NovelToon NovelToon
Admiral Of Bismarck: The Second War Rises In Another World

Admiral Of Bismarck: The Second War Rises In Another World

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Reinkarnasi / Kelahiran kembali menjadi kuat / Perperangan / Summon / Barat
Popularitas:1.9k
Nilai: 5
Nama Author: Akihisa Arishima

Bismarck telah tenggelam. Pertempuran di Laut Atlantik berakhir dengan kehancuran. Kapal perang kebanggaan Kriegsmarine itu karam, membawa seluruh kru dan sang laksamana ke dasar lautan. Di tengah kegelapan, suara misterius menggema. "Bangunlah… Tebuslah dosamu yang telah merenggut ribuan nyawa. Ini adalah hukumanmu." Ketika kesadarannya kembali, sang laksamana terbangun di tempat asing. Pintu kamar terbuka, dan seorang gadis kecil berdiri terpaku. Barang yang dibawanya terjatuh, lalu ia berlari dan memeluknya erat. "Ana! Ibu kira kau tidak akan bangun lagi!" Saat melihat bayangan di cermin, napasnya tertahan. Yang ia lihat bukan lagi seorang pria gagah yang pernah memimpin armada, melainkan seorang gadis kecil. Saat itulah ia menyadari bahwa dirinya telah bereinkarnasi. Namun kali ini, bukan sebagai seorang laksamana, melainkan sebagai seorang anak kecil di dunia yang sepenuhnya asing.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Akihisa Arishima, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pesta Malam

Pada malam harinya, setelah latihan sihir yang melelahkan, August dan Anastasia bergegas menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Uap hangat dari air mandi membantu meredakan rasa lelah di tubuh mereka. Malam itu terasa istimewa—pesta di rumah kerabat Lucy menanti mereka.

August mengenakan jas hitam elegan dengan hiasan perak di kerahnya, memberikan kesan dewasa meski wajahnya masih memancarkan keceriaan khas seorang anak lelaki. Rambut pirang kecoklatannya disisir rapi ke samping, menonjolkan matanya yang penuh semangat.

Di sisi lain, Anastasia tampak anggun dalam gaun biru tua dengan aksen perak yang berkilauan di bawah cahaya lampu kristal. Rambut hitam panjangnya diikat sebagian, membiarkan beberapa helai terurai lembut di bahunya. Meski biasanya ia lebih nyaman bergerak bebas, malam ini ia tampil seperti seorang putri yang sesungguhnya.

Sementara itu, Bismarck tetap setia pada pakaian maid-nya. Gaun hitam dan celemek putih bersih membingkai sosoknya yang tenang dan tegas. Rambut pirang platinumnya diikat rapi, dan meskipun ekspresinya tetap datar, ada aura perlindungan yang selalu mengelilinginya.

Ketika mereka bertiga melangkah ke ruang tengah, Lucy sudah menunggu di sana. Gaun malam berwarna merah anggur membalut tubuhnya dengan anggun. Rambut cocklatnya yang panjang digelung sebagian, dihiasi jepit kristal berbentuk bunga. Ada sesuatu yang memikat dalam cara Lucy membawa dirinya—elegan, percaya diri, dan sedikit menggoda.

Lucy tersenyum lembut saat melihat mereka. "Kalian terlihat luar biasa malam ini," ujarnya, nada suaranya terdengar puas. Matanya mengamati mereka satu per satu sebelum akhirnya berhenti pada Anastasia. "Gaun itu cocok sekali untukmu. Kau seperti bintang yang bersinar di malam ini."

Anastasia tersipu, mencoba menahan senyum. "Aku merasa agak canggung, sih... Biasanya aku tidak memakai sesuatu seperti ini," gumamnya pelan.

"Sesekali tidak ada salahnya tampil menawan," kata Lucy sambil mengedipkan mata. "Lagipula, aku yakin ada beberapa orang di pesta nanti yang akan sulit melepaskan pandangan mereka darimu."

"K-Kak Lucy!" Anastasia memprotes, wajahnya memerah.

August tertawa kecil melihat reaksi kakaknya. "Aku setuju dengan Kak Lucy. Kak Anastasia terlihat sangat cantik," celetuknya dengan senyum jahil.

Bismarck, yang berdiri di samping mereka, hanya menghela napas pelan. "Anda benar Tuan August... Nona Anastasia terlihat sangat cantik," ucapnya dengan nada serius.

Dengan langkah anggun, ia membuka pintu dan mempersilakan mereka naik ke kereta kuda yang telah disiapkan. "Ayo, jangan membuat tamu lain menunggu."

Anastasia dan August saling bertukar pandang sebelum akhirnya mengikuti Lucy keluar rumah. Sementara Bismarck, seperti biasa, tetap menjaga posisi di belakang mereka—waspada, tenang, dan selalu siap jika sesuatu terjadi.

Malam itu, kereta kuda melaju pelan menuju kediaman kerabat Lucy, membawa mereka menuju pesta yang mungkin lebih dari sekadar perayaan biasa.

Tak berselang lama, mereka tida di kediaman kerabat Lucy. Begitu mereka masuk ke dalam aula utama, suasana pesta menyambut mereka dengan hangat. Para tamu berbincang dengan riang, denting gelas anggur terdengar di antara alunan musik klasik yang dimainkan oleh sekelompok musisi di sudut ruangan.

"Lucy!" Sebuah suara perempuan terdengar di tengah keramaian, lembut namun penuh semangat. Tak lama kemudian, seorang wanita elegan berusia sekitar 30-an melangkah mendekat. Gaun hijau zamrud yang membalut tubuhnya memancarkan aura wibawa dan keanggunan yang sulit diabaikan. Senyum tipis terukir di wajahnya, menunjukkan campuran rasa akrab dan penasaran.

"Akhirnya kau datang juga," ucapnya, tatapannya tertuju langsung pada Lucy. Ada nada menggoda di suaranya, seolah pertemuan ini sudah lama ia nantikan.

Lucy menghela napas pendek dan tersenyum sopan. "Bibi Carla," sapanya dengan nada formal.

Wanita itu, Carla, adalah adik dari mendiang ibu Lucy. Di sampingnya berdiri seorang gadis seusia Anastasia dan August dengan rambut coklat bergelombang. "Ini Emilia, anakku," Carla memperkenalkan gadis tersebut.

"Senang bertemu dengan kalian," sapa Emilia sopan, meski matanya tampak memeriksa Anastasia dan August dengan rasa ingin tahu.

"Aku Anastasia, dan ini adikku, August," balas Anastasia ramah.

"Kalian dari Drachenburg, ya? Kudengar kota itu cukup terpencil," komentar Emilia, meski bukan dalam nada merendahkan.

August mengangguk antusias. "Iya! Tapi kotanya indah dan tenang."

Percakapan mereka terhenti sejenak ketika Carla kembali menatap Lucy dengan tatapan menyelidik. "Jadi, Lucy, kapan kau akan menikah?" tanyanya tiba-tiba.

Lucy mendesah pelan, jelas terlihat ia sudah muak dengan pertanyaan yang sama berulang kali. "Aku masih sibuk dengan penelitian sihir, Bibi," jawabnya singkat, berusaha menjaga nada suara tetap sopan.

Carla tertawa kecil. "Penelitian, penelitian... Kau tidak bisa menikahi buku, Lucy. Kau sudah cukup umur untuk memikirkan masa depanmu."

"Aku tahu, Bibi," Lucy tersenyum kaku. "Tapi aku tidak terburu-buru. Lagi pula, aku belum menemukan orang yang cocok."

Anastasia menahan tawa melihat ekspresi kesal Lucy, sementara August hanya memiringkan kepalanya, bingung kenapa orang dewasa begitu terobsesi dengan pernikahan.

Pesta terus berlangsung meriah. Semua orang terlihat menikmati makanan lezat dan obrolan ringan. Namun, di tengah kegembiraan itu, Anastasia menyadari beberapa tamu menatapnya dengan sinis. Ia tahu alasannya—karena ia seorang demi-human.

Namun, Anastasia memilih mengabaikan tatapan mereka. Ia lebih peduli pada August, Lucy, dan Bismarck yang selalu ada di sisinya.

Setelah pesta berakhir, mereka kembali ke rumah Lucy dengan kereta kuda. Perjalanan memakan waktu sekitar tiga puluh menit, cukup lama di tengah malam yang dingin. Di dalam kereta, August dan Anastasia mulai mengantuk setelah seharian penuh aktivitas.

Saat tiba di rumah, Lucy dengan lembut menggendong August yang sudah tertidur pulas, sementara Bismarck membawa Anastasia ke kamar. Gerakannya tetap anggun dan hati-hati, seolah memikul tanggung jawab yang besar.

Hari berikutnya, Lucy mulai memberikan pelatihan sihir intensif di halaman belakang rumahnya. Dengan teliti, ia memperhatikan setiap gerakan dan aliran mana yang digunakan oleh Anastasia dan August.

"August, jangan terlalu memaksakan aliran manamu. Fokus pada stabilitas, bukan kekuatan mentah," instruksi Lucy tegas.

August mengangguk serius. Dengan gerakan mantap, ia mengangkat tangannya dan membentuk lingkaran sihir di udara. Dalam sekejap, energi biru terang mulai berkumpul di telapak tangannya, membentuk bola api kecil yang berputar perlahan namun stabil.

Bola api itu bukanlah Fire Ball biasa—melainkan versi terkompresi dengan kepadatan mana yang jauh lebih tinggi. Api berwarna biru menandakan suhu yang lebih panas dan stabilitas sihir yang lebih baik. Sebaliknya, jika bola api berwarna kuning atau jingga kemerahan, itu menandakan sihir yang belum sepenuhnya terkompresi dan lebih mudah menguap.

August menatap bola api di tangannya dengan fokus penuh, memastikan energi di dalamnya tetap terkendali tanpa sedikit pun goyah.

"Bagus. Kau semakin mahir," puji Lucy.

Sementara itu, Anastasia berlatih memadatkan mana ke dalam pedang sihir yang ia ciptakan. Meski lebih berbakat dalam pertarungan fisik, ia mulai memahami cara memadukan sihir dengan teknik bertarungnya.

"Aku berhasil!" seru Anastasia ketika pedang mananya menyala terang.

Lucy mengangguk puas. "Kalian berdua berkembang jauh lebih cepat dari yang kuduga. August sudah hampir mencapai Circle 4, dan Anastasia baru saja menembus Circle 3. Jika kalian terus berlatih, masuk Akademi Sihir bukanlah hal yang sulit."

Anastasia dan August saling tersenyum bangga karena mereka telah berkembang cukup pesat setelah datang ke kota Ehrenheim.

Malamnya, setelah selesai latihan, mereka pergi mandi dan makan malam, Lucy memberi mereka nasihat penting. "Jika kalian benar-benar ingin masuk Akademi, kalian harus lebih kuat. Dunia di luar sana keras, dan hanya yang terkuat yang bisa bertahan."

"Kami mengerti, Lucy sensei," jawab August dan Anastasia dengan penuh tekad.

Lucy tersenyum bangga melihat semangat mereka. "Kalau begitu, bersiaplah. Aku akan memastikan kalian siap menghadapi apa pun di masa depan."

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!