NovelToon NovelToon
My Possessive Boyfriend

My Possessive Boyfriend

Status: tamat
Genre:Playboy / Romansa / Bad Boy / Tamat
Popularitas:100.8k
Nilai: 5
Nama Author: Rsawty

Sederhana saja. Tentang seorang gadis yang bernama Hazel yang sulit melupakan seseorang yang berperan penting dalam lembaran masa lalunya dan Calix si lelaki yang memiliki ribuan cadangan disana-sini.

Karena sebuah insiden yang mana Hazel nyaris dilecehkan oleh beberapa Brandalan, menggiring Hazel, pada jeratan seorang Calix Keiran Ragaswara, laki-laki yang narsisnya mencapai level maksimal, super posesif, super nyebelin, sumber bencana, penghancur terbaik mood Hazel.

"Sekarang, Lo hanya punya dua pilihan. Lo jadi pacar gue. Atau gue jadi pacar elo!" Calix Keiran Ragaswara.

Penasaran? simak ceritanya!


-Start publish 14 juli 2023.


-FOURTH NOVEL

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rsawty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

MPB•DIINTEROGASI

Ferdi mencoba menenangkan Ghea yang sedang depresi, beliau membelai permukaan rambut Istrinya lembut. "Ghe.. kamu tidak boleh begini terus-menerus.. yang lalu biarlah berlalu, cobalah bangkit. Fokus dengan masa depan yang akan datang."

"Kalau bukan sekarang, kapan lagi? Cepat atau lambat hari ini pasti akan tiba. Hazel itu anak remaja, mengenal seseorang dan menyukai seseorang tidak lepas dari masa pubertas."

Mata Ghea memerah dan sembab faktor baru saja habis menangis, dia menunduk kemudian mengamati kedua telapak tangannya yang terbuka. Inginnya dia berperilaku seperti nasihat Suaminya.

Namun, nalurinya sebagai seorang Ibu tak mudah hilang begitu saja. Dia tidak ingin menyepelekan setiap orang yang masuk ke dalam hidup Hazel karena dia tak ingin insiden masa lampau terulang kembali.

Selain itu, dia juga hanya tidak ingin, Hazel menelan pil kekecewaan. Setulus apapun lelaki yang hadir dalam hidupnya tidak menutup kemungkinan, bahwa Putrinya akan ditinggalkan apabila lelaki itu sudah mengetahui bagaimana kondisi Hazel.

Jika belum sekarang, dikemudian hari mungkin saja akan terjadi. Dan seumpama itu benar terjadi, Ghea yakin, Putri semata wayangnya akan sangat tersakiti. "Kamu gak akan mengerti, Fer.." gumamnya getir.

Flashback on.

Hazel berdiri dibelakang sang Ibu yang sedang memperbaiki riasannya didepan cermin. Sebentar lagi Wanita paru baya itu akan segera berangkat pergi ke acara arisan. Hazel mencengkram sisi bajunya sendiri.

Sejujurnya dia ingin sekali Ibunya bahagia, tetapi bukan hanya Ibunya, dia juga butuh kebahagiaan dan bukan penderitaan seperti dirumah ini. Ah, ini bukan rumah melainkan neraka tak kasat mata.

"Mah.."

"Ada apa lagi, Hazel..? Humm? Mama sekarang lagi gak ada waktu untuk dengarin segala aduanmu, Mama akan segera berangkat ketempat arisan."

"Bawa El pergi dari sini Mah..El tersiksa disini.. Kak Atur gak pernah absen menyiksa Hazel..El menderita Mah.. El dianiay--"

Ucapan Hazel mau tidak mau tercekat, dibungkam oleh bunyi deringan ponsel Ghea di dalam tasnya. Sang Mama mengambil benda pipi yang mengeluarkan bunyi dari dalam shoulder bag lalu mengangkatnya.

Beliau mengangkat tangannya kala mulut Hazel kembali terbuka hendak meneruskan keluhannya yang sempat tertunda. Hazel cepat tanggap dan segera mengatupkan bibirnya, Mamanya memberi tanda padanya agar mengurungkan segala aduannya yang tersimpan dalam batinnya.

"Hallo Jeng? Udah dimana? Disini udah ramai lohh.."

"Ya? Saya masih dirumah. Tapi sudah siap-siap" Ghea melangkah keluar kamar mengabaikan Hazel sambil mengobrol dengan teman ngerumpinya diseberang sana.

Dengan gontai Hazel mengikuti Ghea dari belakang, kalau di perhatikan dengan cermat, kakinya agak terpincang-pincang.

Na'asnya, Mamanya tidak pernah menyadarinya. Atau mungkin saja sudah menyadarinya, hanya saja tidak menduga bahwa Putrinya mendapat kekerasan fisik.

"Sepuluh menit lagi saya akan segera sampai disana." Sepatah kata kalimat itu akhir dari percakapannya dengan Ibu-ibu diseberang telepon, dia menghadapkan pandangan kearah Hazel setelah memutuskan panggilan.

Ghea mengusap-usap kepalanya penuh kasih sayang. "Atur gak mungkin begitu. Mama sering memperhatikan gelagatnya, dia jauh berbeda dari seperti yang kamu laporkan, karakternya terlihat baik dan lembut bukan tipe-tipe Kakak antagonis."

"T-tapi--"

"Atau mungkin saja--kamu yang bandel dan nakal makanya dia marahin kamu."

Hazel sama sekali tidak diberikan celah untuk menerangkan semuanya. Setiap ucapannya dicegat. Bagaimana bisa Ibunya menilai Fatur berdasarkan luarnya saja. Andai saja Mamanya tahu bahwa Fatur juga amat membencinya. "El--"

"Udah ya? Jangan bilang yang buruk lagi mengenai Atur. Biar bagaimanapun sekarang dia adalah Kakak kamu. Kamu harus sopan dengan dia karena dia jauh lebih tua, jangan rewel kalau mau dia gak marah sama kamu."

"Mama..Mama bisa jangan sering tinggalin El sendiri dirumah? Hazel takut Mah.." lirihnya berharap. Tidak mendapatkan kepercayaan dari Mamanya, paling tidak Mamanya tidak sering meninggalkan dirinya sendirian agar supaya Fatur tidak kerap mendapatkan kesempatan untuk melukainya lagi.

"Tergantung El.. Mama gak bisa janji. Tidak mungkin Mama hanya berdiam diri dirumah kalau ada kesibukan baik itu di perusahaan atau pun urusan pribadi."

"Mah.. paling enggak temani Hazel Mah.. Hazel takut.."

Tidak mengacuhkan permintaan sang Putri, Ghea malah menunduk, meneliti waktu pada lonceng yang bertenggar dipergelangan tangannya. "Mama berangkat dulu, teman-teman arisan Mama pasti udah pada nungguin disana."

"Baik-baik yah dirumah.." Tak urung, Ghea mencium sisi kepala Putrinya sebagai bentuk pamitan sebelum berangkat meninggalkan Hazel seorang diri dirumah, Hazel dilanda rasa takut dan kalut apabila sudah ditinggal sendirian seperti ini.

Tatapan nanarnya menyorot punggung sang Mama yang sudah berada diperkarangan rumah. Dengan senyum miris, Hazel lalu menggumam lirih. "Bukan cuma Hazel, Kak Atur juga begitu membencimu Mah.. dia, hanya bersandiwara didepan kalian.."

Flashback of.

"Andai saja.. Andai saja aku mempercayai dan mendengarkan segala keluhannya, kejadian pahit itu mungkin tidak akan terjadi.. ini semua salahku.." Gumam Ghea dengan rasa sesal yang kian bersarang. Wajahnya Beliau tutupi dengan telapak tangannya dan kembali menumpahkan tangis pilunya disana.

...*****...

Hawa-hawa mencekam menyelimuti ruangan itu. Ferdi dan Calix duduk dalam posisi berlawanan. Hanya mereka berdua yang menghuni di ruangan ini, sebab Ferdi meminta Jayden dan Hazel keatas untuk menemani Istrinya yang masih shock.

Calix menelan salivanya susah payah, entah mengapa vibes calon Papa Hazel cenderung lebih mendominasi dari pada aura yang dimiliki oleh Papinya sendiri. "Kau menyukai Putriku dari apanya?" Tanya Ferdi dengan nada tak bersahabat.

Suara berat paru baya itu, berhasil membuat Calix terhenyak, dia lantas larut dalam pikirannya untuk sesaat menyusun kalimat demi kalimat yang tepat sebagai persiapan agar menemukan jawaban yang dapat menyenangkan Ferdi.

"E-emang menyukai orang harus berdasarkan alasan, Pah?"

Ragu? Sangat! Calix ragu-ragu dalam memberikan jawaban, takutnya jawabannya tak sesuai ekspektasi Papa Hazel dan ujung-ujungnya memintanya untuk putus hubungan dengan Hazel secara paksa.

Mata Ferdi melotot marah mendengar panggilan Calix untuknya. "Pah Pah Pah!! Kau pikir saya Bapakmu?! Sebelum mendapat restu dari saya, jangan harap kau bisa memanggilku Papa!"

Calix terperanjat mendengar Ferdi meninggikan intonasi suara, nyalinya benar-benar menciut. Seperti kucing yang disiram air. Sepertinya dia memang sudah jadi seorang paling pecundang disini. Kepalanya menunduk dalam menghindari tatapan menusuk yang dilayangkan oleh Ferdi. "I-iya Om..Maaf saya sudah lancang memanggil Om dengan Papa."

"Jadi, kau menyukai Putri saya dari apanya? Dari fisiknya? Atau kecantikannya?"

Mengusap tengkuknya kaku, pandangan Calix pun mulai terangkat, memberanikan diri bersitatap dengan Ferdi. "Gini Om. Saya menyukai Putri Om bukan berdasarkan alasan atau ada apanya. Kalau berbicara mengenai fisik. Terus terang bahwa masih banyak gadis yang jauh lebih good looking ber-body goals melebihi Hazel.."

"Oh.. jadi, kau mau bilang anak saya tidak memiliki body goals dan tidak secantik dengan cewek-cewek di luaran sana?!"

"B-bukan gitu Om!" Balas Calix gelagapan. "Maksud saya, Hazel cantik kok, postur badannya juga bagus tapi dengan versinya sendiri. Yang intinya, kaum perempuan punya daya tarik tersendiri dan porsi masing-masing, gak bisa dibanding-bandingkan."

"Cewek itu realistis Om. Penilaian mereka terhadap aspek para laki-laki sangat mendetail. Tampang tidak memenuhi kapasitas maksimal, maka minimalnya bermodal. Kamuflase mereka sangat tidak etis. Hari ini A, besok B atau C tergantung kepentingan mereka."

"Setiap keterampilan dan gerak-gerik mereka sudah mereka rancang sedemikian rupa sebelum menunjukannya didepan umum. Dari yang sikap cerewet, kasar dan pecicilan akan menjadi sosok imut, lemah lembut dan kelihatan elegan apabila berhadapan dengan orang-orang tertentu, terutama dihadapan laki-laki yang memenuhi standar kriteria idaman mereka."

Ferdi menyimak dengan seksama penuturan demi penuturan yang diutarakan oleh Calix, sesekali dirinya mengangguk-anggukkan kepalanya sebagai tanggapan memahami.

"Bagi saya, cewek yang berpenampilan dan bersikap alami tanpa dibuat-buat, adalah cewek yang langkah dan unik Om. Dan saya menemukan itu pada Putri Om, kepribadian Hazel yang apa adanya membuat saya luluh." Lanjutnya lagi terlihat serius.

Ferdi mengusap-usap dagunya atas pemaparan yang baru saja dilontarkan oleh Calix. "Mendengar jawabanmu, sepertinya kau belum bisa dieliminasi dari wishlist calon menantu. Dengan kata lain, kau masih bisa dipertimbangkan. Sebenarnya, kalau jawabanmu tadi menyukai Putriku hanya berdasarkan fisiknya semata, bisa dijamin saya akan langsung mengusirmu dari sini. Karena jawabanmu cukup logis, kau selamat."

Calix dapat bernapas lega. Dia bingung entah merasa senang atau sedih atas pernyataan ambigu yang dikatakan oleh Papa Hazel. "Apa kelebihanmu hingga percaya diri bisa layak bersama Putri saya?" Tanya Ferdi lagi seolah masih belum puas menginterogasi Calix.

Beliau bagaikan seorang hakim yang menyidang sebuah kasus pada seorang tersangka. Dan Calix merasa sedang diwawancarai oleh wartawan.

"Papi saya pemegang tunggal saham perusahaan besar Ragaswara, saya akan mengikuti jejak Papi saya, membantunya untuk mengelola perusahaan kalau saya sudah lulus sekolah nanti. Saya juga akan menjadi penerus generasi berikutnya. Soal ekonomi gak perlu khawatir, saya bisa menjamin anak Om tidak akan hidup susah bersama saya."

Kali ini Ferdi tidak sependapat dengan Calix, Beliau mengkritik dengan tegas. "Tidak baik hidup hanya berpatokan dengan harta warisan. Buat apa bergelimang harta, kalau dibalik itu tidak ada cinta? Uang bukanlah segalanya!"

Calix manggut-manggut, segenap orang memang memiliki pemikiran fleksibel seperti pemaparan Papa Hazel barusan. "Uang memang bukan segalanya. Tapi, segalanya butuh uang. Mengungkit pasal cinta, Jujur saja, untuk sekarang saya belum tahu apakah saya sudah cinta sama Hazel ataukah belum. Tapi yang pasti, saya tertarik sama dia."

"Apa maksudmu?! kau menjalin hubungan dengan Putri saya tidak berlandaskan cinta?! Mengapa pacaran kalau dasar seperti itu saja tidak ada?! Kau tidak ada niatan serius sama anakku?! Kalian sudah kelas dua belas."

"Jodoh atau tidaknya, yang penting jalani dulu dengan serius, diusia kalian sekarang ini sudah boleh menjalin hubungan kejenjang lebih serius, tidak baik mempermainkan Perempuan. Ini bukan hanya berbicara mengenai Perempuan. Tetapi tentang hati dan ketulusan."

"Bukan Om! Bukan gitu maksud saya. Bukannya saya tidak cinta dengan anak Om. Tapi belum. Saya baru tertarik dengan dia dan ketertarikan saya ini mungkin akan sampai ke fase yang namanya cinta, karena sejauh ini, saya tidak pernah berperilaku gila seperti bersama dengan Hazel."

Sudut bibir Calix tertarik keatas, mencetak lengkungan yang sedikit tersamar. Cara Hazel tersenyum, tertawa, mengomel dan memarahinya, entah mengapa membuatnya senang hanya dalam membayangkannya.

"Saya bahagia lihat senyum sederhananya Om. Sebaliknya, saya paling tidak suka melihat dia menitikkan air mata tanpa tahu alasannya. Sering pula cemburu pada hal-hal yang kecil. Lebih mementingkan kehendaknya dari pada keinginanku sendiri. Mendadak berkamuflase menjadi orang yang patuh dibawah kendali dan perintah Hazel."

"Padahal saya bukanlah tipe laki-laki yang penurut. Saya sangat keras kepala, tidak mudah diatur, suka membangkang bahkan dengan kedua orang tua saya. Dan satu-satunya Perempuan yang dapat melunakkan kekerasan kepalaku tidak lain dan tidak bukan hanyalah anak Om."

"Langsung ke intinya saja! Kau terlalu bertele-tele!" Desak Ferdi tak sabaran.

"Berikan saya kesempatan Om. Saya akan mencoba memastikan perasaan saya dulu. Kalau rasa ini tidak berubah hingga beberapa waktu kedepan, maka saya akan serius dengan anak Om. Bahkan kalau Om merestui, saya akan langsung melamarnya."

"Baiklah. Anggap saja saya sudah merestui kalian. Tapi--bagaimana dengan orang tuamu? Kau yakin mereka akan setuju dengan hubungan antara keluarga yang berbeda status sosial?"

"Saya tentu tidak ketinggalan info, bahwa keluarga Ragaswara salah satu keluarga konglomerat yang terkenal se-Asia. Saya tidak yakin, orang tuamu akan setuju kau menjalin hubungan dengan Gadis yang berasal dari kalangan sederhana."

Ferdi membuka kedua lengannya sebelum mengimbuhi, "Sesederhana rumah ini."

"Saya mengerti dengan kecemasan Om. Tapi percayalah, tidak semua orang yang berkedudukan tinggi se-arogan seperti yang ada di drama-drama. Banyak orang yang berada diatas tidak pernah memandang rendah orang yang berada dibawah mereka karena hidup itu bagaikan roda berputar Om."

"Kalau Om tidak percaya, kedua orang tua saya yang menjadi buktinya. Mereka tidak pernah membeda-bedakan derajat Om. Mereka orang yang baik, saya bisa mengajak kedua belah pihak, antara keluarga saya dan keluarga Bapak untuk silaturahmi, kalau Om mau bukti yang lebih akurat."

Agak mendongak pandangan Calix saat Ferdi mendadak bangkit dari duduknya, "Kau ikut saya."

"Kemana?"

"Selain kekayaan dan tanggung jawab, kau mau tahu nilai plus dari seorang laki-laki yang berkualitas tinggi?" Ferdi melangkahkan kaki kearah dapur, dibuntuti oleh Calix.

"Apa Om?"

"Bisa memasak. Saya akan mengajarkanmu memasak."

Netra Calix langsung membelalak sempurna. "MASAK?!!"

*****

Next chapter di update tanggal 16. Dipukul yang sama seperti hari ini, 06.00 WITA. Jadi, jangan bosan-bosan menunggu kelanjutannya, Author gak akan ngilang kemana-mana😙

1
Heni Mulyani
lanjut
Teguh Subagya: atau sudah end di bab 71
Teguh Subagya: mana lanjutannya
total 2 replies
JANE ARDIANA
Juancok!
T. zherina j....
thor kok blm up up sih thor gantung amatttt
Daud Kanaya
kok sikap kamu gitu sih rel,kmu harus konsisten dgn apa yg kamu ambil ,klw memang dulu belum siap knp harus cepat nikah
Zahra Zahwa
nah kalo dah gini itu bau2 perselingkuhan gak sich
T. zherina j....: sip di tunggu up ny thor 🤩🤩
semoga cepat sembuh dan segat selalu thorrr👍👍👍👍🤩🤩
Ry🦢: Pasti lanjut Kak, di tunggu yaa.. Author lagi masa pemulihan🤗🙃
total 4 replies
Ry🦢
Sesajennya yuk yuk😗
Yuki✨
Next! Next!!
Ry🦢: Pantau terus🤗
total 1 replies
Lisa Z
alhamdulillah temen temen nya calix masih waras yaaa
jadi bisa jedotin itu kepala calix yang konslet nya udah kelewatan
Lisa Z
semangat kakak 😫
Lisa Z
mau juga dong lix, dingin dingin gini enak makan yang berkuah n anget anget
Lisa Z
padahal aku sudah memuji loh lix
Lisa Z
so sweet banget sih lix
Lisa Z
wah wah lix udah kaya ngapain ngelakuin persugjhan wkwk
Lisa Z
nasib jadi mainan calix yaaa zel
Lisa Z
nahhh ini setuju nihh
Lisa Z
cuman minus akhlak sih ini si calix
sama sikap dia yang overprotektif itu
Lisa Z
hilih si calix mau mencari kesempatan dalam kesempitan yaaaa
Lisa Z
wahhh part yang ini panjangg
mantep kak
semangat!!
Lisa Z
ngeri tau punya cowok kayak calix
kok ciwi ciwi pengen banget jadi pacarnya calix
Lisa Z
ya namanya juga mainan mahal
iya ga zel? wkwk
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!