Raya yang baru saja melakukan ujian nasional, mendapatkan musibah saat akan datang ke tempat tinggal temannya. Kesuciannya direnggut oleh pria tak dikenal. Raya memutuskan untuk melaporkannya ke polisi. Bukannya keadilan yang dia dapatkan, namun ancaman. Tidak hanya sampai di situ saja, dia dinyatakan hamil akibat insiden itu. Lagi-lagi bukannya keadilan yang dia dapatkan, namun perlakuan buruk yang dia terima.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ROZE, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
35 Ujian Pertama
"Baiklah, langsung saja. Kamu tahu, kenapa kamu kami panggil ke sini?" tanya ketua jurusannya.
"Maaf, tidak, Pak."
"Kamu akan kami keluarkan dari fakultas teknik ...."
"Apa? Tapi kenapa, Pak? Bu?"
"Begini, kamu diketahui melakukan kecurangan dalam mendapatkan nilai selama ini ...."
"Apa? Curang? Curang bagaimana, maksud Bapak?"
"Kamu melakukan penyogokan kepada beberapa orang dosen ...."
"Sogok? Saya sogok dari mana, Pak? Saya saja butuh uang untuk kebutuhan saya sendiri, lalu darimana saya mendapatkan uang untuk menyogok?"
"Bisa saja, kan, kamu menjadi sugar baby seseorang."
"Itu fitnah, saya tidak seperti itu. Dan apa buktinya saya menyogok?"
"Beberapa orang dosen itu sudah mengakui."
"Beberapa?"
"Iya, beberapa."
"Tolong buktikan kalau saya melakukan penyogokan. Kalau sampai tidak terbukti, saya akan menuntut pihak yang menyebarkan fitnah ke ranah hukum."
"Ini buktinya."
"Ini palsu. Saya tidak pernah melakukan itu. Bapak dan ibu bisa melakukan penyelidikan lebih lanjut. Selain itu, saya juga berani melakukan uji ulang sekarang juga di hadapan Bapak dan Ibu."
"Dengar, keputusan kampus sudah bulat."
"Tapi ...."
"Kamu Isa keluar sekarang juga. Tenang saja, kami tidak akan membocorkan masalah ini kepada siapa pun, ini juga demi nama baik kampus."
"Tolong pertimbangkan lagi, Pak, Bu!"
"Silahkan keluar."
Raya akhirnya keluar juga. Kini air matanya benar-benar keluar. Dadanya terasa sesak dengan ujian yang bertubi-tubi ini.
Kenapa?
Kenapa?
Kenapa?
Kenapa harus aku dan selalu aku?
Raya kini duduk di halte, menyadarkan kepalanya pada tiang. Sekarang apa yang harus dia lakukan? Tidak ada hal baik yang baik padanya sejak dia bertemu lagi dengan pria itu.
Pria itu!
Raya tersentak dengan pikirannya sendiri.
Apa semua ini ulah pria itu?
Benar, pasti dia!
Raya mengepalkan tangannya. Rasa bencinya kepada Keanu semakin besar dan rasanya dia sampai ingin muntah saja.
Raya kembali menghela nafas berat. Sekarang dia bingung mau berbuat apa. Kalau dia pulang sekarang, Rean dan Rion pasti akan bertanya banyak hal. Tapi dia harus ke mana? Sedangkan dia sendiri juga merasa membutuhkan kasurnya untuk tidur. Siapa tahu saja semua ini hanya mimpi.
Mimpi buruk.
Raya akhirnya memutuskan pulang saja. Langkahnya semakin lunglai dari sebelum dia menuju ruangan rektorat.
"Rean, Rion, mommy pulang."
"Kenapa mommy sudah pulang?"
"Karena mommy sangat merindukan Rean dan Rion."
Raya memeluk keduanya, berharap dengan begitu, maka beban berat yang ada di pundaknya terasa lebih ringan. Mencoba men-sugesti dirinya sendiri.
"Mommy ganti baju dulu, ya."
Dikeluarkan dari kuliahnya dengan cara yang tidak terhormat, tentu membuat dia sakit hati. Lebih baik dia dikeluarkan karena tidak mampu membayar biaya kuliah, daripada dikeluarkan karena dituduh berbuat curang.
Dia sakit hati!
Benar-benar sakit hati.
Dia diremehkan.
Kepintarannya diragukan, bukan berarti juga dia mengharapkan pujian dan dielu-elukan.
Kalau dia punya uang untuk menyogok, lebih baik dia pakai untuk menyenangkan Rean dan Rion.
"Mommy."
"Ya, Sayang?"
"Ayo, Lean pijitin."
Rean memapah Raya ke kasur membuat Raya malah merasa geli. Bagaimana melihat anak yang bahkan tingginya belum mencapai pinggangnya, memapah perempuan dewasa.
Seperti biasanya, Rean memijit sebelah kaki Raya, dan Rion yang sebelah lagi. Rasanya hanya seperti dielus-elus, tapi membuat Raya merasa nyaman. Merasa diperhatikan dan dipedulikan.
Rean kini memijit kening Raya. Lama kelamaan, Raya merasa ngantuk, lalu tertidur. Beban hidup yang terasa berat, membuat orang bahkan akan membawanya ke alam mimpi.
Sama seperti yang Raya rasakan saat ini.
Tidurnya begitu gelisah, dia seperti terjatuh, tenggelam, melayang-layang, bahkan seperti kehabisan oksigen. Belum lagi dia merasa seperti dikejar-kejar. Lalu mimpinya berubah, melihat kedua anaknya yang menangis kencang karena kelaparan, dengan pakaian lusuh yang sudah bolong-bolong.
Lalu, datang sosok-sosok hitam. Mereka mengulurkan tangan. Bukan, bukan untuk menolong, tapi untuk mencekik dirinya. Membawa anak-anaknya.
"Jangan ... jangan bawa anakku."
"Jangan rebut anakku!"
"Jangan rebut anakku!"
Raya menangis, menjerit.
"Jangan rebut anak-anakku!"
"Mommy ... Mommy!"
"Tolonglah ... aku mohon ... jangan rebut anakku! Jangan rebut anak-anakku!"
"Mommy ... Mommy!"
Rean dan Rion menangis. Bukan dalam mimpi Raya, tapi di alam nyata. Mereka ketakutan melihat Raya yang berteriak dan menangis, tapi tidak mau bangun saat dibangunkan.
Rean lalu ke luar kamar, mengambil ponsel yang ada di meja.
Keanu, yang kebetulan melihat CCTV di laptopnya, kaget melihat Rean yang menangis. Pria itu langsung meninggalkan ruang kerjanya.
"Hei, Keanu, kamu mau ke mana?"
Ken tidak menjawab, justru semakin mempercepat langkahnya.
Virza dan Vindra akhirnya mengikuti pria itu. Tidak membutuhkan waktu lama, Keanu langsung menuju unit Khea.
"Daddy!" teriak Rean san Rion begitu melihat Keanu datang.
"Hei, Sayang. Kenapa kalian menangis? Hm?"
"Daddy, mommy sakit. Tidul teliak-teliak, gak mau bangun."
Keanu langsung masuk ke kamar Raya, sementara Virza dan Vindra juga ikut, takut terjadi sesuatu, jadi mereka bisa langsung ikut menolong.
"Badannya panas banget."
"Bawa ke rumah sakit, Keanu. Jangan dibiarkan saja, takut nanti malah kejang-kejang."
Virza ingin menggendong Raya, tapi langsung dicegah oleh Keanu.
"Biar aku saja."
Virza dan Vindra akhirnya mengendong Rean dan Rion.
Untung saja hari ini Keanu memakai mobil yang bisa menampung banyak orang. Repot kalau dia harus ke basemen untuk mengganti mobil.
"Jangan menangis lagi, mommy kalian akan baik-baik saja."
Mereka akhirnya tiba di rumah sakit. Rean dan Rion benar-benar ketakutan, karena Raya belum pernah seperti ini sebelumnya.
Mereka tiba di depan lobi UGD. Dia orang perawat dayang membawa brankar. Keanu mencoba menenangkan Rean dan Rion. Ponsel yang Rean bawa berbunyi.
"Halo, ini aku—Vindra."
"Kenapa kamu yang angkat?"
"Kami sedang berada di rumah sakit, karena Aya ...."
"Rumah sakit mana?"
Vindra lalu menyebutkan nama rumah sakit tempat mereka berada saat ini. Begitu panggilannya ditutup, Virza langsung menyimpan nomor Nina ke ponsel miliknya. Akhirnya dia bisa juga menyimpan nomor Nina.
"Bagaimana, Dok?"
"Dia sudah baik-baik saja. Saya sudah memberikan vitamin dan obat tidur. Dia mengalami stress berat dan kurang tidur. Tolong jauhkan dia dari pikiran yang berlebihan. Beri asupan gizi yang cukup dan pola tidur yang teratur. Istri Anda akan kami pindahkan ke ruang perawatan."
Istri?
Menikah saja, belum.
Lebih tepatnya, menikah saja tidak! Meskipun mereka telah memiliki dua anak laki-laki.
Keanu akhirnya meminta untuk ditempatkan di ruang VVIP. Bukan karena dia peduli pada Raya, tapi karena dia ingin anak-anaknya merasa nyaman. Jika memang Raya harus dirawat di rumah sakit, maka dia bisa membawa Rean dan Rion tinggal bersama dengan dirinya.
Benar juga!
Dia bisa membawa Rean dan Rion tinggal bersamanya, karena tidak ada yang menjaga kedua anak itu jika mommy mereka sakit.
"Rean, Rion, kalian tinggal bersama Daddy, ya. Kan, mommy kalian lagi sakit."