NovelToon NovelToon
Traces Behind The Shadows

Traces Behind The Shadows

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Mafia / Crazy Rich/Konglomerat / Cinta Seiring Waktu / Mata-mata/Agen / Harem
Popularitas:421
Nilai: 5
Nama Author: Yes, me! Leesoochan

Di kota Paris yang penuh intrik, Amina De La Croix, seorang detektif swasta berhijab yang jenius dan tajam lidah, mendapati dirinya terjebak dalam kasus pembunuhan misterius yang menyeret tujuh mafia tampan yang menguasai dunia bawah kota tersebut.

Saat Amina menyelidiki, dia berhadapan dengan Alexander Rothschild, pemimpin mafia yang dingin dan tak tersentuh; Lorenzo Devereux, si manipulator licik dengan pesona mematikan; Theodore Vandenberg, sang jenius teknologi yang misterius; Michael Beaumont, jagoan bela diri setia yang berbicara dengan tinju; Dante Von Hohenberg, ahli strategi yang selalu sepuluh langkah di depan; Felix D’Alembert, si seniman penuh teka-teki; dan Lucien Ravenshaw, ahli racun yang mematikan namun elegan.

Di tengah misteri dan bahaya, sebuah hubungan yang rumit dan tak terduga mulai terjalin. Apakah Amina akan menyelesaikan kasus ini sebelum dirinya terseret lebih dalam ke dunia mereka? Atau justru tujuh mafia ini yang akan takluk oleh keunikan sang detektif?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yes, me! Leesoochan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Episode 3

Kembali di apartemennya, Amina memulai pencarian dengan hati-hati. Setiap nama di daftar itu adalah petunjuk, dan Amina tahu bahwa di balik kekuatan besar ini ada jaringan yang lebih dalam, lebih luas. Dia menyusuri data di layar komputernya, mencoba menghubungkan setiap nama dengan informasi yang ia miliki sebelumnya.

Namun, saat semakin dalam ia menyelami dunia gelap itu, Amina mulai merasakan kehadiran yang mengawasinya. Sesuatu atau seseorang terus mengikutinya, bahkan dalam kesendirian ini. Ia merinding, merasa seolah ada mata yang tak terlihat menatap setiap langkahnya.

"Ada yang tidak beres," gumamnya, merasa tidak nyaman.

Beberapa hari berlalu, dan Amina semakin menyadari bahwa apa yang ia hadapi jauh lebih rumit dan berbahaya. Nama-nama di daftar itu ternyata mengarah pada jaringan mafia yang mengendalikan hampir seluruh aspek kehidupan di Paris. Dari perdagangan narkoba hingga perjudian ilegal, mereka menguasai semuanya. Tidak hanya itu, Amina mengetahui bahwa mereka bahkan menyusup hingga ke jajaran pejabat tinggi.

Malam itu, Amina bertemu dengan seorang informan lain yang sudah lama dia cari. Pria itu terlihat gugup, seolah tahu bahwa ia sedang bermain dengan api. Di ruang bawah tanah yang pengap dan gelap, suara langkah kaki mereka terdengar nyaring di ruang yang sepi.

"Ini daftar yang lebih lengkap," kata informan itu, seraya menyerahkan sebuah amplop tebal. "Tapi, ingat—ini bukan hanya mafia biasa. Ada sesuatu yang lebih besar yang menggerakkan mereka."

Amina membuka amplop itu dan mulai memeriksa daftar baru. Tujuh nama tertera di sana, semuanya adalah kepala dari tujuh mafia yang mengendalikan kota. Di bawah nama-nama itu, terdapat tulisan kecil yang mengindikasikan koneksi mereka dengan bisnis ilegal yang lebih luas—dan di bawah itu, ada satu nama yang tidak dikenal, namun sangat memengaruhi jalannya semua transaksi.

"Siapa ini?" Amina bertanya, menunjuk pada nama terakhir di bawah daftar.

Informan itu menatapnya dengan cemas. "Itu... Itu bukan orang yang bisa kamu dekati. Mereka lebih kuat dari yang kamu kira. Jangan terlalu mendekat."

Namun sebelum Amina bisa mengajukan pertanyaan lebih lanjut, pria itu berbalik dan menghilang begitu saja, meninggalkan Amina dengan pertanyaan yang lebih besar daripada sebelumnya.

Amina menatap layar komputernya dengan mata yang lelah. Ia baru saja menerima daftar nama mafia yang lebih panjang dari yang ia duga. Namun, seiring dengan itu, ada perasaan aneh yang mulai menyelimuti dirinya. Seperti melangkah ke dunia yang tak terjamah, tempat yang hanya diketahui oleh orang-orang yang hidup dalam bayang-bayang.

“Ini seperti labirin yang tak berujung,” gumamnya pelan, tangannya menekan keras tumpukan berkas di meja. Hati Amina berdegup cepat, dan ia tahu sebuah perasaan yang ia tak bisa abaikan bahwa ada sesuatu yang besar, lebih besar dari yang ia kira, yang sedang mengawasi setiap langkahnya.

Di balik setiap nama yang ia gali, semakin ia merasa ada yang berusaha menghapus jejak. Beberapa nama hilang begitu saja. Seperti kabut yang mengaburkan pandangan. Seperti bayangan yang merayap pergi begitu ia mendekat.

“Ada yang lebih besar dari ini,” pikirnya, menarik napas panjang. “Seseorang yang benar-benar mengendalikan semuanya dari balik bayangan.”

Nama yang terus muncul di setiap titik yang ia gali—Alexander Rothschild. Nama itu seperti jeritan yang tak terucap, sebuah legenda yang tidak pernah terungkap. Namun, Amina merasakan hawa dingin yang mengalir di punggungnya begitu mendengar nama itu. Rothschild. Nama yang hanya berani dibisikkan dalam percakapan gelap. Sebuah teka-teki yang seakan tak bisa dijawab.

Amina menunduk, menulis nama itu di atas kertas dengan huruf besar. “Jika aku bisa menemukan dia, aku bisa menghentikan semuanya.”

Namun, tak ada yang mudah. Informan yang pernah memberi petunjuk mulai merapatkan mulutnya. Beberapa menghilang begitu saja, seperti disapu angin. Amina melirik jam di dinding, seakan tak percaya sudah seberapa lama ia berada dalam pencarian ini. Jam sudah menunjukkan pukul dua pagi, tetapi matanya tetap tak lepas dari layar komputer.

“Pencarian ini sudah terlalu lama,” pikirnya, matanya menyipit, menilai hasil kerja kerasnya.

Dia menghela napas, lalu membuka kembali berkas yang tergeletak di samping komputernya. Nama Rothschild semakin jelas. Namun, semakin mendekati kebenaran, semakin ia merasakan bahaya yang mengintai.

Sebuah ketukan keras terdengar dari pintu kantornya.

Amina langsung terkejut dan menoleh. Hatinya berdegup cepat. “Siapa itu?” Suaranya serak, tubuhnya bergetar. Tak ada yang datang ke sini setelah jam kerja. Perlahan, ia berjalan menuju pintu dan membuka sedikit celah.

Di luar, seorang pria dengan jaket hitam berdiri. Wajahnya tersembunyi di balik bayangan. Amina menatap tajam.

“Kau yang mengganggu mereka?” Pria itu bertanya, suaranya rendah, hampir seperti bisikan.

“Siapa kamu?” jawab Amina dengan nada datar, meskipun hatinya berdebar.

Pria itu tersenyum samar. "Aku sudah mendengar tentangmu, Amina. Kau terlalu berani. Rothschild bukanlah musuh yang bisa kau taklukkan. Berhentilah sebelum semuanya terlambat."

Amina menyentuh lengan bajunya, merasakan getar ketegangan yang mengalir. "Aku tak bisa mundur sekarang. Sudah terlalu banyak yang aku temukan. Terlalu banyak nyawa yang tergantung pada apa yang aku temukan."

Namun pria itu tidak mengangguk, malah mundur, menambahkan, “Hati-hati, Detektif. Api itu bisa membakar siapa saja. Termasuk dirimu.”

Pintu ditutup dengan keras. Amina merasakan hawa dingin mencekam tulang belakangnya. “Apa maksudnya dengan itu?” gumamnya pelan. Namun, jauh di dalam hatinya, ia tahu. Rothschild adalah titik akhir yang harus ia capai. Tidak peduli berapa banyak nyawa yang harus dikorbankan.

Keesokan harinya, Amina melangkah keluar dari gedung dengan langkah tegas. Udara pagi yang dingin menyapa wajahnya. Ia tahu hari ini adalah titik balik. Pencarian ini semakin mendalam, semakin gelap.

Namun, di tengah keramaian kota, ia merasa ada yang berbeda. Sesuatu yang tak terlihat. Wajah-wajah yang tampak biasa, namun ada sesuatu yang mengintai di baliknya. Amina merasakan mata-mata itu. Mereka mengikuti gerak-geriknya, mengejarnya dari bayang-bayang.

“Rothschild memang lebih besar dari yang aku kira,” pikirnya, matanya menyapu jalanan dengan penuh kewaspadaan. Ia menatap setiap orang yang lewat, berharap menemukan petunjuk, sebuah tanda yang bisa membawanya lebih dekat.

Setelah berjam-jam berjalan menyusuri kota, Amina akhirnya menemui seorang informan. Pria itu berdiri di sebuah kedai kopi kecil, matanya gelap dan penuh ketakutan.

“Amina,” katanya terbata-bata. “Rothschild… dia bukan seperti yang kalian kira. Dia punya cara untuk menghancurkan siapa saja yang mengganggu. Kamu harus berhenti!”

Amina menatap pria itu dengan tatapan tajam. “Berhenti? Tidak ada jalan mundur. Aku sudah hampir sampai.”

Pria itu menghela napas panjang dan berkata, “Kau sedang bermain dengan api, Amina. Jangan biarkan api itu membakarmu.”

Namun Amina tidak bisa berhenti. Apa yang ia rasakan lebih dari sekadar penyelidikan. Ada perasaan yang lebih kuat, kebenaran yang harus ia ungkapkan. Ia tahu, semakin ia menggali, semakin banyak orang yang mencoba menutupinya.

"Aku tak akan mundur," bisiknya dalam hati.

Dengan tekad yang membara, Amina melangkah lebih jauh, menuju api yang akan menentukan hidup dan matinya, serta masa depan kota ini.

Langkah-langkahnya menggema di jalanan sepi, dan suara itu seakan menjadi mantra yang terus mengikutinya: "Jangan biarkan api itu membakarmu."

1
ceritanya bagus nuansa Eropa kental banget,
romantisnya tipis karena mungkin sesuai genrenya, tapi aku suka baca yang seperti ini.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!