Kecelakaan yang membuatnya cacat dan berakhir menggunakan kursi roda membuat Zenita sang Nona muda gagal menikah dengan kekasihnya. Ia terpaksa harus menikah dengan supir pribadinya karena mempelai pria tidak datang ke pernikahan. Namun bagaimana jadinya jika keduanya sudah memiliki pujaan hati masing-masing namun dipaksa untuk bersama?
Apakah keduanya akan saling jatuh cinta seiring berjalannya waktu? Ataukah berakhir dengan perceraian?
Sementara sang mempelai pria yang tidak datang ke pernikahan itu kembali ke kehidupannya setelah pernikahan itu terjadi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sagita chn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
28. Papa Mas...
Karena sedang melakukan aktivasi olahraga berenang Om Haris tidak melihat perselisihan tadi. Tiba-tiba setelah berganti pakaian ia melihat putrinya yang terduduk dilantai tempat fitness itu sambil menangis terisak.
Padahal ditempat fitness itu lumayan ramai, tapi tidak membuatnya malu untuk menangis. Karena rasa sesak didada lebih mencekik daripada rasa malunya.
"Hazna. Kamu kenapa sayang?" Haris pun sudah menghampiri putrinya dengan penuh kekhawatiran.
Hazna belom berani menjawab apapun. Ia hanya mampu menangis sekarang.
"Kamu kenapa sayang? Siapa yang membuatmu menangis? Apa ada yang menyakitimu?"
Hiks.. Hiks...
"Katakan siapa yang menyakitimu sayang. Biar Papa yang hajar langsung!"
Putrinya masih menikmati tangisannya. Karena hanya ini yang mampu ia lakukan. Bahkan untuk berbicara pun bibir terasa kelu.
"Ini siapa? Ini dari siapa? Siapa yang menyakitimu Hazna?" Melihat hadiah yang terkapar di lantai juga membuatnya bertanya-tanya.
"Pulang. Ayo kita pulang Pa!"
"Apa Franz yang menyakitimu? Franz habis dari sini kan Hazna?"
"Ayo pulang Pa. Hiks.. Hiks..." Putrinya tidak ingin menjawab apapun. Ia hanya kekeh ingin pulang dan memenangkan diri.
Aku tidak pernah melihat putriku sesedih ini. Kalau sampai beneran Franz yang menyakitinya aku pasti akan menghajarnya!
"Ya sudah ayo kita pulang. Nanti katakan pada Papa ada apa sebenarnya ya."
Mau tidak mau mereka langsung pulang meninggalkan tempat fitness itu. Bahkan cincin pertunangan yang sudah Hazna lempar tidak diperdulikan lagi dan menghilang entah kemana.
Jahat sekali kau Mas Franz! Aku tidak menyangka kau setega ini kepadaku. Bahkan sekarang kau meninggalkanku begitu saja tanpa memikirkan perasaanku!
Disepanjang perjalanan pun Hazna hanya mampu menangis dan menangis. Membuat Haris mencengkram kuat setirnya, namun tak berani untuk bertanya-tanya terus. Karena putrinya terlihat sangat sedih dan tidak ingin diganggu.
*
*
Ada apa dengan Nona? Kenapa dia sampai jatuh! Kemana suster? Apa dia tidak menjaga Nona dengan baik!
Kali ini Franz juga sedang berkecamuk dengan pikirannya sendiri. Ia bahkan menyetir mobil dengan kecepatan tinggi. Ia memang sedang dalam perjalanan pulang namun seolah-olah pikirannya sedang tertinggal juga ditempat fitnessnya itu.
Maafkan aku Hazna. Aku pasti akan kembali dan menjelaskan semua ini padamu.
Ya Tuhan aku merasa berdosa sekali pada Hazna. Bahkan aku meninggalkannya saat ia sedang menangis. Maafkan aku ya Tuhan. Tolong tenangkan Hazna.
Disisi lain pikirannya pun mengkhawatirkan istrinya.
Kalau terjadi apa-apa dengan Nona bagaimana? Bagaimana dia bisa jatuh?
Tak terasa akhirnya mobil sudah sampai dihalaman depan rumah sang Nona. Tampak mobil sang kakak ipar juga sudah terparkir dihalaman rumah itu.
Ada mobil orang asing juga yang sudah terparkir disitu.
"Ramai sekali. Apa terjadi sesuatu dengan Nona?" Dengan penuh pertanyaan dan kekhawatiran Franz pun bergegas masuk ke dalam rumah.
"Hiks.. Hiks.. " Kali ini Franz mendapati istrinya yang sedang menangis dikursi rodanya. Melihat itu Franz langsung menghampirinya dengan penuh kekhawatiran.
"Nona. Apa Nona tidak papa? Nona beneran jatuh??" Dengan paniknya Franz bertanya.
Zenita masih mengunci mulutnya. Ia terus menangis terisak-isak sambil menatap Franz.
Ya Tuhan. Bahkan hari ini aku harus melihat dua wanita yang menangis sekaligus.
"Mana yang sakit Nona? Nona tidak papa kan?"
"Hiks...Hiks..." Masih menangis dan membisu.
"Nona tidak papa kan? Sebenarnya apa yang terjadi Nona? Kenapa Nona bisa jatuh?"
Tanpa sadar suster pun sudah berdiri didekat mereka. Ia membawa perban dan minyak penghangat untuk sang Nona.
"Maaf Tuan Franz. Aku harus mengecek kedaan kaki Nona. Ia terjatuh saat aku tinggal tadi."
"Bagaimana kau bisa main tinggal Nona sembarangan? Seharusnya kau berhati-hati saat menjaganya!" Franz sedikit ketus. Mungkin karena rasa kepeduliannya pada Nona dan rasa kekecewanya pada suster.
"Mas. Jangan marahin suster."
"Mohon maaf Tuan Franz. Nona nekat berdiri dari kursi roda karena melihat Tuan Indra yang pingsan tiba-tiba untuk menyelamatkannya. Jadi saya tidak sempat untuk mencegahnya berdiri."
"Haaa? Pingsan?"
Franz langsung mengingat keadaan Tuan Indra yang memang memiliki riwayat penyakit jantung.
Jangan-jangan Papa Indra kumat lagi. Tidak. Aku harap ini tidak terjadi ya Tuhan.
"Sekarang bagaimana? Nona kau tidak papa kan? Maafkan aku juga telah meninggalkanmu Nona. Nona tidak papa kan?"
Zenita hanya mengangguk. Ia tak kuasa menahan tangisannya.
"Dokter juga sedang menuju kesini Tuan Franz. Tenanglah."
Bagaimana bisa aku tenang jika semuanya berantakan seperti ini.
"Lalu dimana Papa Indra dan yang lainnya Sus?"
"Mereka semua sedang menuju kerumah sakit Tuan. Sepertinya keadaan Tuan Indra memburuk. Ada dokter yang sempat memeriksanya tadi namun ia juga angkat tangan"
"Ya ampun." Franz tidak tahu harus berkata apalagi.
Ada apa dengan hari ini ya Tuhan. Kenapa semuanya terasa berat sekali.
"Nona tidak papa kan?" Kali ini Franz mengusap air mata istrinya yang terus berderai.
"Papa. Papa Mas.." Yang ada dipikiran Zenita sekarang adalah sang ayah. Sebenarnya ia juga merasakan sakit kaki yang teramat ngilu karena terjatuh tadi. Namun teralihkan dengan rasa sedihnya melihat kondisi sang ayah yang tiba-tiba pingsan itu.
Bukan karena Zenita ingin memperburuk keadaanya, namun karena rasa sayangnya terhadap sang ayah hingga membuatnya reflek berdiri dari kursi roda melihat ayahnya yang pingsan.
"Tenang saja Nona. Berdoalah, Papa pasti baik-baik saja." Franz masih mengusap-usap lembut air mata istrinya yang terus berderai. Ia juga berusaha menenangkan istrinya sambil memapahnya masuk kedalam kamar untuk istirahat.
Tak lama dokter yang biasa menangani Nona pun datang juga untuk memeriksa.
"Bagaimana Dok. Nona baik-baik saja kan?"
"Syukurlah ini tidak terlalu serius Tuan. Hanya saja tulang Nona sedikit tergelincir, tapi sudah saya kembalikan seperti semula. Diusahakan jangan sampai terjadi seperti ini lagi, karena ini akan memperlambat penyembuhan kaki Nona."
"Baik Dok. Saya akan lebih berhati-hati lagi untuk menjaga istri saya."
Beruntung hanya kaki Nona saja yang cedera,karena tangan Nona masih aman-aman saja.