Kejadian di toko bunga sore itu menorehkan luka yang dalam di hati Alisa.
Erwin, duda kaya raya yang merupakan pelanggan setianya, tega merenggut mahkota kebanggaannya dengan paksa.
Dendam dan kebencian meliputi Alisa.
Berbeda dengan Erwin, dia justru menyesali perbuatannya.
Berawal dari rasa frustasi karena di vonis mandul oleh dokter. dia khilaf dan ingin membuktikan pada dunia kalau hal itu tidaklah benar.
Sayangnya.. pembuktian itu dia lakukan pada Alisa, gadis belia yang sepantasnya menjadi putrinya.Penyesalannya berubah simpati saat mengetahui Alisa bisa hamil karena perbuatannya. dia meminta Alisa mempertahankan benihnya itu.
Berbagai cara dia lakukan untuk mendapatkan maaf Alisa, ibu dari calon anaknya. Mampukah Erwin mendapatkan maaf dari Alisa? kita ikuti kisah selengkapnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon balqis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33
masuk kedalam sebuah kamar.
"Bagaimana dengan anak kita? Kita akhiri saja semua ini."
Ucap Erwin putus asa.
Alisa malah menggeleng. Ia bingung bagaimana menjelaskannya pada Erwin.
"Tidak. dengan kejadian ini semakin meyakinkan diriku untuk berpisah. kita tidak cocok dalam segala hal, Om. Dan maaf, walaupun aku sudah berusaha akhirnya harus aku katakan. aku hanya menganggap mu sebagai Om, Ku. tidak lebih...!" ucap Alisa tegas. Namun air matanya berkata lain.
"Kau bercanda, kita hanya berdua disini, jadi tidak akan ada yang.."
"Aku serius, Om Erwin." potong gadis itu cekat.
Erwin terhenyak mendengar nya. Pernyataan istrinya barusan sangat menyayat hatinya.
"Jadi, kau hanya menganggap ku sebagai Om, mu?" ulang Erwin dengan mata memerah. Ia tak percaya Alisa berubah begitu cepat.
Alisa mengangguk tegas.
"Dan mulai saat ini kita tidak ada hubungan apapun lagi. aku akan segera meninggalkan rumah ini."
"Apa salahku? Bahkan kau lakukan ini saat anak kita di ketahui keberadaannya. Apa kau masih waras?" teriak Erwin.
Alisa melangkah keluar dari kamar itu. Erwin masih terpana melihatnya, apa yang sebenarnya terjadi? Benar mereka sudah bertengkar hebat dan saling menjaga jarak, tapi itu hanya sandiwara untuk mengelabui Valery. Tapi ini?
Alisa menahan tangis yang hampir saja tumpah di depan Erwin
Di depan pintu dia mendapati Valery yang tersenyum puas.
"Aku salut dengan akting mu. Tapi itu belum cukup sebelum semuanya terbukti.." bisiknya di telinga Alisa.
Alisa berlari ke kamarnya. Disana dia menumpahkan semua isi hatinya.
"Maafkan aku, Om. Aku harus mengeluarkan kata-kata yang membuatmu sakit. Aku tidak berdaya.." rintihnya dalam tangis.
Membayangkan tatapan mata Erwin yang sayu membuat hatinya ikut sakit.
"Aku sudah menorehkan luka di hati mu. Benci lah, aku. Marah padaku. Hal itu akan sedikit meringankan bebanku, Om."
"Bukan hanya kau yang merasa sakit, aku juga sakit, Om. Bagaimana bisa aku mengatakan itu pada orang yang benar-benar aku sayangi. Aku tidak berdaya...!"
Yah, Alisa melakukan itu semua demi Langit.
Saat Erwin menariknya ke kedalam kamar, dia melihat Valeri sedang mengawasi mereka. Dan Alisa yakin perempuan itu tengah menguping percakapan mereka.
Erwin masih terduduk lemas di kursi. Kata-kata Alisa masih terngiang di telinganya.
"Aku ada sesuatu yang membuatnya berubah pikiran seperti ini. Lalu apa?" Erwin memukul tembok di sampingnya untuk meluapkan kekesalan hatinya.
Valery menghampirinya.
"Mas, apa yang kau lakukan? Tanganmu berdarah?" ucapnya panik. Bergegas ia mengambil kotak obat. Tapi Erwin menarik tangannya dengan kasar saat Valery ingin mengobatinya.
"Katakan padaku, apakah aku pantas menerima semua ini? anak ku menghilang entah dimana, istriku justru minta berpisah secara tiba-tiba..." Erwin menelungkupkan wajahnya di meja. Tangisnya pun pecah.
Valery mengusap kepalanya dengan hati-hati.
Erwin tidak menolak, dia seperti bocah kecil yang sedang butuh perlindungan.
"Aku tidak bisa berkomentar apa-apa, mas. Dari awal aku memang kura g yakin pada gadis itu. Bagaimana tidak? Dia masih terlalu muda. Jelas saja akan ada banyak perbedaan di antara kalian." ucapnya pelan.
"Tapi aku tidak menyangka sampai seperti ini.."
"Yang sabar, ya.. Sekarang kau harus fokus pada pencarian Langit dulu. Tentang Alisa, biarkan dia mencari ketenangan siapa tau setelah pikirannya jernih dia akan menyadari semua kesalahannya."
Setelah Erwin tenang. Valery keluar dari kamar itu.
"Tugas kalian sekarang adalah mencari dimana keberadaan bayi itu..! Kalian tidak boleh keduluan oleh polisi." Dia memberi instruksi pada orang suruhannya.
***
Sejak kejadian itu, Erwin bersikap cuek pada Alisa. Dia lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah, kalau tidak di kantor, dia di kantor polisi menunggu kabar tentang anaknya.
Seperti sore itu, mereka berpapasan di pintu.
Alisa menarik nafas panjang. ini. Sekali dia memeluk pria itu dan berkata kalau dirinya terpaksa melakukan itu karena syarat dari Valery.
Tapi Erwin malah acuh padanya.
Hati Alisa sangat pilu menghadapi kenyataan itu. padahal dia ingin sekali melihat tatapan teduh dan senyum tulus dari Erwin seperti biasanya.
"Sudahlah, jangan berpikir lagi. Pergi sana..! Mas Erwin sudah tidak perduli lagi padamu." Valery menyenggol tangannya.
"Kalau aku meninggalkan Om Erwin, apa jaminannya kau akan memberikan Langit padaku?"
"Kau banyak tanya. Aku akan tepati janji. Aku memang licik, tapi selalu menempati semua janjiku."
"Baiklah, aku pegang kata-kata mu." ucap Alisa dan berkemas untuk pergi.
Sepeninggal Alisa, Valery berusaha menghubungi orang-orang kriminal yang pernah di minta bantuannya. Dia berharap bisa mendapat petunjuk keberadaan Langit dari mereka.
"Bayangkan saja, kalau aku bisa membawa anak itu kehadapan mas Erwin, aku yakin. Kepercayaan nya padaku akan semakin besar." ucapnya bersemangat.
Para pelayan melepas kepergian Alisa dari rumah itu dengan tangis. Kecuali Valery yang tersenyum penuh kemenangan.
Erwin menatapnya dari balkon rumah besar itu. Hatinya teriris. Walau dia berusaha bersikap acuh, tapi hati kecilnya tidak bisa di bohongi. Dia terlanjur sayang pada gadis itu. Kebersamaan mereka dalam beberapa bulan kebelakang menorehkan kenangan yang tak mungkin di hapusnya dengan mudah.
"Aku tidak bisa lagi mengekang mu disini, Semoga kau bahagia dengan pilihan mu." ucapnya dalam hati.
Alisa menatap keseluruhan bagian rumah mewah itu. Rumah itu dan penghuninya sudah memberinya pelajaran hidup yang sangat berarti. Tentang Cinta, kasih sayang dan saling menghargai. Dan dari sosok Erwin dia belajar bagaimana mencintai dengan tulus tanpa pamrih.
Alisa tidak membawa apapun kecuali beberapa baju ganti. Tujuannya tak lain adalah toko bunganya.
Rosa yang memang sudah tau, menyambutnya dengan tangisan.
"Yang sabar ya, Lis. Ini ujian cinta buatmu."
Alisa kembali menumpahkan beban memenuhi dadanya.
"Menangis saja. Kalau itu bisa membuatmu lebih nyaman." saran Rosa.
Setelah agak tenang, dia tertidur.
Rosa membiarkannya tidur.
Paginya, Alisa menerima sebuah pesan dari nomor yang tidak di kenal.
(Selamat pagi, sayang. Kuharap kebahagiaan akan memihak pada kita kali ini.)
Alisa mengernyit. Lalu meletakkan kembali ponselnya.
Dia tidak memperdulikan pesan itu.
Tinggal..!
Sebuah pesan kembali masuk.
Alisa pikir itu dari nomor yang sebelumnya. Hingga dia mengabaikannya.
Setelah mandi dan merasa sedikit segar. Dia menghampiri Rosa.
"Aku mau ke kantor polisi.."
"Kau yakin, tapi disana kau akan bertemu Om Erwin dan wanita itu lagi."
"Aku tidak ada pilihan lain. Langit juga anak ku. aku punya hak yang sama dengan mereka." jawab Alisa tegas.
Akhirnya naik kedalam taksi yang di pesannya.
Di perjalanan iseng dia membuka pesan yang belum sempat di bacanya.
Ada dua pesan di situ. salah satunya sangat menarik perhatiannya.
(Kau sudah tidur, di manapun kau berada,
Aku selalu berharap yang terbaik untuk mu)
Alisa mendekap ponselnya dengan erat. Sebesar apapun kemarahannya, Erwin tetap perhatian padanya.
"Aku tau , marah mu hanyalah kedok untuk menutupi perasaanmu. Kenapa kita harus saling membohongi diri sendiri, Om, padahal kita punya perasaan yang sama..." batin Alisa.
Saat tiba di kantor polisi, seseorang mendekati nya.
Alisa merasa heran.
Perlahan orang itu membuka kaca mata yang di pakainya.
"Adiiit...?" ucap Alisa heran.
"Bagaimana, kau tertipu, kan? Kau pasti tidak percaya dengan penampilanku sekarang." ucap pemuda dengan bangga sambil membenahi kerah bajunya.
"Apa yang kau lakukan disini? kriminal lagi?" cecar Anisa.
"Sayang, kau kejam sekali. Setelah cukup lama kita berpisah, ini sambutan mu padaku?"
"Maaf, tapi aku heran kau berada disini." tegas Alisa.
alisa pergi ke hehe