di pakai Raden Ayu." Tanya Raden Ajeng Meshwa.

"Iya, lagian tanganku juga masih sakit. Aku juga ngasih kamu dan Raden Madana untuk mencicipi rasanya menang pacuan kuda." Jawab Raden Mas Mahesa.

"Hish, sombong! Baru juga menang beberapa kali." Cicit Raden Ajeng Meshwa dengan tatapan sinis.

Setelah makan siang, mereka segera menuju ke kediaman Kanjeng Gusti karna kuda mereka sudah di bawa ke sana. Lomba pacuan kuda sendiri akan dimulai pukul dua siang.

"Pakai pakaian berkuda, Dek Ayu. Supaya lebih aman." Ujar Raden Mas Mahesa yang membantu persiapan istrinya siang itu, sebelum berangkat ke lokasi lomba.

"Memangnya gak apa - apa? Peserta lain gak ada yang pakai pakaian berkuda." Jawab Anaya.

"Gak apa - apa, demi keamanan. Raden Madana dan Raden Ajeng Meshwa juga pakai kok." Kata Raden Mas Mahesa.

Anaya pun menurut perintah suaminya. Ia segera berganti pakaian dengan pakaian berkuda lengkap dengan alat pengamannya.

"Bana! Baik - baik, ya. Aku titip istriku." Ujar Raden Mas Mahesa sambil mengusap - usap kepala kuda kesayangannya.

"Hati - hati ya, Dek Ayu. Aku gak bisa menjaga dari dekat." Pesan Raden Mas Mahesa.

"Cuma mau pacuan kuda di sawah, Raden Mas. Raden Ayu gak mau perang." Celetuk Raden Madana.

Mereka kemudian berangkat bersama - sama ke sawah yang menjadi arena pacuan kuda di gelar. Suasana di sana begitu ramai dengan peserta dan penonton yang nampak memadati lokasi.

Raden Mas Mahesa nampak menelisik setiap kuda yang ada di sana. Kedatangan keluarga Kanjeng Gusti tentu menarik perhatian. Terutama Bana, kuda gagah yang selalu menjadi juara setiap pacuan kuda di gelar di desa Tirto Wening.

Perlombaan pun di mulai. Semua orang yang ada di sana tampak sangat antusias, termasuk keluarga Kanjeng Gusti. Putaran demi putaran lomba pacuan kuda itu berlangsung.

Kini tiba giliran Anaya dan Bana turun dalam lomba. Raden Mas Mahesa membantu istrinya mempersiapkan diri.

"Hati - hati ya, Dek Ayu." Raden Mas Mahesa mengecup dahi istrinya sebelum memakaikan helm dan membantu istrinya naik ke atas kuda.

Hal itu tentu saja membuat para penonton bersorak, melihat kemesraan Raden Mas Mahesa dan Raden Ayu Anaya.

"Bana, aku titip Raden Ayu. Bawa dia menjadi juara." Pesan Raden Mas Mahesa sambil menepuk - nepuk leher kudanya.

Tak ada kesulitan yang di alami Anaya saat melawan beberapa kuda lain di putaran pertama. Dengan ketangguhan Bana, tentu saja Anaya lolos dalam putaran pertama.

Beberapa putaran selanjutnya pun sama, Anaya dan Bana berhasil lolos dan masuk ke babak final. Di babak final, Anaya berhadapan dengan Raden Madana juga lima orang warga lain.

"Sudah, mengalah saja Raden Ayu." Ujar Raden Madana sambil tertawa.

"Mimpimu, Raden." Jawab Anaya yang tak mau kalah. Ia sendiri adalah satu - satunya wanita yang masuk ke babak final.

Berbeda dari babak penyisihan, pada babak final, mereka harus melewati beberapa rintangan dari papan yang sudah di siapkan. Tak hanya itu, mereka harus melewatinya sebanyak dua kali putaran sebelum menuju ke garis finish.

Raden Mas Mahesa tampak harap - harap cemas saat melihat istrinya sudah bersiap di atas kudanya. Anaya sempat melambaikan tangan ke arah suaminya yang membalas lambaian tangannya.

Pluit tanda di mulainya lomba pun sudah di tiup. Ke tujuh peserta tampak berlomba - lomba melewati setiap rintangan. Raden Mas Mahesa sampai berdiri dari tempat duduknya untuk memperhatikan Bana dan Anaya yang dengan anggun dan tangguh menunggangi Bana.

Tentu saja Bana dan Anaya berhasil menaklukkan setiap rintangan dan berlari menuju ke garis finish. Namun sialnya, Bana tak bsrhenti di garis finish. Ia melawan instruksi Anaya yang menungganginya. Bana berlari kencang meninggalkan arena pertandingan dengan membawa Anaya bersamanya.

"Astaghfirullah! Raden Ayu! Bana!." Seru Raden Mas Mahesa saat melihat Bana membawa kabur istrinya.

Tak hanya Raden Mas Mahesa yang panik, Kanjeng Gusti, Gusti Ayu dan semua orang yang ada di sana pun turut berseru panik.

Raden Mas Mahesa segera berlari dan meraih Gundala, kuda milik Raden Ajeng Meshwa yang sedang beristirahat dan pergi mengejar Bana.

Tak tinggal diam, Raden Madana yang baru menyelesaikan pertandingan pun turut menyusul Kakak dan Kakak iparnya yang semakin menjauh

"Bana! Berhenti Bana!." Seru Raden Mas Mahesa yang kini berada tak jauh dari kudanya.

Anaya sendiri hanya bisa berpegangan erat pada tali kemudi Bana yang tiba - tiba tak bisa ia kendalikan.

"Raden Mas...." Seru Anaya meminta pertolongan saat mendengar suara suaminya yang berada di belakangnya.

Raden Mas Mahesa memacu Gundala lebih kencang agar bisa menyusul Bana. Ia terus berteriak memanggil nama kudanya, berharap kudanya itu akan berhenti saat ia mendengar suaranya.

Raden Mas Mahesa hampir putus asa saat melihat Bana yang membawa istrinya menuju ke hutan larangan.

"Ya Allah, Astaghfirullah! Bana berhenti! Jangan masuk ke sana!." Seru Raden Mas Mahesa dengan nada yang putus asa.

1
FDS
Bagus, berlatar di desa. alurnya juga menarik
Codigo cereza
Teruslah menulis, ceritanya bikin penasaran thor!
GoodHand: terima kasih
total 1 replies
riez onetwo
Mupeng
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!