NovelToon NovelToon
Jadi Istri Pengganti Untukmu

Jadi Istri Pengganti Untukmu

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Pengantin Pengganti / Nikah Kontrak / Pengganti / Obsesi / Tukar Pasangan
Popularitas:1.3k
Nilai: 5
Nama Author: Momy ji ji

Luna terjebak dalam pernikahan kakaknya dengan william, pria itu kerap disapa Tuan Liam. Liam adalah suami kakak perempuan Luna, bagaimana ceritanya? bagaimana nasib Luna?

silahkan dibaca....
jangan lupa like, komen dan vote

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Momy ji ji, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 27.

​Di dalam ruang inap VIP rumah sakit yang sunyi, terdengar alat-alat medis bersahutan.

Setelah pertemuannya dengan Dea, Luna memang ke rumah sakit untuk menjenguk ayahnya yang masih terbaring lemah.

Luna duduk di samping ibunya, memperhatikan dada ayahnya yang naik turun teratur dibantu alat pernapasan.

Meski kondisi fisik ayahnya membaik berkat fasilitas terbaik dari Liam, ayahnya masih belum menunjukkan tanda-tanda akan sadar.

Ayah Luna koma sudah beberapa hari ini dan ibunya selalu berada di sana menemani.

​"Ibu sudah makan?" tanya Luna lembut sambil menggenggam tangan ibunya yang terasa dingin.

​Ibunya mengangguk pelan, matanya nanar menatap sang suami. "Tuan Liam memastikan semua kebutuhan Ibu terpenuhi, Luna. bahkan makanan Ibu selalu diatur oleh ahli gizi rumah sakit. dia... dia benar-benar menjaga kita."

​Luna terdiam sejenak.

Sisi lain pria itu memang membuatnya ragu apakah semua biaya ini termasuk hutang? apakah Tuan Liam menaruh tagihan atas namakan Dion?

Luna bingung tetapi dia tidak berani bertanya pada pria itu. setidaknya kondisi ayah lebih penting saat ini.

lalu Luna memberanikan diri membuka topik yang selama ini mengganjal.

"Bu... soal Kak Lena. sampai sekarang tidak ada kabar? benarkah dia pergi begitu saja dengan kekasihnya, di saat ayah seperti ini dia tidak memberi kabar sama sekali." Kata Luna sangat kecewa.

​Seketika bahu ibunya menegang. sang ibu mengalihkan pandangan ke arah jendela, menghindari kontak mata dengan Luna.

"Sudahlah Lun. kakakmu memang tidak bertanggung jawab. mungkin dia takut menghadapi kemarahan keluarga kita atau... atau dia merasa ini jalan terbaik baginya." Jawab Bu Rina mengalihkan tatapan.

​Luna menyipitkan mata. ada nada gemetar yang tidak wajar dalam suara ibunya.

"Tapi setidaknya dia pasti menghubungi Ibu, kan? dia tidak mungkin mematikan ponselnya total selama berbulan-bulan."

​"Ibu tidak tahu Luna! jangan tanya lagi," jawab ibunya dengan nada sedikit tinggi yang begitu tiba-tiba.

Namun kemudian Ia langsung menunduk tampak menyesal. sikap ini justru membuat Luna semakin curiga. ada sesuatu yang disembunyikan orang tuanya tentang kepergian Lena.

Begitu juga dengan Tuan Liam? sebenarnya apa yang tak dia ketahui.

Luna menepis dugaan-dugaannya, dia tidak mungkin berfikir orang tua dan saudarinya melakukan sesuatu diam-diam di belakangnya kan?

Luna tiba-tiba teringat sesuatu.

​Luna tahu Ia tidak bisa menggunakan ponselnya sendiri karena Liam pasti menyadapnya. Ia melirik ke arah pintu, di mana tiga pengawal Liam berdiri tegap seperti patung.

​"Bu, boleh aku pinjam ponsel Ibu sebentar? aku ingin melihat resep kue yang pernah Ibu simpan. ponselku lowbat," ucap Luna berbohong dengan nada santai.

​Begitu ponsel berpindah tangan, Luna berpura-pura berjalan ke arah toilet di dalam kamar rawat agar tidak terlihat oleh para pengawal melalui celah pintu. di dalam toilet, dengan jantung berdebar kencang, ia segera menekan sebuah nomor yang sudah ia hafal di luar kepala.

Itu nomor Dion, namun ketika ingin menghubungi... tangan Luna tentu gemetar dingin.

"Dion.... maaf, aku tidak bisa melakukan ini. aku takut Tuan Liam melakukan sesuatu padamu." Luna mengurungkan niatnya untuk menghubungi Dion.

Kemudian dia merogoh sebuah potongan kertas putih kecil di saku nya, sebuah nomor lain tertera disana.

​Nomor Reina.

​Gadis kecil itu adalah satu-satunya cahaya dalam hidup Luna. meski usianya masih sangat mudah, tetapi Luna memiliki kasih sayang keibuan pada anak itu.

Reina yang kehilangan sosok ibu di usia sangat dini, telah menganggap Luna sebagai ibunya sendiri.

Luna sangat merindukan suara tawa kecil itu, namun ia harus sangat berhati-hati agar Liam tidak tahu bahwa ia masih menjalin komunikasi dengan seseorang yang ada kaitannya dengan Dion juga.

​Tut... tut...

​Panggilan tersambung.

​"Halo?" Suara kecil yang lembut dan ceria terdengar dari seberang telepon, membuat pertahanan Luna runtuh seketika.

Reina memakai jam tangan pintar, otomatis bisa terhubung jika memencet tombol hijau dan gadis itu cukup mengerti.

​"Reina... ini Ibu Luna," bisik Luna lirih sambil menahan tangis agar suaranya tidak terdengar sampai keluar pintu.

Di dalam sempitnya ruang toilet, Luna membekap mulutnya sendiri agar isakannya tidak terdengar hingga ke luar. suara Reina di seberang sana terdengar begitu polos dan penuh kerinduan.

​"Ibu? Ibu Luna ke mana saja? Reina kangen..." suara kecil itu mulai bergetar, membuat hati Luna terasa seperti diiris sembilu.

​"Ibu juga kangen Reina," bisik Luna dengan suara yang diusahakan seceria mungkin.

"Ibu sedang... sedang banyak kerjaan saat ini di tempat yang jauh. Reina baik-baik saja di sana kan?"

​"Reina baik ibu. tapi..." Reina terdiam sejenak, suaranya berubah menjadi sendu.

"Ayah Dion dan Ibu kapan jemput Reina main? sudah lama sekali Reina tidak melihat ayah dan ibu. apa ayah Dion juga sedang bersama Ibu?"

​Mendengar nama Dion disebut, napas Luna tercekat. Ia teringat ancaman Liam yang akan mengubah apartemen Dea menjadi penjara jika ia meneteskan air mata untuk Dion. ini jelas-jelas tidak ada kaitannya dengan Dea. tapi pria itu merumitkan semuanya seenak jidat.

Luna memejamkan mata erat-erat, berjuang melawan rasa sesak di dadanya.

"I-iya, sayang," Luna berbohong, suaranya parau.

"Ayah Dion sedang sangat sibuk bekerja bersama Ibu sekarang. Reina jangan sedih ya? Reina harus jadi anak pintar, makan yang banyak dan tunggu Ibu. oke?"

​"Janji? Ayah Dion dan Ibu akan menjemput Reina bersama-sama?" tagih Reina dengan penuh harap.

​"Janji sayang... Ibu janji," ucap Luna lirih, meskipun ia tahu janji itu mungkin takkan pernah bisa ia tepati selama ia masih berada dalam genggaman Liam.

​Tiba-tiba, suara ketukan pintu toilet yang keras mengejutkan Luna.

​"Nyonya Luna? apakah anda baik-baik saja di dalam?" suara berat salah satu pengawal Tuan Liam terdengar dari balik pintu.

​Luna tersentak. dengan cepat ia mematikan sambungan telepon dan menghapus log panggilan di ponsel ibunya.

Ia membasuh wajahnya dengan air untuk menyembunyikan matanya yang memerah.

​"Iya, aku hanya merasa sedikit sakit perut!" seru Luna dari dalam.

​Ia keluar dari toilet dengan wajah pucat namun berusaha tetap tenang. Ia mengembalikan ponsel dengan hati-hati setelah pengawal itu keluar dari dalam kamar.

Tak lama seorang pengawal masuk lagi.

"Nyonya, Tuan sudah menunggu di mobil." Ucapnya.

"Apa? Tuan Liam menjemputku? bukannya ini belum terlalu sore?" Luna sangat ingin berteriak.

Kenapa pria itu sangat menguji kesabarannya, andai tidak ada apa-apa. Luna pasti tidak tunduk padanya.

Setelah berpamitan, Luna bergegas keluar dari dari lobi rumah sakit, sebuah mobil mewah berwarna hitam sudah terparkir tepat di depan pintu utama.

Salah satu pengawal membukakan pintu dan jantung Luna berdegup kencang saat melihat sosok Liam duduk dengan kaki bersilang di dalam menatap layar tabletnya.

​Begitu mobil mulai melaju, suasana menjadi sangat hening. keheningan itu akhirnya pecah oleh suara bariton Liam yang langsung mengintimidasi.

​"Jadi... apa yang kalian bahas sampai harus berbisik-bisik seperti itu di kafe tadi?" tanya Liam tanpa mengalihkan pandangan dari tabletnya.

​Luna tersentak. dia benar-benar tahu segalanya... batinnya kesal. "Hanya urusan wanita Tuan Liam. tidak semua hal harus Tuan tahu." Kata Luna.

Liam meletakkan tabletnya, lalu menoleh sepenuhnya ke arah Luna dengan tatapan tajam yang menyelidik.

"Urusan wanita yang membuatmu tampak sangat serius? atau kau sedang membahas sesuatu di belakangku bersama wanita yang tidak tahu siapa namanya?"

Luna membuang muka ke arah jendela, bibirnya mengerucut.

Rasa kesal karena terus-menerus diawasi membuatnya berani menjawab dengan ketus.

​"Aku merasa seperti tahanan bukan istri! ke mana pun aku pergi, ada tiga bayangan di belakangku. bahkan bernapas pun rasanya harus seizinmu Tuan!" Luna mengomel sambil tetap cemberut, wajahnya memerah karena jengkel.

​Melihat ekspresi Luna yang tampak sangat menggemaskan saat marah, pertahanan Liam yang dingin tiba-tiba goyah. tanpa sadar, sebuah gerakan refleks muncul.

Liam mengulurkan tangannya dan mencubit gemas pipi Luna yang sedang menggembung.

​"Aw! sakit, Tuan!" seru Luna sambil menepis tangan pria itu.

​"Habisnya, wajahmu itu... jangan cemberut seperti itu kalau tidak mau aku hukum dengan cara lain," ucap Liam.

Ada nada yang lebih lembut dari biasanya, dan sudut bibirnya sedikit terangkat meski sangat tipis.

Luna mengusap pipinya yang memerah, pura-pura tetap marah. namun ada sesuatu yang aneh di hatinya. cubitan itu terasa begitu manusiawi.

Luna menoleh ke wajah Liam dan mendapati tatapan pria itu turun, terpaku cukup lama pada bibir Luna.

​"Kenapa menatapku seperti itu?" tanya Luna deg-degan.

​"Luna..." suara Liam merendah, menjadi bariton yang dalam dan serak.

"Bolehkah aku menciummu?" ​Luna terbelalak. Ia terpaku, tidak menyangka pria sedingin dan seotoriter Liam akan meminta izin untuk hal seperti itu.

Biasanya, Liam hanya akan mengambil apa yang dia mau tanpa peduli perasaan orang lain.

​Belum sempat Luna memberikan jawaban, entah itu penolakan atau persetujuan. Liam sudah bergerak lebih dulu.

Liam menangkup rahang Luna dengan tangannya yang besar namun terasa hangat.

Dengan lembut tapi pasti, ia mendaratkan bibirnya di atas bibir Luna. ciuman itu tidak kasar seperti yang Luna bayangkan.

Sebaliknya, ada ketulusan dan rasa haus yang tertahan di sana.

​Luna sempat ingin memberontak, namun sentuhan Liam seolah menghipnotisnya. untuk sesaat, Ia lupa akan dendam dan ancaman.

Di dalam mobil yang bergerak membelah kemacetan kota itu, Luna merasakan jantungnya berdegup jauh lebih kencang daripada saat ia berada dekat dengan Dion.

"Emhhh"

​Saat Liam melepaskan ciumannya, ia tidak menjauh. Ia menyandarkan keningnya di kening Luna, napas mereka menderu pendek.

​"Mulai sekarang belajarlah untuk hanya memikirkan aku Luna. "bisik Liam posesif tepat di depan bibir Luna.

​Luna hanya bisa terdiam dengan bibir yang terasa panas, menyadari bahwa pelan tapi pasti pertahanannya mulai runtuh di tangan Liam ketika pria itu meminta lebih.

Bersambung...

1
partini
👍👍👍👍
partini
visual nya 👍👍👍👍👍👍 lanjut thor
partini
berpisah nya karena salah faham
partini
❤️❤️❤️❤️👍👍 lanjut
Agunk Setyawan
kocak🤣
partini
good story
partini
lanjut thor 👍👍👍👍
partini
wah tengil dua dua nya
partini
jahat Banggt si Liam itu mah bukan istri
Momy Ji Ji: Aslinya jahil kak/Proud/, ikuti terus yah/Smirk//Rose/
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!