Membungkam Kejulitan Mertua
"Hei ratu kebo! Mana sarapannya? Apa kau memasak sambil ngorok, kok lama sekali? Dasar pemalas!" teriak bu Siska, ibu mertua Zakia.
"Iya sebentar, Ma. Sarapannya hampir siap," sahut Zakia yang sedang sibuk menyiapkan sarapan untuk seisi rumah itu.
Zakia bergegas menyelesaikan kegiatan rutinnya itu dengan cepat. Minyak panas yang menyiram tangannya saat menggoreng telor, tidak ia rasakan lagi saking buru-burunya.
Begitulah rutinitas sehari-hari Zakia. Sebelum fajar ia sudah wajib bangun dengan berbagai macam pekerjaan yang sudah menantinya. Zakia harus bangun lebih awal dari ibu mertuanya, karena jika sampai mertuanya yang bangun duluan maka teriakan "ratu kebo" atau "kebo ngorok" pun akan menggema menghiasi pagi yang hening di rumah itu.
Dengan penuh semangat Zakia mengerjakan semua pekerjaan rumah, bukan karena semata takut pada mertuanya, tapi hal itu dilakukan karena ia menyadari kewajibannya sebagai istri harus dilaksanakan yaitu menyiapkan segala keperluan suaminya sebelum berangkat ke kantor.
Setelah 6 porsi nasi goreng sudah siap, lengkap dengan telor dan lalapan, Zakia segera menghidangkannya di meja makan. Zakia menatap puas hasil masakannya hari ini. Ia juga sudah sangat lapar, karena tadi malam ia makan hanya sedikit.
"Hei apa yang ingin kau lakukan?" tanya mertua Zakia saat ia menarikk kursi untuk duduk.
"Aku mau sarapan juga, Ma," jawab Zakia sambil tertunduk takut.
"Dasar rakus! Giliran makan kau nomor satu, tapi kerja malas-malasan. sana panggil Clara dan Ronald dulu di kamar mereka, baru boleh makan!" perintah bu Siska.
Zakia mengangguk patuh, ia tidak berani membantah ucapan mertuanya. Zakia segera beranjak menuju kamar kakak iparnya untuk memanggil mereka sesuai perintah ibu mertuanya. Tapi Bryan, suami Zakia mencegahnya.
"Gak perlu dipanggil segala, Dek. Nanti kalau kak Ronald dan mbak Clara lapar. Mereka akan turun sendiri. Gak usah repot setiap hari manggil mereka," larang Bryan pada istrinya.
"Biarin ajalah Kia memanggil mereka,Bry. Kan cuma memanggil doang, setelah itu dia bisa makan enak. Pekerjaannya juga cuma itu-itu saja. Jangan terlalu memanjakan istrimu, Bryan, nanti harga dirimu bisa diinjak-injak sama dia." Bu Siska berkata tanpa menimbang perasaan Zakia.
Zakia hanya diam menunduk, tidak berani bersuara. Bryan menggenggam tangan istrinya erat.
"Gak mungkin seperti itu Zakia, Ma. Aku mengenalnya dengan baik dan sudah sejak lama. Lagian Zakia sebelum subuh sudah bangun, mengerjakan semua pekerjaan rumah, pasti Kia capek, Ma. Setidaknya biarkan dia sarapan dulu!" Bryan membela istrinya dan menuntun Zakia untuk duduk dengan penuh perhatian.
Tatapan tidak suka dari bu Siska menghujam kearah Zakia. Namun Zakia juga tidak mau membantah suaminya, rasa takut dan rasa lapar juga membuatnya nekat untuk ikut duduk di meja makan. Zakia merasa aman karena ada Bryan disampingnya.
Bryan selalu berusaha membela Zakia dari perkataan pedas ibunya, walaupun ibunya begitu sinis terhadap Zakia, tapi ia selalu ada untuk membela. Karena Bryan sangat mencintai Zakia. Begitu juga Zakia, karena Bryan yang tidak pernah mengabaikannya, menjadi alasan Zakia tetap betah bertahan di rumah neraka itu sampai sekarang.
Disamping itu, alasan ia tetap bertahan karena mereka masih belum cukup modal untuk mandiri. Apalagi saat ini jabatan Bryan di kantor hanya staff biasa, jadi mereka belum bisa membeli rumah ataupun untuk sekedar mengontrak. Tinggal di rumah orang tua Zakia pun sangat tidak mungkin, karena orang tua Zakia hanya punya warung kelontong yang menopang hidup mereka sehari-hari. Ditambah lagi Reza, adik laki-laki Zakia masih kuliah semester 3, jadi orang tuanya masih butuh banyak biaya untuk pendidikan adiknya.
"Aduh sakit, Mas!" Zakia meringis saat Bryan tidak sengaja mnyentuh tangan nya yang terkena minyak panas.
"Tanganmu kenapa ini, Dek, kok sampai merah gini?" tanya Bryan cemas melihat tangan mulus istrinya yang sudah berubah kasar itu memerah.
"Gak apa-apa, Mas. Tadi gak sengaja kecipratan minyak panas saat memasak, nanti aku oleskan salep pasti langsung ilang, Mas." Zakia berusaha menahan perih ditangannya.
Ia tidak mau memperpanjang masalah sepele itu dan membuat mertuanya semakin marah.
"Kalau begitu nanti habis sarapan jangan lupa dioleskan salep, biar gak melepuh. Sekarang ayo kita sarapan dulu! " ajak Bryan.
"Wahh nyonya besar sudah duduk duluan ternyata di meja makan. Gak ada basa-basi buat ngajak sarapan, nih? Untung kita cepat datang, Mas. Kalau tidak mungkin kita gak dapat jatah sarapan hari ini," ucap Clara, istri dari kakak pertama Bryan.
"Biasalah, rakus!" sahut ibu mertua Zakia membuat rasa lapar Zakia lenyap seketika.
Bryan hendak menjawab perkataan mereka, tapi Zakia menatapnya dengan tatapan memohon agar Bryan tidak perlu memperpanjang masalah itu. Bryan terpaksa diam demi istrinya.
Mereka pun mulai sarapan, namun momen bersama keluarga yang seharusnya menjadi kebahagiaan bagi setiap orang, justru terasa begitu hambar bagi Bryan. Tidak ada kehangatan, yang ada hanya tatapan sinis dan ucapan kasar dari ibu dan juga kakak iparnya.
"Aku berangkat dulu, Ma. Hari ini ada meeting membahas pimpinan baru dan pengurangan karyawan di perusahaan, jadi semua karyawan harus hadir," pamit Bryan setelah menyelesaikan sarapannya.
Bryan pamit sambil meraih tangan ibunya, tapi hanya diacuhkan saja oleh ibunya. Memang, semenjak dirinya diturunkan dari jabatan lama sebagai manager keuangan di perusahaan tempat ia bekerja, semua keluarganya mengucilkan dirinya.
Padahal saat dulu ia mempunyai gaji yang lumayan besar, ia selalu dipuja dan dimanja, tapi keadaan itu berbanding terbalik saat ia kini sedang terpuruk dan membutuhkan dukungan keluarga. Bahkan ibu kandungnya sendiri tidak peduli dan malah menjauhinya.
Tidak mau larut dalam kesedihan, Bryan kembali menghapus kristal yang muncul di sudut matanya dengan cepat, agar tidak ada yang tau jika dirinya tengah merasa kesepian di rumahnya sendiri, merasa asing di hadapan mereka yang dulu selalu menyanjungnya ketika ia mempunyai banyak uang.
"Aku berangkat, Dek. Nanti jangan lupa obati tangannya, lalu istirahat! Bryan pamit lalu mengecup lembut kening istrinya. Setelah itu ia berangkat dengan motor kesayangannya.
"Aku juga pamit, Ma. Hari ini di kantor banyak pekerjaan. Maklumlah aku kan manager kesayangan pak CEO, jadi pasti sangat sibuk dan banyak proyek yang harus ditangani. Beda dengan anak mama yang hanya pegawai biasa itu," ucap Ronald dengan angkuh sambil melirik misterius kearah Zakia.
Zakia menjauhkan pandangan dari kakak iparnya itu, meski sudut mata Ronald tetap melirik kearahnya.
"Iya, Nal. Hati-hati dijalan, tidak perlu mengebut membawa mobil. Eh bekal makan siang Ronald sudah disiapkan, Clar? " tanya bu Siska pada menantu kesayangannya yang tengah sibuk menyantap masakan yang disajikan oleh Zakia.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments
Cut ida Suryani
sulit cari istri sesabar Zaskia
2023-03-29
1
Qhiepoy
klo aku yg jd zakia, pasti lgsg murka 🤭😅
2023-03-07
1
Isma Ismawati
Hallo kak, aku hadir dg like dan setangkai mawar
2023-03-01
1