Seorang Wanita yang berjuang bertahun-tahun menghadapi badai hidupnya sendirian, bukan sebuah keinginan tapi karena keterpaksaan demi nyawa dan orang yang di sayanginya.
Setiap hari harus menguatkan kaki, alat untuk berpijak menjalani kehidupan, bersikap waspada dan terkadang brutal adalah pertahanan dirinya.
Tak pernah membayangkan, bahwa di dalam perjalanan hidupnya, akan datang sosok laki-laki yang mampu melindungi dan mengeluarkannya dari gulungan badai yang tak pernah bisa dia hindari.
Salam Jangan lupa Bahagia
By Author Sinho
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sinho, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
My LB-33
Hal yang biasa dilakukan oleh Evan, berkumpul dengan ketiga teman yang selalu memberikan senyuman dengan tingkah konyol yang ditunjukkan.
"Jadi bagaimana?" Tanya Klein.
"Susah beres, aku berhasil mengamankan Dryana dari cecunguk itu" jawab Evan sambil menikmati makanan.
"Maksud mu Sandiago Gurven?" Sahut Jhon yang segera di beri anggukan oleh Evan.
Sementara Dixon yang sedari tadi ada disana hanya mendengarkan dengan serius, "Tapi aku dengar dia sudah tamat, perusahaannya bahkan kini sudah habis, dan keluarga Gurven dinyatakan bukan lagi urutan konglomerat, bahkan hal ini terjadi begitu cepat, sangat mengerikan"
Evan hanya menunjukkan senyuman tipisnya saja, terkadang merasa gemas juga mulutnya ingin bicara realita yang sebenarnya, tapi dia merasa saat ini belum di perlukan, mungkin nanti saat rencana besarnya duduk di pelaminan bersama Dryana terwujud, baru dirinya akan menceritakan semuanya ke mereka bertiga.
Tak lama kemudian, terdengar suara ponsel Evan berbunyi, segera tangannya menekan tombol untuk menjawab panggilan.
"Iya Sweety, ada apa?" Tanya Evan.
"Grandpa sudah boleh pulang hari ini"
"Syukurlah, aku akan kesana sebentar lagi"
"Tidak perlu Ev, aku sudah bersiap pulang sekarang, pihak Rumah Sakit bilang semua administrasi tidak perlu di khawatirkan, semua sudah terbayarkan, apa jumlahnya sangat banyak ev?"
Mendengar pertanyaan Dryana, Evan langsung tertawa.
"Tidak banyak Sweety, tenang saja, aku sudah mengatasinya"
"Tapi Ev, aku takut sudah menguras uangmu"
"Tidak apa-apa Dry, uang itu tak sebanding dengan semua servis yang nantinya akan kau berikan padaku"
"Apa?!" Sebenarnya bukan hanya Dryana yang terkejut, tapi ketiga sahabatnya sampai ikut menggelengkan kepala akan kelakuan Evan yang malah tertawa.
"Aku akan segera menikahi mu Dry, apa kau lupa?"
"Oh my God, aku semakin takut saja padamu Ev" jawab Dryana membuat Evan lagi-lagi tertawa.
"Jangan takut, aku pandai menghangatkan dan membuat nyaman Sweety"
"Dasar mesum!"
Akhirnya Dryana menutup ponselnya, sedangkan Evan hanya tersenyum saja, tak peduli sudah mendapat tatapan horor dari ketiga temannya.
"Jadi kamu mau menikah Ev?"
"Hem, secepatnya"
"Kalau begitu kapan Dryana kamu kenalkan resmi kepada kami?, setidaknya beri kesempatan calon istrimu mengenal teman-temanmu ini" Dixon yang merasa belum pernah di perkenalkan langsung melayangkan protesnya.
"Secepatnya" jawab Evan tepat setelah menikmati suapan terakhirnya.
Evan lalu berpamitan, mengingat wanitanya telah mengatakan kembali pulang malam ini, membuat ada kekhawatiran dihati, bukan soal kesehatan Grandpa, namun para benalu di Mansionnya yang harus di waspadai.
Kembali Evan menaiki motor Sportnya, Evan melaju dengan menambahkan kecepatannya, hingga sepuluh menit kemudian sudah berada di halaman Mansion yang masih nampak sepi.
"Maaf Tuan Evan, baru saja Tuan besar dan Nona Dryana masuk ke dalam" sang penjaga gerbang tergopoh-gopoh menyambut kedatangan Evan dan memberikan informasi.
"Hem, tidak masalah, terimakasih pak" jawab Evan yang kini sudah melepas semua aksesoris berkendara dan segera masuk.
Seperti dugaannya, pemandangan yang di lihat Evan pertama kali masuk adalah satu keluarga yang menurutnya sangat tidak tau malu, dan kini Evan mendapatkan tatapan tajam dari mereka semua.
"Lancang sekali kau masuk Mansion ini" seorang laki-laki muda mengawali sambutannya.
Evan hanya tersenyum tipis, rasanya ingin sekali menghajar mulut yang sudah berucap kasar padanya, tapi Evan masih bisa menahan dirinya.
"Yang aku tau ini adalah Mansion milik calon istriku, apa aku salah Ricky?"
"Apa!" Semua hampir terkejut mendengar perkataan Evan.
"Tidak mungkin, kau tidak pantas untuk Dryana, dia akan kami carikan laki-laki yang kaya dan sangat berkuasa, jadi jangan mimpi!" Sahut Carla Miguel.
"Aku peringatkan, kalian bukan siapa-siapa bagi Dryana, jadi jangan mencampuri hidupnya lagi"
"Kau_!" Teriak Markus Harson, sang paman tiri Dryana.
"CUKUP!" terdengar suara langkah kaki mendekati, rupanya Dryana sudah mendengar semuanya, dan kali ini hatinya sudah mantap untuk melakukan sesuatu.
"Dryana, dia sudah_"
"Diam bibi, apa yang diucapkannya benar sekali, sebagai pemilik Sah Mansion ini, berikan semua surat-surat yang kalian bawa, aku akan segera menjualnya!"
"APA,!" kali ini, ketiga orang yang sudah lama menguasai Mansion milik Dryana itu kaget.
"Tidak, bagaimana mungkin kau akan menjualnya, kamu akan tinggal dimana?" Sang bibi Carla Miguel nampak panik seketika.
"Tentu saja bersama dengan suamiku nantinya, kami akan segera menikah, dan Evan punya tempat tinggal yang sangat layak, jadi aku tak keberatan sama sekali, hidupku tak akan susah, dan sekarang serahkan semua surat-surat Mansion ini padaku, karena sesuai wasiat, jika aku menikah, semua hak kepemilikan Mansion ada sepenuhnya padaku!"
Ucapan Dryana tentu membuat semuanya cemas, Evan hanya tersenyum tipis, bergeser dari tempatnya dan berada di samping Dryana, menjaga jika terjadi hal-hal di luar perkiraannya.
"Tidak bisa!, kau belum resmi menikah, jadi semua itu belum berlaku!"
Brug
Dryana yang sudah menduga akan hal ini segera melemparkan surat resmi pendaftaran pernikahannya yang sudah diurus sebelumnya oleh Evan.
Tangan sang Paman sampai bergetar mengambilnya, lalu di baca perlahan dan semuanya adalah kebenaran.
"Sepertinya, semuanya sudah jelas, jadi berikan surat-surat kepemilikan Mansion ini dengan baik-baik, atau aku akan menempuh jalur hukum yang tentunya akan membuat kalian semakin tidak punya uang, pikirkan baik-baik" suara Evan penuh ketenangan, tapi justru seperti genderang perang bagi Ricky dan keluarganya.
Tak ada lagi jalan keluar, karena memang benar seperti yang dikatakan Evan, bahwa sekarang ini tak ada uang besar lagi berada dalam genggaman, semua sirna karena insiden kebangkrutan Sandiago Gurven.
Akhirnya, Markus Harson masuk ke dalam kamarnya, mengambil semua file penting kepemilikan Mansion yang berada dalam brankas nya, dan menyerahkan kepada Dryana.
"Kau sungguh akan menjual Mansion ini?" Tanya Markus Harson setelah menyerahkan semuanya.
"Tentu saja, aku sudah tak punya apa-apa lagi karena kalian, jadi Mansion ini akan segera ku jual untuk biaya pernikahan dan memulai hidupku yang baru bersama suamiku, soal kalian, aku tidak peduli, jadi siap-siap lah segera keluar dari Mansion ini"
"Kau kejam sekali!" Tak terima Carla Miguel berteriak.
"Kejam?, pantaskah mulut bibi berucap seperti itu padaku?, berkaca lah pada dirimu sendiri!" Jawab Dryana dengan sengit, bisa-bisanya menyebut dirinya kejam, memangnya sudah lupa apa yang di perbuat bertahun-tahun padanya, bahkan kelakuan mereka lebih mirip predator yang selalu memangsa jika ada kesempatan.
Malam itu juga, Dryana mengusir keluarga Parasit yang sudah bertahun-tahun menguasai hidup Dryana, hingga membuat dirinya tak pernah bisa nyenyak dalam tidurnya.
Kini, Evan berada di samping Grandpa, setelah Dryana menjelaskan semuanya, dimana dengan terpaksa akan menjual Mansion dan segera berpindah ke Apartemen Evan setelah menikah nantinya, tentu bersama dengan Grandpa yang tidak akan di biarkan sendiri lagi.
Ada anggukan dan senyuman, kali ini Dryana sangat lega, karena sang kakek ternyata tidak keberatan sama sekali, bahkan terlihat setuju dan bahagia untuk tinggal bersama di tempat yang baru.
Evan menyandarkan tubuhnya di atas kursi Sofa yang ada di kamar Dryana.
"Aku akan membersihkan diri Ev" ucap Dryana yang hampir melewati Evan menuju ke bathroom, namun tiba-tiba _
"Ev!" Teriak Dryana terkejut saat Evan menyambar tubuhnya dan meletakkan bo-kongnya diatas pangkuannya.
"Aku merindukanmu Dry"
"Jangan konyol Ev, bukankah dari tadi kita sudah bersama?"
"No, tak ada sentuhan sama sekali, aku ingin itu"
"Sentuhan?"
"Hem"
"Maksudmu?"
Cup
Evan langsung mencium bibir Dryana, menarik tengkuknya dan memperdalam sesaat kemudian.
Ehem, yuk mana nih KOMENnya, LIKE, VOTE, HADIAH dan tonton IKLANNYA.
Bersambung.