Jinwoo seorang prajurit bermasalah dari Korea Selatan, di kirim ke sebuah negara yang sangat kacau, dan banyak hal hal yang tidak terjadi terjadi di sana, negara yang kacau tidak hanya memerlukan tentara, tetapi mereka juga perlu tenaga medis, dan Renata yang merupakan seorang dokter, juga ikut ke sana, dan disanalah, benih benih cinta mereka berdua tumbuh
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nurliana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
pernikahan?
Di antara pernikahan yang telah berlangsung, meskipun pernikahan Choi dan Anna sederhana serta hanya dihadiri oleh segelintir orang, pernikahan Renata dan Rafael jauh lebih sederhana. Hanya ada wali hakim yang menikahkan mereka, seorang kerabat jauh dari pihak ayah Renata. Di sana, hanya ada Rafael dan ayahnya—bahkan ibu Rafael pun tak hadir. Baginya, pernikahan ini terlalu terburu-buru. Namun, takdir sudah berbicara; mereka telah dikaruniai seorang anak.
Usai akad, Renata segera kembali ke rumah sakit. Hari ini, ia tak hanya menjalani tugasnya sebagai dokter, tetapi juga menghadiri pelantikannya untuk kembali menyandang gelarnya yang sempat terenggut. Meski lelah menyusuri lorong panjang rumah sakit yang mengarah ke ruang operasi, ada senyum tipis yang tersungging di bibirnya. Jari manisnya berkilauan oleh pantulan cahaya lampu, cincin pernikahannya berkilau di sana.
"Ternyata benar adanya, jodoh bukan kita yang menentukan," gumamnya lirih.
Seorang perawat yang berdiri tak jauh darinya menoleh dan tertawa kecil. "Betul sekali, Dokter. Saya pun pernah mati-matian memperjuangkan seseorang, tapi siapa sangka, takdir malah menjodohkan saya dengan kakaknya—laki-laki yang bahkan tak pernah saya kenal sebelumnya."
Renata menatapnya dengan saksama. Wajah serta sikapnya mengingatkan pada Anna, meskipun Anna lebih anggun. "Jadi, kamu yang akan bertugas bersamaku hari ini?"
Perawat itu mengangguk, lalu memperkenalkan diri, "Saya Lestari, Dok. Saya akan mendampingi dokter sampai tugas saya dipindahkan."
Renata tersenyum hangat. "Aku Renata. Panggil saja begitu."
"Baik, Dokter Renata. Saya menunggu di dalam ruang operasi," ucap Lestari, lalu melangkah masuk.
Renata melepas cincinnya dan mengikutinya. Di dalam, ia menatap satu per satu wajah rekan-rekannya yang dulu sempat ia tinggalkan. Ada rindu yang mengendap dalam dadanya, ada kenangan yang berdesakan dalam ingatannya. Kini, ia kembali, meski tanpa kehadiran Anna.
"Baiklah, kita akan memulai operasi jantung ini. Bagaimana tekanan pasien?" tanyanya dengan nada penuh keyakinan.
"Jantung stabil, tekanan darah dalam batas aman, tensi terkendali. Operasi dapat dilakukan, Dokter Renata," sahut dokter anestesi sambil tersenyum.
Dengan ketenangan yang telah lama dirindukan, Renata memulai operasinya. Waktu bergulir, satu jam tiga puluh menit berlalu, hingga akhirnya ia keluar dari ruang operasi dengan perasaan lega. Pasien dalam kondisi stabil, kini tinggal proses pemantauan.
Begitu ia melangkah ke luar, suara rekan-rekannya menyambut, "Selamat atas pernikahannya, Dokter Renata!"
Renata tersenyum, lalu memasang kembali cincinnya. "Terima kasih. Datanglah ke rumah nanti, aku dan Rafael berencana mengadakan syukuran kecil-kecilan."
Di tengah obrolan hangat itu, suara Rafael tiba-tiba terdengar dari belakang. "Sayang, Naya sudah pulang. Gurunya ada rapat hari ini. Ini kunci mobil dan rumah, jemput dia, ya? Aku ada jadwal."
Renata tersenyum canggung, menyadari rekan-rekannya masih berada di sekelilingnya. "Baik, nanti aku jemput. Kau ada jadwal apa?"
Salah satu rekannya menimpali dengan nada menggoda, "Dokter Renata, seharusnya kau bertanya dengan lebih manja: ‘Sayang, kamu ada jadwal apa?’"
Rafael terkekeh, sedikit malu karena baru sadar bahwa mereka tak berdua. "Maaf, aku tak menyadari ada kalian di sini."
Mereka tertawa kecil. "Tak masalah, Dokter!" jawab mereka sebelum beranjak pergi, meninggalkan Rafael dan Renata berdua.
Renata menatap suaminya seraya merapikan dasi yang dikenakannya. Entah sejak kapan, tapi ada kehangatan dalam setiap sentuhan dan perhatiannya. Mungkin, perlahan ia mulai belajar mencintai Rafael.
"Jadi, kau ada jadwal apa?" tanyanya pelan.
Rafael menatapnya penuh kelembutan. "Rapat. Aku akan ditempatkan di rumah sakit baru yang baru saja dibuka."
Tanpa disadari, ada perasaan asing yang bergejolak di dada Renata. Keinginan untuk dipeluk, untuk bersandar sejenak. Namun, kali ini bukan Rafael yang merengkuhnya lebih dulu—ia yang justru lebih dulu melingkarkan lengannya di tubuh lelaki itu.
"Baiklah," ucapnya lirih, membiarkan dirinya bermanja dalam pelukan Rafael.
Rafael mengecup keningnya, lembut dan penuh kasih. "Kenapa tiba-tiba seperti ini? Ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu?"
Renata menggeleng pelan, masih tak ingin melepaskan pelukan itu. "Tidak ada," jawabnya, meski dadanya terasa penuh oleh sesuatu yang tak mampu ia ungkapkan.
Rafael melirik jam tangannya. Ia tahu waktu telah beranjak jauh, tahu bahwa ia seharusnya sudah berada di ruang rapat. Namun, untuk kali ini, ia memilih untuk terlambat, karena baginya, tak ada yang lebih penting selain memastikan bahwa Renata merasa nyaman dan kembali bahagia.
Ruang rapat Rafael
Semua orang duduk di tempat mereka masing-masing, tak banyak yang direktur katakan, dia hanya menyampaikan program kerja para dokter rumah sakit, dan juga beberapa pencapaian mereka selama beberapa bulan terakhir ini,
Lalu di tutup dengan pengumuman keputusan siapa yang akan berangkat ke salah satu rumah sakit cabang mereka,
" Baiklah rapat sudah selesai, dan sebelum saya tutup, saya akan membacakan siapa saja yang akan pergi atau menetap selama beberapa bulan di rumah sakit cabang baru kita " ucap direktur rumah sakit,
Rafael bergumam di dalam hati nya " semoga saja bukan aku, aku tidak mau pergi jauh-jauh dari Renata dan juga Naya "
Direktur rumah sakit membuka lembaran kertas dan mulai membaca nya " tim dokter Cakra, tim dokter Rania, tim dokter Amanda, tim dokter Rafael dan juga tim dokter Renata yang baru saja kita bentuk belum lama ini " ucap direktur
Rafael menatap direktur rumah sakit " maaf pak, saya tidak bermaksud untuk menolak perintah kerja ini, tapi anak saya dan Renata sudah bersekolah di sini, tidak mungkin kami memindahkan nya hanya karena beberapa bulan kami harus bekerja di sana kan pak? " Rafael seperti nya keberatan
Direktur tersenyum " masalah sekolah anak sudah kami pikirkan, karena hanya kau dan Renata yang merupakan sepasang suami istri yang pergi ke sana, jadi kami memutuskan untuk memberikan home schooling untuk Naya di Seoul nanti " ucap nya,
Rafael kaget, bukan karena home schooling nya, tetapi karena Seoul " apa pak? Seoul? "
" Ya, rumah sakit kita di bangun di sana, itu sebab nya saya kirim kan dokter dokter hebat untuk pergi ke sana, baiklah saya tidak terima pembantahan lagi, kita tutup " mengambil berkas nya dan keluar dari ruangan rapat,
Rafael terduduk diam, pikiran nya sangat kacau, dia takut Renata yang saat ini sudah nyaman dengan keadaan ini, mungkin akan berubah kalau tau mereka akan ke Seoul, apakah Renata akan bertemu dengan Lee nanti di sana?
Ada beberapa alasan juga yang membuat Rafael takut Renata nyaman di sana, dan juga masalah barang titipan Lee yang sampai sekarang belum sampai ke tanggan Renata, isi pikiran Rafael sangat berantakan' saat ini