Rafa terpaksa menerima keputusan dari atasannya untuk tinggal bersama Vanya—perempuan menyebalkan, yang selalu membuat kepalanya hampir pecah setiap hari.
Apakah yang akan terjadi selanjutnya? Mungkinkah keributan di antara mereka, akan berubah menjadi cinta dalam waktu enam bulan tinggal bersama?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon shanum, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kebab Istanbul
“Mau ke mana? Aku belum dapet jawaban ini, loh!” seru Vanya, kala lelaki di atas ranjang itu mulai membuang ponsel, dan berdiri.
Rafa tidak langsung menjawab, malah melepaskan kaus dan menunjukkan banyaknya hiasan seni pada dada, serta punggung. “Mandi, mau ikut?” ucapnya.
“Hahaha, entar kesetrum dong kalau aku ikutan mandi. Orang ada tiang listriknya.”
Rafa bernapas malas, berjalan menuju kamar mandi setelah meninggalkan kausnya di atas ranjang. Vanya mengekori dengan kedua biji mata, sampai pemilik tato dua sayap besar pada punggung kanan kiri itu, menggeser pintu kamar mandi.
“Mau gak, pacaran dua hari aja? Penawaran terbatas ini!” seru Vanya, tetap menantikan jawaban.
“Gak!” singkat Rafa, menutup pintu dan lenyap dari pandangan.
“Waduh, ditolak mentah-mentah!” gumam Vanya memajukan bibir. “Hehehe, gak apa-apa, udah dapet untung ngeliatin tubuhnya. Lumayan ini buat temen ngayal tiap malem,” timpalnya seraya mengangkat kedua pundak, mengernyitkan hidung dan mengulas senyuman.
Vanya menggeleng berulang, menyadarkan diri atas bayang kulit putih berhias seni, yang terus menggiring pemikiran dewasa dalam kepala. Tangan dipaksa untuk melanjutkan apa dilakukan sebelumnya, tanpa membiarkan otak mulai berkelana tanpa arah.
Ya, siapa juga yang tak akan membayangkan hal gila kala melihat tubuh Rafa. Dia memiliki kulit putih bersih, tanpa sedikit saja bekas luka dimiliki. Rajinnya lelaki itu pergi ke pusat kebugaran, juga cukup menambah nilai seksi pada tubuh berotot.
Belum lagi, gambar-gambar pada tubuh yang memiliki arti tersendiri, seperti tulisan di bawah telinga. Vanya pernah mendengar dari Vino, jika itu adalah sebuah nama. Namun, tak disebutkan jelas nama siapa, karena Vanya pun tidak mengenali jenis tulisan pada leher masternya, yang sudah ada dari sebelum mereka mengenal.
Vanya mengemas satu-persatu oleh-oleh di atas karpet, yang entah akan diberikan pada siapa. Hingga sebuah ketukan terdengar, ia berdiri dan membukakan. “Kenapa, Ju?”
“Ada yang nyariin, buruan turun. Kakakmu!”
“Lah, aku lupa! Dia nungguin dari tadi.” Vanya menepuk kening. “Aku izin master bentar.”
Vanya kembali, ia menyimpan semua oleh-oleh telah dikemas sesuai nama. Berteriak pada orang tengah mengguyur tubuh dengan air dingin shower, mengatakan bahwa dirinya akan pergi ke bawah lebih dulu, karena ada Fathan.
Segera perempuan itu lenyap dari ruang pribadi masternya, tanpa berani untuk membiarkan sang kakak menunggu lagi. Anak tangga pun dilompati beberapa, mendahului Juju yang masih berpikir di depan pintu kamar, perihal apa sudah terjadi antara dua orang yang tinggal dalam ruang tertutup tadi..
“Lah, aku lupa. Maaf!” Vanya mendekati sang kakak, langsung memeluk.
“Udah gak usah meluk-meluk!” Fathan melepaskan paksa kedua tangan adiknya dari pinggang. “Keterlaluan banget! Udah tadi dijemput makan siang, gak ada. Sekarang malah suruh tunggu di swalayan dua jam!”
“Mana Rafa dihubungin gak dijawab. Untung ada kebab Istanbul yang ngasih tau!” kesal Fathan.
“Aku lupa, loh. Ini juga baru pulang.” Vanya memajukan bibir bawah. “Kebab Istanbul, siapa?”
“Siapa lagi, kalau bukan Robby!” sahut lelaki berjaket hitam tersebut, Vanya terbahak. “Ketawa aja sekarang, pulang liburan gak akan pernah bisa ketawa lagi!”
“Eh, kenapa?”
“Kenapa, apaan? Itu, tunanganmu sama si kebab dimajuin. Papa ngijinin kamu liburan sama tim, tapi aku harus ikut. Terus nanti pulang liburan, kamu harus pulang ke rumah, dan besoknya kalian tunangan. Semua udah diurus, dari sekarang!”
“Apa?!”
“Salah sendiri pakai izin. Aturan kalau mau pergi, ya udah pergi aja! Gini kan aku dipaksa jadi CCTV, gara-gara kamu pakai telfon Ricko segala! Udah tau Ricko keponakannya papa, malah minta tiket gratis buat dugem! Emang gak kerja ya otak kamu itu, Nya! Heran aku bisa punya adik gini!” cerca Fathan, segera Vanya membungkam mulut kakaknya dan menyeret keluar rumah.
“Duh, apaan coba malah diginiin?!” protes Fathan, mengempaskan tangan membekap kencang.
“Ih, kakak itu kalau ngomong di sini, jangan kenceng-kenceng. Gak ada yang tau kalau aku sama Ricko saudara, gak ada yang tahu juga soal pak Robby apa tunangan itu.” Vanya melotot, suara ditahan meski tajam menekan.
“Kakak serius, kalau tunanganku dimajuin? Mama apa papa yang mau? Atau, pak Robby sendiri yang mau?”
“Semua! Keluarga kita, juga keluarganya Robby!” sahut lelaki memang diberi titah mengawasi adiknya tersebut. Vanya terpejam, garis di antara alis diciptakan olehnya, sembari menggigit kuat bibir bawah menciptakan bercak memutih.
kqyaknya banyak author yg lari ya krn kebijakan baru dr NT
Tahan Fathan... jangan di bogem dulu si Rafa, masih banyak ini kayaknya yg mau diocehin si Anya..
TIKUNG Faaa...!!!
😅😅😅