Entah ini mimpi atau nyata, namun Jenny benar-benar merasakannya. Ketika dia baru saja masuk ke dalam rumah suaminya setelah dia menikah beberapa jam lalu. Jenny harus dihadapkan dengan sikap asli suaminya yang ternyata tidak benar-benar menerima dia dalam perjodohan ini.
"Aku menikahimu hanya karena aku membutuhkan sosok Ibu pengganti untuk anakku. Jadi, jangan harap aku melakukan lebih dari itu. Kau hanya seorang pengasuh yang berkedok sebagai istriku"
Kalimat yang begitu mengejutkan keluar dari pria yang baru Jenny nikahi. Entah bagaimana hidup dia kedepannya setelah ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nita.P, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Memberi Kesempatan Kedua
Pagi ini Hildan datang ke rumah Jenny dan dia melihat Ibu yang seperti sedang panik. Hildan segera turun dari mobil dan berjalan ke arah Ibu.
"Ada apa Bu?"
"Ahh, beruntung sekali ada Nak Hildan. Tolong Jenny Nak, dari semalam muntah-muntah terus dan badannya juga panas sekali. Dia harus segera di bawa ke rumah sakit, apalagi keadaannya yang sedang mengandung"
Mendengar itu Hildan langsung masuk ke dalam rumah tanpa banyak berbicara lagi. Dia masuk ke dalam kamar Jenny dan melihat istrinya itu sedang berdiri dengan berpegangan pada dinding untuk menopang tubuhnya yang terasa sangat lemas.
"Sayang.."
Jenny mendongak dan tentu sangat terkejut mendengar panggilan Hildan padanya. Mungkin Hildan refleks hingga memanggilnya seperti itu.
"Mau apa Mas datang kesini?"
Tanpa menjawab pertanyaan Jenny, dia langsung menggendong tubuh lemah istrinya itu, membuat Jenny terkejut dan langsung mengalungkan tangannya di leher Hildan.
"Kita ke rumah sakit sekarang, keadaan kamu sudah seperti ini"
Jenny tidak banyak bicara, dia hanya menatap wajah Hildan yang menggendongnya itu. Tiba-tiba saja jantungnya berdebar sangat kencang. Jenny tidak pernah menyangka jika hal ini akan terjadi saat ini. Suami yang begitu membencinya, sekarang malah sedang menggendongnya dan terlihat khawatir padanya.
Hildan memasukan Jenny ke dalam mobil dengan perlahan. Dia juga memasangkan sabuk pengaman di tubuh Jenny. Hal itu tentu saja membuat jarak mereka yang sangat dekat, Jenny bahkan bisa merasakan hangatnya hembusan nafas Hildan.
"Ibu tunggu saja di rumah, nanti kalau ada apa-apa aku akan telepon"
"Iya Nak"
Hildan masuk ke dalam mobil dan segera melajukan mobilnya menuju rumah sakit. Sesekali dia melirik ke arah Jenny yang sedang memejamkan matanya dengan wajah yang pucat pasi.
"Sayang, jangan pejamkan matamu!"
Hildan benar-benar takut jika sampai Jenny tidak sadarkan diri sekarang. Jadi dia melarang Jenny untuk memejamkan matanya.
Jenny membuka matanya kembali dengan perasaan yang entah kenapa merasa tidak menyangka jika suaminya kembali memanggilnya seperti itu. Merasa jika saat ini Jenny hanya sedang bermimpi, atau mungkin Jenny yang sudah meninggal dan sedang berada di surga hingga dia bisa mendengar suaminya memanggil dirinya seperti itu.
"Buka terus matamu, jangan menuntup matamu. Kita akan segera sampai di rumah sakit"
Ketika sudah sampai di rumah skait, Hildan segera menggendong Jenny dan membawanya ke ruang pemeriksaan. Hildan yang menunggu di luar ruangan cukup cemas menunggu kabar dari Dokter tentang Jenny. Sampai beberapa saat kemudian Dokter keluar dari ruangan Jenny dan Hildan langsung menghampirinya untuk bertanya bagaimana keadaan Jenny saat ini.
"Pasien terlalu kelelahan dan banyak pikiran, sehingga memicu pada kesehatan tubuhnya. Sepertinya pasien juga tidak makan dengan baik"
Penjelasan Dokter sudah cukup bagi Hildan, dia masuk ke dalam ruang rawat istrinya dan melihat Jenny yang duduk bersandar di ranjang pasien. Hildan berjalan mendekati Jenny, dia duduk di pinggir ranjang pasien dan menatap wajah pucat Jenny dengan cemas dan khawatir.
"Kata Dokter, kamu kelelahan. Seharusnya kamu sudah tidak boleh bekerja"
Jenny menoleh dan menatap ke arah suaminya. Rasanya terlalu aneh saat Hildan bersikap perhatian padanya. Mengingat sikap Hildan saat itu yang membuatnya terluka lahir dan batin.
"Kamu bisa pulang saja Mas, aku bisa sendiri disini. Lagian sebentar lagi aku juga akan di izinkan pulang"
Hildan meraih tangan Jenny dan menatapnya dengan lekat. "Aku tidak akan pergi, aku akan merawat kamu sampai sembuh, sama seperti saat kamu merawat aku ketika sakit waktu itu"
Dia masih mengingatnya?
Rasanya Jenny masih tidak percaya jika Hildan masih mengingat tentang hal itu. Jenny tidak tahu harus melakukan apa dan bagaimana saat ini, dia tidak mungkin mengusir Hildan yang emang sengaja ingin menjaganya disini.
"Sayang, apa kamu benar-benar tidak ingin memulai lagi denganku? Aku janji tidak akan membuat kamu terluka lagi, aku benar-benar minta maaf atas kesalahan aku di masa lalu. Maafkan aku Jenny"
Jenny terdiam melihat mata Hildan yang berkaca-kaca. Merasa jika saat ini Hildan benar-benar sedang merasa menyesal dan meminta maaf padanya. Saat ini hati Jenny mulai melemah dan tidak bisa membohongi hatinya jika dia mulai luluh ketika melihat tatapan mata Hildan yang bekaca-kaca ketika dia mengucap kata maaf padanya.
"Maafkan aku Sayang,, Hiks.. Tolong untuk kembali padaku jangan ingin berpisah denganku"
Dia menangis?
Jenny benar-benar mematung mendengar itu, melihat suara isakan kecil dari suaminya membuat hati Jenny merasa kacau saat ini. Jenny merasa jika dirinya telah terlalu menganggap penyesalan Hildan adalah sebuah kebohongan. Namun sekarang Jenny jelas melihat bagaimana Hildan yang benar-benar menyesali semuanya.
Hildan mencium punggung tangan Jenny dengan air matanya yang menetes mengenai punggung tangan Jenny. "Tolong berikan aku kesempatan untuk memperbaiki semuanya. Aku benar-benar sudah menyesali semuanya. Aku mohon!"
"Mas jangan seperti ini, iya aku sudah memaafkan Mas jauh dari kata maaf itu terucap. Mas jangan seperti ini"
Jenny mencoba melepaskan tangannya dari genggaman tangan Hildan yang menangis sambil memohon maaf padanya. Rasanya Jenny tidak enak juga melihat suaminya yang sampai melakukan ini.
"Aku ingin kita bersama kembali, Jenny. Kalau perlu aku bisa berlutut agar kamu percaya padaku"
Hildan sudah akan turun dari ranjang pasien dan ingin berlutut di lantai. Namun, Jenny langsung menahannya. "Jangan lakukan itu Mas, iya aku akan memberikan kamu kesempatan"
Hildan langsung mendongak dan menatap Jenny dengan tidak percaya. Akhirnya dia bisa mendapatkan kesempatan kedua dari istrinya yang sudah terlukai hatinya itu. Hildan mengecup beberapa kali punggung tangan istrinya.
"Terima kasih Sayang, terima kasih banyak karena kamu sudah memberikan aku kesempatan"
Hildan tidak akan pernah menyia-nyiakan kesempatan yang telah di berikan oleh istrinya ini. Hildan akan memanfaatkan semuanya dengan begitu baik. Hildan tidak akan pernah melukai hati Jenny lagi. Dia tidak akan pernah membuat wanitanya teluka lagi.
"Mas.." panggil Jenny pelan
Hildan langsung menatap ke arah istrinya itu, dia merasa begitu tenang ketika mendengar Jenny yang memanggilnya seperti itu.
"Iya Sayang, ada apa?"
Jenny tersenyum tipis, rasanya dia masih belum terbiasa dengan panggilan Hildan padanya. "Aku sudah pernah trauma dua kali akan cinta. Yang pertama dengan Mas Dio yang mengkhianati aku dengan temanku sendiri. Kedua dengan kamu yang menyiksa lahir batinku dalam sebuah pernikahan. Jadi tolong jangan membuat aku terluka lagi hingga trauma akan cinta untuk yang kesekian kalinya"
Hildan mengangguk dengan matanya yang kembali berkaca-kaca. Dia bisa merasakan bagaimana Jenny yang terluka dengan pengalaman cintanya.
"Aku tidak akan melakukannya lagi, percaya padaku Sayang"
Bersambung
Kisah Vania judulnya Noda Dan Luka