Kayla Ayana, seorang karyawan di sebuah perusahaan besar terpaksa menerima tawaran untuk menikah kontrak dengan imbalan sejumlah uang.
Ia terpaksa melakukan ini karena ia harus bertanggung jawab atas biaya rumah sakit seorang wanita yang mengalami kelumpuhan akibat tertabrak sepeda motor yang ia kendarai.
Tapi siapa sangka, ia yang dinikahi dengan alasan untuk menepis isu negatif tentang pria bernama Kalandra Rajaswa malah masuk terlalu jauh dalam kerumitan keluarga yang saling berebut warisan dan saling menjatuhkan.
Pernikahan kontrak diantara keduanya bahkan sempat dicurigai oleh anggota keluarga Kalandra.
Akankah Kayla dan Kalandra mampu menyembunyikan fakta tentang pernikahan kontrak mereka?
Akankah cinta tumbuh diantara konflik-konflik yang terjadi?
Ikuti kisah Kayla dan Kalandra di Istri Bar-Bar Sang Pewaris.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fie F.s, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17 Perdebatan
Kayla melempar asal tasnya ke sofa setelah ia masuk ke dalam kamar. Ia langsung ke kamar mandi dan mengganti pakaiannya.
Ia mencuci wajahnya dan melihat bayangan dirinya di cermin. Ia merasa ada batu besar menimpa dadanya hingga terasa begitu sesak.
Seandainya aku tidak tergiur dengan apa yang ditawarkan Pak Kalandra padaku, mungkin aku tidak akan terjebak dalam keluarga yang sangat membingungkan ini.
Tadi, aku terlalu terbawa perasaan hanya karena takut Kalandra marah padaku serta oma yang menolakku. Dan sekarang aku semakin terbebani dengan permintaan Oma.
Bagaimana aku bisa melahirkan seorang cucu untuknya? Satu hal yang sangat tidak mungkin.
Kayla mengikat rambutnya asal. Ia menghela nafas berat. "Oke Kayla. Bukan saatnya untuk menyesali semuanya. Kamu harus menjalani apa yang sudah kamu pilih," ucapnya menyemangati diri sendiri.
"Tujuanmu hanya satu, yaitu membiayai pengobatan Bu Susi. Dan anggap saja hari ini dan setahun ke depan adalah sebuah perjalanan yang akan berakhir jika waktunya sudah habis."
Kayla keluar dari kamar mandi dengan piyama tidurnya. Ia membentang selimut di lantai seperti biasanya. Ia tak pernah ingin tidur di sofa karena kakinya harus ditekuk jika ia tidur disana. Dan itu membuat kakinya pegal saat bangun nanti.
Kayla berbaring dan menutup seluruh tubuhnya hingga kepala dengan selimut tebal. Lalu ia segera memejamkan matanya.
Ceklek.
Suara handle pintu di buka. Kayla tidak bergerak sedikitpun karena sudah pasti Kalandra yang masuk ke dalam. Ia tidak ingin sekedar menyapa karena pria itu sendiri belum mengajaknya bicara sejak tadi.
Kayla mendengar gemericik air di dalam kamar mandi. Pasti dia sedang di dalam.
Beberapa menit kemudian.
"Aku ingin bicara!" Kayla mendengar suara Kalandra sangat dekat dengannya.
Kayla tak menjawab atau bergerak sedikitpun.
"Aku tahu kamu belum tidur, Kay!"
Kayla masih tetap diam.
Kalandra membuka selimut yang menutup seluruh tubuh kurus itu. Tapi, dengan mata tertutup Kayla kembali menarik selimut. Ia malah meringkuk dan kembali tidur.
"Kayla! Aku sedang bicara."
"Besok saja!" Jawab Kayla malas.
"Kita harus bicara Kay!"
"Aku tidak ingin."
"Baiklah! Terserah padamu. Aku akan tetap bicara meski kamu ingin atau tidak."
"Tapi aku yakin kamu akan mendengarkan hingga akhir."
Kalandra duduk di lantai disamping tubuh Kayla. "Ada banyak hal yang akan ku sampaikan, jadi dengarlah baik-baik. Jangan bertanya lagi besok atau kapanpun."
"Pertama, besok aku akan pergi keluar kota untuk sebuah meeting penting. Aku akan kembali dalam dua hari."
"Selama aku tidak ada. Silahkan tidur di ranjangku."
"Hindari pertengkaran dengan Gia dan mama karena Oma tidak suka."
Aku juga malas berurusan dengan mereka! Batin Kayla.
"Kedua, aku pria normal. Seleraku masih wanita, Kay!"
Kayla berdebar. Mengapa dia membahas masalah ini? Batin Kayla di dalam selimut.
"Dan aku bisa membuktikannya sekarang juga kalau aku ingin," ucap Kalandra tegas sambil tersenyum jahil. Ia hanya tak habis fikir jika Kayla menduga dirinya bukan pria normal.
Kayla membuka selimut dan langsung beringsut. Dengan cepat ia mundur dan menjauh dari Kalandra.
Kalandra menyeringai melihat ketakutan Kayla. "Kamu ingin bukti atau tidak?"
"Tidak!" Jawab Kayla tegas.
"Baiklah. Sampai disitu, faham?"
Kayla mengangguk.
"Ketiga, aku tidak tahu bagaimana caranya agar setahun ini oma tidak memaksakan kita untuk memberinya cucu. Maka pikirkanlah alasannya!" perintah Kalandra.
Kayla melepas selimut ditubuhnya dan ia segera duduk tegak dan menatap tajam Kalandra.
"Tidak!" tolaknya. "Bukan kewajibanku untuk memikirkan hal itu."
"Fikirkan saja sendiri!"Ucap Kayla kesal.
"Kalau aku tahu, aku tidak akan memintamu!" balas Kalandra.
"Kamu masih ingat isi perjanjian itu?" tanya Kayla.
"Disana jelas disebutkan, bahwa pernikahan ini akan berlangsung selama setahun."
"Aku akan menerima bayaran yang sudah tertulis."
"Tidak ada kontak fisik yang berlebihan apalagi sampai berhubungan se*ks."
"Aku hanya berperan sebagai istri dan tinggal di rumah milik kamu."
"Aku masih berhak bekerja dan melakukan apapun yang aku ingin selama masih di batas wajar dan mengikuti aturan di rumah kamu."
"Tidak ada dalam perjanjian aku akan dikucilkan!"
"Tidak ada dalam perjanjian aku harus bisa merebut hati Oma."
"Tidak ada dalam perjanjian aku harus mengatasi setiap masalah kamu!"
Kayla meluapkan semua kekesalannya dan perasaan tak menentu yang membuat dadanya sesak.
Air mata Kayla mulai menetes. "Kamu menjebakku dalam pernikahan ini!"
"Bukan untuk menutupi berita itu, tapi juga untuk menyelesaikan masalah warisan di keluarga kamu, dan berakhir dengan Gia dan mama Riana yang selalu saja mencari masalah denganku!" Kayla membentak Kalandra.
"Dan satu hal yang membuat aku merasa begitu bodoh!" Suaranya mulai melemah.
"Aku terlalu mendalami peran ini, Kalandra!"
Kalandra terkesiap. Ia tak mengerti maksud Kayla. Mendalami bagaimana?
"Aku terlalu bersikap seperti bagian dari keluarga ini. Padahal seharusnya tidak."
"Aku tidak rela saat Oma menolakku di depan semua orang."
"Aku terjebak dalam permainanku sendiri." Kayla semakin terisak.
Rasanya lebih baik setelah semua ia luapkan. Kemarahan, kekecewaan, kesedihan dan penyesalan yang ia rasakan.
Kalandra diam tak berkutik. Ia merasa iba melihat Kayla yang sepertinya merasa tersiksa hidup dalam keluarganya.
Ia perlahan mendekat dan mendekap tubuh Kayla yang bergetar karena menangis. "Maafkan aku..."
"Maafkan aku, Kay!" Bisik Kalandra.
"Aku tidak bermaksud untuk menjebak kamu..."
Inilah yang sejak awal ditakutkan oleh Kalandra. Sejak awal, ia tidak setuju dengan ide Jendra karena hal ini. Ia takut siapapun yang menjadi istrinya akan merasa tersakiti dan menyerah di tengah jalan.
"Melihat kamu yang ceria dan mendengar cerita tentang kamu dari Jendra membuatku berfikir kalau kamu mampu menjadi istri Kalandra Rajaswa."
"Maaf, aku tidak memberi tahu kamu mengenai masalah dalam keluargaku."
"Aku...."
"Aku akan mengatasi masalah Oma. Aku akan membuat oma tidak terus-terusan memaksa kita untuk memberinya cucu."
"Aku akan mengupayakan agar mama dan Gia tidak lagi memojokkan kamu."
Kayla masih terisak. Ia sadar sedang berada dalam pelukan Kalandra. Kayla meminta Kalandra untuk mundur. Ia perlahan menghapus air matanya dan menatap pria di depannya.
"Tidak bisakah perjanjian kita dibatalkan?" tanya Kayla.
Kalandra hanya diam.
"Tidak bisakah kita persingkat waktu setahun menjadi sebulan atau dua minggu?" tanya Kayla penuh harap.
Kalandra masih diam.
"Bukankah gosip tentang kamu sudah tidak ada lagi dan masalah di keluarga kamu sudah teratasi?"
Mengapa hati kecilku tidak rela untuk mengakhiri hubungan ini? Batin Kalandra.
Kalandra berdiri. Ia takut pada kata hatinya. Ia takut menerima kenyataan bahwa ia mulai terbiasa dengan kehadiran Kayla dalam hidupnya.
Kalandra mundur selangkah membuat Kayla merasa ada yang aneh pada pria itu.
Kalandra terbiasa melihat seorang gadis meringkuk saat ia terbangun tengah malam. Kalandra terbiasa tidur sedikit kegerahan karena mengalah dengan gadis itu.
Kalandra mulai terbiasa dengan rasa masakan yang gadis itu sajikan. Dan Kalandra mulai terbiasa melihat barang-barang wanita di kamar dan kamar mandinya.
"Tidak bisa." Jawab Kalandra tegas.
"Kenapa?"
"Karena aku sudah menentukan keputusanku, maka tidak akan pernah ku ubah." Jawaban yang sama seperti saat Kayla memintanya mengubah jadwal cuti yang Kalandra pinta dari Jendra.
Tanpa mereka ketahui, di luar kamar ada seseorang yang mendengarkan semua perdebatan mereka.
"Aku sudah menduga ini sejak awal."
mlhan marH dia