Derita Istri Pertama

Beberapa minggu kemudian, Liona mengalami pecah ketuban dan langsung di larikan ke rumah sakit tempat Bramantio bekerja, karena memang jarak rumah sakit lumayan dekat dengan tempat tinggal Liona. Sekarang ini Liona hanya bersama ibu mertua. Sepanjang jalan ia terus menggenggam tangan sang ibu mertua sembari menggigit bibir bawah, saking tak kuasa menahan rasa sakit. "Sakit buk sakit sekali....." Erangan kesakitan terus terucap dari mulut Liona tanpa henti, bahkan perjalanan terasa begitu lama sampai membuat Liona semakin bergerak tidak karuan.

Ibu Rohaya terlihat panik, tak tau harus berbuat apa demi mengurangi rasa sakit Liona. Berulang kali beliau mengusap perut buncit sang menantu berharap bisa mengurangis rasa sakitnya "Sabar nak sebentar lagi kita sampai rumah sakit"

Melahirkan bukan pekara mudah bagi para ibu muda yang baru saja merasakan kehamilan. Seribu sakit jadi satu. Hidup seolah di ambang kematian, tapi mereka tetap mempertahankan rasa sakit itu untuk akhir bahagia yang indah.

Sesampinya di rumah sakit, Liona lalu di bawa menuju ruang bersalin. Ibu Rohaya menunggu dengan cemas sembari menghubungi orang tua Liona, beliau meminta mereka datang karena Liona hendak melahirkan. Namun, sayang sekali kedua orang tua Liona berada di luar kota sedang ada acara kerabat nikahan.

"Bagaimana ini aku tidak mungkin masuk ke dalam, melihatnya kesakitan saja membuatku gemetaran bagaimana kalau sampai aku jatuh pingsan...." Ucap beliau sembari mondar mandir depan ruangan. Suara teriakan Liona membuat beliau merinding, mengingat betapa sakitnya seorang wanita melahirkan calon syurga bagi kedua orang tuanya. Memang dulu beliau peenah melahirkan bahkan sampai tiga kali, tapi entah kenapa giliran melihat Liona hendak melahirkan hatinya jadi ciut. "Ya Tuhan selamatkan menantu dan cucuku"

Ibu Rohaya gemetaran tak kuasa melihat sang menantu kesakitan, sampai seluruh badan terasa gemetaran. Beliau tidak beranu masuk ke dalam ruang persalinan, hingga beliau meminta Bramantio senantiasa menemani Liona. Tentu saja Bramantio tidak keberatan.

"Pak Dokter tolong ya jagain Liona di dalam, ibunggak tega lihat dia kesakitan nanti kalau si paksa masuk malah bikin kalian repot"

Bramantio segera melepas seragam kebesaran para Dokter "Baik buk. Mohon maaf kalau boleh saya titip baju sebentar" Melepas jas putih lalu menyerahkan kepada ibu Rohaya "Saya masuk dulu buk tolong bantu doa ya...." Segera ia masuk ruangan.

"Bagiamana Dokter Windy apakah sudah pembukaan penuh?" Tanya Bramantio.

Dokter Windy msngangguk "Sudah Dok...."

Bramantio menemani jalannya persalinan, tapi bukan dia dokter yang mengani Liona, melaikan Dokter Windy. Sebenarnya dia juga bisa ikut menangani tapi dia tidak enak kalau turun langsung menanganai wanita yang sangat ia jaga seumur hidupnya. Bagi Bramantio menjaga kehormatan Liona jauh di atas segalanya.

"Sakit, Bram, Sakit......." Jerit tangis Liona menggema sampai penjuru ruangan. Beberapa suster ikut panik melihat bagaimana Liona berteriak sampai menggit bibir bawah. Total ada dua suster dan satu dokter. Mereka tengah sibuk mempersiapakan semua peralatan persalinan.

Melihat Liona begitu kesakitan membuat Bramantio gerak cepak, dan langsung menggenggam tangannya "Tarik nafas pelan lalu hembuskan, lakukan itu hingga berulang ulang sampai tenaga di rasa cukup baru kamu coba mengejan sekuat mungkin" Ucapnya dengan menatap Liona. Baru kali ini seorang dokter kandungan merasa gugup sampai berkeringat dingin takut terjadi hal buruk pada wanitanya. M

Menemani Liona melahirkan serasa Bram menemani istrinya sendiri. Selama ini Bramantio adalah sosok laki laki siaga dalam segala hal dan kondisi. Sejak awal kehamilan sampai sekarang hanya dialah yang selalu menemani Liona dalam kondisi apapun. Bahkan setiap bulan ia rela meluangkan waktu demi mengantar Liona cek kandungan. Perhatian penuh seolah menandakan dia layak menjadi suami dan ayah baik.

"Nggak bisa Bram, sakit....." menggengam erat tangan Bramantio sekuat mungkin sampai tenaga perlahan melemah.

"Ayo Liona kamu pasti bisa, aku yakin kamu wanita kuat. Jangan menyerah kamu pasti bisa....." Bisik Bramantio sembari mengusap kepala Liona.

Tak berapa lama dari dalam ruangan terdengar suara tangisan bayi "Syukurlah.....cucuku sudah lahir" Meraup wajah mengucap syukur atas kelahiran sang cucu.

Tak lama kemudian salah satu suster menggendong bayi lalu membawanya untuk di bersihkan. "Tidak akan aku biarkan kamu tersenyum lagi. Kamu kira aku akan membiarkan kamu hidup bahagia bersama anak ini? Tentu tidak. Aku akan memisahkan kalian sampai kamu menangis darah baru aku merasa puas" Bayi yang baru saja lahir tadi lalu di bawanya keluar ruangan dengan dalih akan di mandikan terlebih dahulu. Ibu Rohaya melihat gelagat kurang baik dari suster itu, dari caranya melihat sampai gerak gerik yang mencurigakan "Maaf, sus kalau boleh saya mau lihat cucu saya"

Suster tersebut buru buru menutupi sebagain wajah bayi itu "Tidak bisa buk, kita mandikan dulu baru nanti pihak keluarga bisa melihat" Secepat mungkin Suster tersebut membawa bayinya pergi.

"Lho kok suster itu aneh sekali...." Meski ada rasa curiga tapi beliau tetap berpikir positive, lalu menghampiri sang menantu.

Suster tadi lalu berganti pakaian "Tau rasa kamu, setelah ini kamu akan merasakan aoa yang aku rasakan selama ini" membawa pergi bayi tersebut. Dia menyamar seperti seorang ibu tengah menggendong buah hatinya. Penyamaran itu di dukung oleh peralatan mumpuni seperti tas bayi, selendang, dan selimut bayi, jadi orang mengira bahwa memang anak itu adalah anaknya. Dengan beehati hati dia jalan keluar sembari menundukkan kepala (Semoga tidak ada orang curiga padaku) menokeh beberapa kali, setelah aman ia menuju sebuah taksi online yang sudah di pesannya tadi

"Sekarang aku mau lihat apa kamu masih bisa tersenyum lagi setelah anak kandungmu aku tukar dengan bayi lain...." Senyum kepuasan mengembang sempurna tanda keberhasilan.

Tak lama setelah itu Liona minta bertemu dengan sang buah hati. Suster lain membawa seorang bayi mungil "Lihat dia cantik seeprti ibunya...." Ucap suster.

Semua orang dalam ruangan merasa terkejut "Maksud suster anakku perempuan?" Liona meraih tubuh bayi mungil itu lalu melihatnya dengan seksama. Ternyata benar bayi dalam gendongannya adalah bayi perempuan "Tidak mungkin, anakku itu laki laki sus bukan perempauan"

Bramantio juga bingung kenapa bayi Liona perempuan padahal jelas terlutis di hasil Usg bahwa anak Liona adalah laki laki. "Hasil Usg menyatakan bahwa anak dalam kandunganya berjenis kelamin laki laki bukan perempuan "Jelas Bramantio. Sebelumnya dia hanya melihat sekilas wajah bayi itu tanpa melihat jenis kelaminnya, sebab suster tadi langsung membawa bayi itu untuk di bersihkan. Satupun dari mereka tidak ada yang curiga sama sekali karena memang permainan orang itu begitu cerdik.

"Aw......" Ketika hendak masuk mobil tiba tiba saja ada seseorang menarik tangannya "Siapa kamu? Lepaskan aku, atau....."

Seseorang membuka tudung yang di pakai "Kamu?"

"Kenapa? Kamu terkejut melihat aku ada di sini?" Tatapan berlaih kepada sosok bayi mungil di gendongan wanita tersebut "Kembalikan anak ini secepatnya....." Tatapan penuh peringatan.

"Nggak, sampai kapanpun tidak akan pernah ku biarkan Liona hidup bahagia"

"Kembalikan dia sekarang juga atau kamu tau akibatnya...." meraih bayi dalam gendongan.

Memikirkan bagaimana caranya lepas dari laki laki tersebut, hingga melihat ada kesempatan emas "Totong, tolong saya ada yang mau menculik anak saya. Tolong......" Teriaknya menyita perhatian orang sekitar.

Beberapa orang langaung berlari menolongnya "Dasar penculik...." Tanpa tau kebenaran yang ada mereka menghakimi laki laki itu.

(Tau rasa kamu makanya jangam mengahalangiku) Tersenyum sinis lalu masuk dalam mobil "Jalan pak...." Mobil melesat keluar dengan cepat.

"Hey.....kalian sakah orang bukan say penculiknya tapi dia." Berusaha memberitahu mereka tapi percuma mereka tidak percaya sedikitpun, justru semakin memukulnya dengan membabi buta.