Pernikahan yang tidak mendapat restu dari kedua belah pihak keluarga seringkali menjadi konflik batin bagi menantu.
Zakia, gadis yang menikah dengan seorang pria yang meminangnya dengan penuh cinta harus menghadapi liku-liku hidup yang membuat ia begitu tertekan setiap hari karena perlakuan ibu mertuanya yang sangat kejam.
Akankah Zakia bisa menaklukkan ibu mertuanya? Akankah Zakia bisa membungkam Kejulitan ibu mertuanya?
Yuk! Ikuti kisah Zakia selanjutnya..!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Harni zulesta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33 Jangan Pernah Kembali
Zakia terus berjalan dengan deraian air mata, rumah tangga bahagia yang selalu diimpikannya sejak dulu malah menjadi penderitaan, karena adanya campur tangan dari ibu mertua dan juga kakak iparnya.
"Zakia, Tunggu!" panggil Bryan.
"Kenapa lagi sih, Bry? Biarkan saja wanita pembawa petaka itu pergi dari rumah ini, agar kedamaian kembali menghampiri kehidupan kita setelah ini," ucap Bu Siska.
"Mama benar, Bry! Buat apa lagi kau pakai wanita kampungan itu. Sekarang lebih baik lupakan saja dia dan sebentar lagi kami akan mencarikan jodoh yang tepat untukmu." Clara ikut menanggapi, aura kemenangan tersirat jelas diwajahnya ketika melihat Zakia terusir dengan buruk.
"DIAMLAH, MBAK CLARA! Aku bilang jangan ikut campur urusanku dan juga keluargaku. Diam sekarang, atau aku akan melakukan sesuatu yang belum pernah kau lihat sebelumnya!" bentak Bryan emosi.
Clara diam seketika, selama ini dia belum pernah melihat Bryan semarah itu, bahkan selama ini ia selalu bebas untuk mencaci maki Bryan walaupun Bryan adalah anak kandung di dalam keluarga itu. Clara sampai terkejut mendengar bentakan Bryan.
"Zakia, Mas bilang berhenti!" panggil Bryan lagi.
Tap.
Langkah Zakia terhenti mendengar suaminya memanggil untuk kedua kali, Zakia berbalik arah namun posisinya masih diam ditempat.
"Ada apa, Mas? Apa ada sesuatu yang ingin Mas katakan lagi sebelum aku pergi?" tanya Zakia sambil menunduk.
Iq tidak berani menatap ke dalam mata Bryan, karena ia takut nantinya ia akan menjadi lemah lagi. Cintanya yang begitu besar kepada Bryan, membuat ia selalu sabar dengan semua penderitaan selama ini. Zakia tidak mau lagi terpuruk seperti sebelumnya, walau rasa cinta kepada suaminya tidak akan pernah hilang. Zakia hanya ingin menjauh dari mereka yang kelak mungkin akan memperlakukan anaknya persis seperti mereka memperlakukan dirinya.
"Ya! Mas ingin mengatakan sesuatu yang sangat penting, dan ini adalah keputusan terakhir!" jawab Bryan.
Deg.
Keputusan terakhir?
Detak jantung Zakia semakin cepat menunggu ucapan suaminya selanjutnya, sedangkan Clara dan Bu Siska mencibir sinis. Mereka yakin Bryan akan memilih untuk tinggal.
"Katakan saja, Mas! Aku akan terima apapun keputusan terakhir, Mas!" sahut Zakia.
"Ck, Dasar wanita sombong! Ayo Bryan, katakan saja semuanya sekarang, agar wanita itu segera pergi dari sini!" titah Bu Siska.
"Bukan Zakia yang akan pergi, Ma! Tapi kami!" ucap Bryan.
Masih terlalu ambigu untuk dipahami.
"Apa maksud kamu, Bryan?" tanya Bu Siska.
"Seperti yang Mama dengar barusan, bukan Zakia saja yang akan pergi, Ma! Tapi aku juga akan ikut dengan istriku!" jawab Bryan mantap.
Wajah kemurkaan seketika menghampiri Bu Siska saat ia mendengar keputusan Bryan.
"Mas!"
"Iya, Dek! Mas adalah suamimu! Mas tidak akan pernah membiarkanmu hidup terlunta-lunta di jalanan sendirian, apalagi saat ini kamu sedang mengandung anak kita. Mana mungkin Mas akan tega membiarkan kalian hidup menderita di luar sana tanpa adanya Mas," jelas Bryan.
"BRYAAAN!" DASAR ANAK DURHAKA! Jadi kau lebih memilih istri sialanmu itu daripada ibu kandung dan juga keluargamu sendiri, hah? Selama ini aku yang merawat dan membesarkanmu, tapi sekarang kau dengan beraninya malah lebih memilih wanita ini daripada ibumu sendiri. Di mana otakmu, Bryan? Apakah kau sudah tidak waras, hanya karena seorang wanita kau sampai durhaka kepada ibumu?" Bu Siska meluapkan semua emosinya yang sudah di ubun-ubun.
"Maafkan aku, Ma! Aku sama sekali tidak ada maksud untuk durhaka atau pun berbelawan kepada Mama. Sebagai seorang anak, tentu saja aku sangat menyayangi Mama, karena Mama adalah orang tuaku. Apalagi Mama adalah orang tuaku satu-satunya yang masih hidup. saat almarhum Papa memintaku untuk menjaga Mama, saat itu aku merasa menjadi satu-satunya pelindung bagi Mama.
Aku juga sudah mengabdikan seluruh hidupku untuk berbakti kepada Mama, bahkan setelah aku menikah. Tapi apa yang aku dapatkan, Ma? Tidak ada juga ledakan selalu aku dengar dari mulut Mama, hanya karena aku tidak bisa memberikan uang kepada Mama akhir-akhir ini. Padahal selama ini semua yang aku punya aku serahkan kepada Mama, Zakia juga tidak pernah melawan kepada Mama, tapi Mama selalu bersikap sinis dan kejam. Mama selalu mendengarkan perkataan orang asing yang belum tentu itu benar.
Mama sudah berubah, hidup Mama sudah dalam kendali orang lain. Mama bukanlah Mama yang dulu, aku bahkan tidak bisa mengenali Mama yang sekarang. Sadarlah, Ma! Buka kembali pintu hati Mama untuk melihat kebenaran, Ma!" ucap Bryan sambil menangis.
Keputusan yang sangat berat itu terpaksa ia katakan kepada ibunya, karena jika Bryan terus diam seperti yang selama ini ia lakukan, maka sikap ibunya tidak akan pernah berubah. Bahkan bisa jadi ibunya malah akan semakin menjadi-jadi.
"Jangan mengajariku apa yang harus dan tidak harus aku lakukan, Bryan! Otakmu benar-benar sudah dicuci oleh istrimu itu, sehingga kau berani mengatakan itu kapada ibumu sendiri. Baiklah! Kalau memang itu keputusanmu, sekarang cepat tinggalkan rumah ini dan jangan pernah kembali sampai kapanpun! Bagiku kau sudah mati, kau bukan anakku lagi, Bryan!"
Duuaarrrrr...
Petir menyambar bersamaan dengan ucapan Bu Siska, seakan alam pun ikut menyaksikan sumpah serapah seorang ibu kepada anaknya itu. Seorang ibu sudah mengingkari kodratnya, Bu Siska sudah gelap mata.
"Mamaaa! Aku mohon...."
"Sekarang cepat angkat kaki dari rumahku, manusia cacat! Bawa istri sialanmu itu dari sini sekarang juga, atau aku akan menyuruh semua warga untuk mengarak kalian dari sini!" kecam Bu Siska.
Bryan sangat terluka mendengar itu, karena hasutan dari orang lain, sekarang ibunya bahkan dengan terang-terangan mengusir dirinya bahkan juga menghina fisiknya.
"Baik, Ma! Kalau itu yang Mama inginkan, aku akan pergi, Ma! Tapi bagaimanapun Mama adanya ibu kandungku, sampai kapanpun akan tetap seperti itu, Ma! Aku akan selalu menjadi anak Mama, meski Mama tidak mengakui itu!" ucap Bryan.
"Huh, Aku tidak butuh pengakuan itu, Bryan! Sekali kau melangkah dari rumah ini, maka hubungan kita sudah putus!"
Duuuaarr....
Petir lagi-lagi menyambar, kilat membuat langit senja terang. Alam kembali menyaksikan ucapan yang tidak seharusnya terlontar dari mulut seorang ibu itu.
"Maa!"
"PERGIII!! Cepat angkat kaki dari rumahku!" usir Bu Siska berteriak lantang.
Hujan pun sudah turun dengan deras, sederas air mata Bryan. Tidak ada pilihan lain, Bryan harus pergi sekarang juga. Ibunya sudah mengambil keputusan terakhir, dan Bryan juga sudah mengucapkan keputusan terakhirnya. Namun Bryan masih tetap berharap kalau ibunya akan berubah pikiran dan kembali memanggilnya, tapi itu hanya hayalan. Ibunya bahkan tidak menoleh kepadanya lagi.
Braaakkk.