Azzam Syauqi Atharis pria yang dulunya memilik sifat ceria dan jahil berubah menjadi sosok pria dingin setelah tragedi na'as yang terjadi di dalam keluarganya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Joelisha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29
Ketika mobil Leo tiba di rumah sakit terdekat,bertepatan dengan ambulance yang juga baru sampai, Leo langsung berlari ia ikut mendorong brangkar yang membawa Razzan dan Azzam menuju ruang ICU
Tapi sayangnya ia tidak di perbolehkan untuk ikut masuk kedalam ruangan itu, Leo benar-benar kacau ia terduduk lemas bersandar pada dinding rumah sakit, sedangkan David lelaki itu sibuk mencoba menghubungi Ayahnya yang kebetulan juga dokter di rumah sakit itu. Setelah berhasil menghubungi Ayahnya ia juga menghubungi keluarga sahabatnya itu.
Tidak lama kemudian seorang pria yang mengenakan jas putih berlari kearah dua remaja yang menunggu di depan ruang ICU.
"Ayah."
"Om, tolongin Azzam sama Razzan Om." Pinta Leo saat melihat ayah dari David sahabatnya.
" Kalian yang tenang ya, Om mau lihat keadaan mereka dulu di dalam."ucap Galang mencoba menenangkan Leo, lalu melangkah masuk ke ruangan ICU.
Saat pintu itu kembali tertutup, air mata Leo kembali tumpah, David pun ikut menangis namun ia mencoba kuat di hadapan Leo, jika ia ikut lemah lalu siapa yang akan menjadi penyemangat mereka pikirnya.
Tidak lama setelah itu, terdengar derap langkah kaki banyak orang mengarah ke arah mereka. Keluarga Wilson dan Oma nya Azzam dan Razzan.
"Leo, bagaimana keadaan Azzam dan Razzan?"tanya Oma Riana pada remaja yang tertunduk lesu itu.
Leo yang tak bisa berkata-kata hanya bisa menggelengkan kepalanya. Melihat itu Oma Riana langsung termundur tubuhnya limbung kebelakang beruntung Daniel dengan sigap menangkap tubuh renta itu, lalu menuntunnya untuk duduk di salah satu kursi yang tersedia di depan ruangan itu.
"Nyonya, anda jangan berpikir macam-macam dulu, sebaiknya kita berdoa semoga saja kedua Tuan muda baik-baik saja."tuturnya.
Beberapa waktu kemudian.
Galang keluar dari ruangan ICU. Billy yang melihat itu langsung menghampirinya.
"Gimana Gal? Gimana keadaan kedua ponakanku?"tanya Billy beruntun.
Galang menatap semua orang yang ada di depannya satu persatu, ia menghembuskan nafasnya kasar sebelum menjawab pertanyaan Billy.
"Untuk Azzam ia sudah melewati masa kritisnya, dan akan di pindahkan ke ruangan lain setengah jam lagi." Semua orang merasa lega mendengar penuturan Galang.
"Tapi__"lanjutnya
Tapi?
"Kenapa? apa terjadi sesuatu pada Razzan? "Tanya Renata yang sejak tadi diam, yang ada dalam pikirannya sejak tadi adalah Razzan karena ia tahu fisik ponakannya yang satu itu tidak sekuat kembarannya Azzam.
"Razzan masih dalam keadaan kritis, benturan yang dia dapatkan terlalu keras di tambah lagi fisiknya yang memang sudah lemah, membuat tubuhnya tidak sanggup menerima."
Oma Riana yang mendengar kabar itu langsung shock dan pingsan tak sadarkan diri.
"Oma.."
Teriak mereka bersamaan saat melihat tubuh renta itu terkulai lemah di pelukan Daniel,untung saja pria itu selalu siap siaga di sampingnya.
Oma Riana langsung di larikan ke UGD untuk di periksa dengan di temani Daniel dan Renata di sampingnya, sedangkan Billy dan putranya masih menunggu di depan ruang ICU.
*
*
*
Setengah jam kemudian pintu ruangan ICU terbuka lebar, sebuah brangkar di dorong keluar dengan Azzam yang terbaring di atasnya.
Remaja itu terlihat pucat, dengan perban di bagian kepalanya dan ada beberapa juga di tangan dan kakinya.
Setelah Azzam di pindahkan keruang rawat, Oma Riana yang juga sudah sadar kembali, kini sudah berada di ruangan Azzam.Semuanya berkumpul di sana kecuali Billy yang masih setia menunggu Razzan di ruang ICU.
"Dok, kapan ponakan saya akan sadar?"tanya Renata pada dokter yang saat ini menangani Azzam.
"Belum bisa di pastikan, karena pasien masih dalam pengaruh anastesi, bisa jadi dua jam kedepan atau mungkin besok."jawab dokter itu. Lalu ia pun pamit undur diri setelah memastikan keadaan Azzam sudah stabil.
Renata menghampiri Oma Riana yang terduduk lesu di sofa yang tersedia di sudut ruangan itu,karena mereka berada di ruangan vvip yang fasilitasnya tidak di ragukan lagi.
"Oma yang sabar ya, mereka berdua pasti akan baik-baik saja."ujar Renata.
"Apa yang harus Oma lakukan, Ren? Bahkan kedua orang tua si kembar belum di ketahui keberadaannya." Lirih Riana.
Renata tidak tahu harus berkata apalagi,kali ini ia hanya bisa diam, kenapa bencana yang terjadi pada keluarganya datang secara bersamaan.
Kinan, pulang, anak-anakmu masih membutuhkanmu, batinnya.
"Zam, bangun zam. Gimana lo mau cari orang tua lo kalo lo masih tidur begini." lirih Leo yang dengan setia menggenggam tangan sepupunya yang terasa dingin itu.
"Ayo bangun, biar kita cari sama-sama."ucapnya kembali.
Memang di antara Azzam dan Razzan Leo paling dekatnya dengan Azzam karena mereka selalu sekelas berbeda dengan David dan Razzan yang memilih kelas IPA sedangkan Leo dan Azzam di IPS.
Beberapa jam kemudian Leo dan David yang masih setia menunggui Azzam tertidur karena kelelahan, sedangkan Oma Riana di ajak pulang oleh Renata.
Hanya Daniel yang masih terjaga di ruangan itu, matanya lurus menatap ke arah Azzam yang terbaring lemah, tangannya mengepal di kedua sisi.
Bodoh! Kenapa bisa kecolongan.
Ia merutuki dirinya sendiri karena telah lalai menjaga si kembar. Perlahan jari tangan Azzam bergerak dan Daniel menangkap pergerakan itu. Ia langsung mendekat menghampiri Azzam.
"Tuan muda.."
Suara Daniel membuat Leo terbangun." Kenapa?"tanyanya.
"Tadi tangan Tuan muda Azzam bergerak."jawabnya.
"Benarkah?" Leo langsung bangkit dari duduknya.
Terlihat kedua kelopak mata Azzam bergerak dan perlahan terbuka.
"Zam, lo bisa dengar gue?"
David juga terbangun saat mendengar suara Leo, ia sedikit terkejut sekaligus senang saat melihat kedua mata Azzam terbuka.
"Yo...kenapa gelap? Mati lampu ya?"kata yang pertama kali keluar dari mulut Azzam menurut Leo sangat konyol.
"Enggak,lampunya idup kok. Terang begini, gelap darimananya."jawab Leo.
Daniel yang merasa ada yang berbeda dari Azzam,ia menggerakkan tangannya di depan wajah remaja itu, tapi tak ada respon sama sekali.
Leo, Daniel, dan David saling pandang.
"Panggil Dokter," ucap Daniel
Dan David langsung berlari keluar untuk memanggil dokter mereka seakan lupa bahwa di ruangan itu mereka bisa langsung memanggil dokter hanya dengan menekan tombol yang ada di samping ranjang pasien.
"Lo lagi nggak bercandain gue kan yo? Ini beneran gelap lo."ucap Azzam kembali.
"Tuan muda sabar ya, sebentar lagi dokter datang."
Dan bertepatan dengan itu seorang dokter datang dengan dua orang perawat,Leo dan Daniel langsung mundur memberi akses pada dokter untuk memeriksa Azzam.
"Gimana, Dok?"tanya Daniel pada dokter setelah selesai memeriksa.
"Bisa kita bicara di luar."ajak dokter tersebut.
"Baik, Dok."
Daniel, David dan Leo mengikuti dokter keluar membiarkan Azzam bersama para perawat.
"Begini, sepertinya benturan keras pada kepala pasien menyebabkan kerusakan pada kedua kornea matanya. Dan pasien dinyatakan mengalami kebutaan."jelas dokter.
Pyarrr
Bagai di sambar petir, ketiga pria itu terkejut dan tak menyangka hal ini akan terjadi pada Azzam, Leo sudah menegang dia tidak tahu bagaimana caranya untuk memberitahu kondisi sepupunya itu, Azzam pasti akan sangat terpukul saat mengetahui ia tidak bisa melihat lagi.
"Oh tuhan, kenapa ini terjadi pada saudaraku.." lirih Leo.
Tanpa di sadari mereka,Azzam cukup pintar untuk mengerti dengan kondisinya.
"Tidak bisa melihat ya?"lirihnya pelan.
Tapi bukan itu yang membuatnya khawatir, ia tidak perduli dengan penglihatannya, yang ia pikirkan saat ini adalah Razzan abangnya.
Ketiga pria tadi kembali masuk ke ruangan rawat Azzam, mereka semua bungkam dan tidak tahu harus berbuat apa.
"Daniel.." panggil Azzam.
"Ya Tuan, anda butuh sesuatu?"
"Dimana Razzan? Apa dia baik-baik saja?"
"Ohh, Tuan Razzan baik-baik saja, dia sedang melakukan pemeriksaan di ruangan sebelah."dusta Daniel.
"Syukurlah, aku sangat mengkhawatirkannya."ucap Azzam yang sudah merasa lebih tenang.
"Tuan, anda baik-baik saja?"tanya Daniel hati-hati.
"Gue nggak papa, tidak perlu ada yang di tutup-tutupi. Gue tahu kondisi gue sendiri."pungkasnya.
"Lo tenang aja Zam, kita bakalan cari kornea mata yang cocok buat lo. Supaya lo bisa ngeliat lagi."ucap David.
"Benar,Athariz dan Wilson nggak kekurangan uang buat kesembuhan lo."timpal Leo.
Azzam terkekeh," Gue tahu kok, kalian bakal usahain yang terbaik buat kesembuhan gue, jadi gue nggak masalah nggak bisa ngeliat sementara."
Tanpa di sadari mereka Daniel meneteskan air matanya yang dengan cepat ia hapus.
*
*
*
Beberapa hari kemudian.
Razzan dinyatakan sudah melewati masa kritisnya, tapi tubuhnya lemah dan hanya alat-alat yang dapat menopang kehidupannya.
Billy memasuki ruangan ICU tentunya dengan tubuh yang sudah di sterilkan. Ia menatap tubuh ponakannya yang di penuhi dengan alat penunjang nyawanya, Razzan memang dinyatakan sudah melewati masa kritisnya tapi tubuhnya begitu lemah.
Billy mendekat,di lihatnya Razzan yang juga tengah menatapnya remaja itu sudah sadar dari komanya.
"Hey boy, gimana keadaanmu?"
"S-seperti y-yang om lihat."jawabnya dengan sedikit terbata.
"G-gimana keadaan A-azzam om?"
Billy menghela nafas, ia pun menceritakan keadaan Azzam tanpa ada yang di tutup-tutupi. Air mata menetes di pipi Razzan dirinya sadar bahwa hidupnya bergantung pada alat-alat yang ada di tubuhnya. Dan ia merasa hidupnya sudah tak lama lagi.
Razzan meminta om nya untuk mendekat,lalu membisikkan sesuatu di telinga omnya, dan Billy sedikit terkejut mendengar permintaan Razzan.
"Tidak,nak. Kamu pasti sembuh."matanya sudah memerah, tidak terima dengan permintaan Razzan.
"Aku mohon om, w-waktu ku t-tidak banyak lagi."
Luruh sudah pertahanan Billy ia menangis di ruangan itu,ia elus puncak kepala Razzan. Perlahan ia menganggukkan kepala berjanji akan memenuhi permintaan ponakannya itu.
*
*
*
Razzan dinyatakan meninggal akibat komplikasi, benturan keras yang ia dapatkan menyebabkan kerusakan pada organ dalam tubuhnya.
Semua orang berduka tapi tidak dengan Azzam karena semua orang merahasiakan kematian Razan pada Azzam. Itu adalah permintaan Razzan sebelum ia pergi, ia tidak ingin Azzam tahu sampai sang adik menerima kornea mata darinya.
Satu bulan kemudian.
Azzam langsung melakukan operasi satu hari setelah kematian Razzan, awalnya ia kaget karena begitu cepat keluarganya mendapatkan pendonor yang cocok dengannya tanpa tahu itu adalah mata saudara kembarnya.
Dan tepat hari ini perban pada mata Azzam akan di buka, seluruh keluarga sudah berkumpul di ruangan itu.
"Buka matanya perlahan-lahan." Intruksi dari dokter yang menangani Azzam.
Perlahan tapi pasti mata itu terbuka dan orang pertama yang ia lihat adalah Omanya.
"Oma..."lirihnya.
Om.
Tante.
Alhamdullilah seru mereka serempak.
Azzam senang dirinya bisa melihat lagi, Oma Riana mendekat dan memeluk cucunya lalu menangis dalam pelukan Azzam.