"Aku sudah membayar mahal tubuhmu. Aku takkan pernah melepaskanmu." kata pria kejam itu pada Deandra Ailsie.
"Tolong, Tuan. Saya mohon lepaskan saya." gadis malang itu memohon sambil menangis dan meronta.
Verrel Aditya Ceyhan sang CEO tampan dan kaya raya telah membeli gadis itu dari pamannya dengan harga mahal. Surat perjanjian sudah ditandatangani dan gadis itu sah menjadi miliknya selamanya.
"Kau milikku! Selamanya kau hanya milikku!" ucap pria itu dengan suara mengerikan.
Deandra sangat membenci pria kasar itu. Gadis itu tak mengerti kenapa Tuan Verrel membelinya dari sang paman. Mereka pun menikah tanpa ada cinta. Bagi Verrel itu satu-satunya cara untuk memiliki Deandra selamanya.
Akankah Deandra bisa melepaskan diri dari cengkeraman pria kejam itu? Saat dirinya hanya dijadikan pemuas nafsu sang CEO. Atau sebaliknya, Deandra semakin terjerat oleh pesona gairah liar dari pria kejam itu. Disaat yang sama keduanya malah merasakan keterikatan tanpa adanya cinta.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Meta Janush, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 33. MENJAGA DEANDRA
Verrel datang dengan membawa nampan berisi semangkuk bubur, sungguh pemandangan langka. Dia mendekat dan meletakkan nampan diatas nakas. Duduk ditepi ranjang dan mendekatkan wajahnya kewajah deandra dan berbisik lirih tepat didepan bibir Deandra “Kau harus makan dan minum obat.”
Deandra merasa malu, dia sempat berpikir kalau pria itu akan menciumnya hingga dia memejamkan matanya dan menunggu. Tapi ternyata dia salah. Ia melihat Verrel saat ini sedang mengaduk bubur diatas nampan. “Ayo buka mulutmu,” ucap Verrel namun tidak dijawab oleh Deandra yang sedang melamun.
“Hemmm…..kau membangkang lagi! Kalau kau tidak membuka mulutmu, aku akan membukanya dengan caraku,” kata Verrel membuat gadis itu merengut seperti seorang anak kecil yang dimarahi ayahnya. Ekspresi itu menarik perhatian Verrel. “Ayo sayang. Buka mulutmu, kau harus makan.” Bujuk Verrel.
Deandra membuka mulutnya, menerima suapan pertama yang diberikan laki-laki itu. Sikapnya kini mulai berubah, rasa hangat dari bubur itu membuat Deandra merasa lebih baik. Dia membuka mulutnya lagi saat Verrel masih meniup bubur didalam mangkuk. Dia menatap wajah Verrel yang terlihat lembut dan lebih manusiawi. Ya, dia tidak terlihat lagi seperti seorang iblis kejam, tapi malaikat. Malaikat? Malaikat penolong Deandra yang berbentuk seorang pria kejam dan sadis.
Saat Verrel menyodorkan sendok berisi bubur, tak direspon oleh Deandra yang sedang melamun. “Apa kau mau pakai caraku untuk membuka mulutmu?” tanya Verrel yang dijawab dengan gelengan kepala deandra.
“Kenapa? Bukannya kau menyukainya, sayang?” bertanya menggoda gadis itu.
“Aakk...” kata Deandra membuka mulutnya, verrel tersenyum lebar melihat tingkahnya yang seperti anak kecil. Suapan demi suapan diterimanya hingga semua bubur habis. Verrel menyeka bibirnya dengan tisu lalu menyodorkan gelas berisi hot tea. Deandra merasa tubuhnya segar dan lebih baik.
“Bolehkah aku bertanya sesuatu, tuan?”
“Ya, mau tanya apa?”
“Apakah kau mengijinkanku keluar? Aku merasa bosan dikamar terus.”
“Tidak. Tidak boleh.” ucap Verrel.
“Kenapa? Aku merasa bosan tidak melakukan apapun.”
“Memangnya apa yang mau kau lakukan? Apa kau bosan bersamaku dikamar?” tanya Verrel.
“Aku mau jalan-jalan, mencari udara segar.” ucapnya dengan raut wajah memohon.
“Tunggu sampai kau pulih. Aku akan membawamu jalan-jalan,”
Huh….aku mau keluar dan jalan-jalan bersama Rosa. Sudah lama tidak bertemu dengannya. Alasan apa ya supaya diijinkan keluar?
“Tapi aku ingin bertemu Rosa sahabatku. Aku mohon, sayang,” sengaja dia memanggilnya sayang, pasti dia luluh pikirnya.
“Pleasee…..boleh ya, sayang. Aku mau ketemu Rosa setelah itu aku langsung pulang.” dengan muka memelas yang dibuat-buat sambil mengerucutkan bibirnya. Membuat Verrel tak tahan melihat ekspresi gadis itu, akhirnya dia mengangguk tanda mengiyakan.
“Kau akan diantar supir dan bodyguard untuk menjagamu.” ucap Verrel memberikan syarat yang tidak bisa ditolak. Deandra yang sudah ingin keluar jalan-jalan pun langsung setuju. Daripada tidak bisa keluar sama sekali, bisa-bisa aku jadi gila dikurung terus, pikirnya.
“Kau bisa keluar besok. Tapi kau harus kembali sebelum aku pulang dari kantor.”
“Baiklah. Terimakasih, sayang.” ujarnya sambil memeluk Verrel. ‘Tidak apa-apa sedikit merayu yang penting aku bisa keluar.’ Segera dia menghubungi Rosa untuk mengajaknya bertemu besok. Rosa yang mendapat telepon dari Deandra merasa sangat senang akan bertemu dengan sahabatnya lagi.
“Sekarang minum obatmu, lalu istirahat.”
“Baiklah.” mengambil obat yang diberikan Verrel dan meminumnya. Membaringkan tubuhnya kembali yang masih terasa letih. Dia melihat Verrel berjalan keluar dari kamarnya, tak lama kemudian masuk lagi dengan membawa laptop. Dia beranjak naik keatas ranjang dan duduk bersandar dengan laptop dipangkuannya.
“Apakah tuan tidak ke kantor hari ini?” tanya Deandra heran.
“Tidak. Aku dirumah saja menemanimu.” ucapnya sambil mendaratkan kecupan dikening gadis itu. ‘Ya, Tuhan kenapa sikapnya manis banget sih? Jantungku berdebar kencang. Ada apa denganmu wahai hatiku? Dia tidak terlihat menyeramkan lagi. Aduhhh….wajahnya tampan sekali, gumamnya dalam hati sembari menengadahkan kepala memandang wajah Verrel yang sedang fokus di laptopnya.
Tok! Tok! Tok
Ketukan dipintu kamar Deandra terdengar, pintu terbuka dan Yuna melangkah masuk.
“Maaf, Tuan, Nona kalau saya menganggu.”
“Ya, ada apa?” tanya Verrel.
“Saya ingin bicara dengan Tuan. Penting.” kata Yuna dengan ekspresi wajah yang sudah dimengerti oleh Verrel bahwa kepala pelayan itu ingin bicara diluar. Verrel mengibaskan tangannya sebagai isyarat. Yuna pun pergi meninggalkan kamar itu.
“Aku tinggal sebentar. Tidurlah.” kata Verrel sembari mengelus kepala Deandra.
“Ada apa?” tanya Verrel saat sudah berada di ruang tamu yang berada dilantai bawah. Dengan tatapan tajam mengarah pada dua pelayan yang sedang bekerja membersihkan ruangan, mengisyaratkan mereka untuk pergi dari sana.
“Maaf, Tuan. Ini soal kejadian kemarin malam.”
“Maksudmu?”
“Apa yang menimpa Nona Muda adalah--” kalimatnya terputus, Yuna menarik napas perlahan. Mengatur napas dan mencoba memikirkan kalimat yang tepat.
“Ada yang sengaja ingin melukai Nona Muda,”
“Siapa? Dimana orang itu sekarang?” teriak Verrel marah.
“Mira. Salah seorang pelayan,Tuan. Tapi saya sudah mengatasinya.” Lalu Yuna menceritakan semua pada tuannya.
“Sialan? Dasar pelayan kurang ajar!” kedua tangannya mengepal. Yuna sudah tahu jika sang tuan besar akan marah kalau ada yang mencoba melukai nona muda. Dia bisa melihat jika gadis itu sangat istimewa bagi tuannya.
“Dia sudah dibawa ke ruang bawah tanah, tuan.”
Langkah Verrel tergesa-gesa menuju ke ruang bawah tanah yang berada di belakang rumah utama. Melewati sebuah taman dengan kolam untuk sampai kesebuah bangunan kecil yang merupakan pintu masuk keruang bawah tanah. Tak ada seorang pelayanpun yang diijinkan memasuki area itu. Dua orang bodyguard sudah berdiri menunggu sang tuan besar diruangan itu. Terlihat seorang perempuan dengan kondisi mengenaskan, darah mengering dari bekas cambukan ditubuhnya, tergeletak lemas tak berdaya dilantai.
Verrel menatapnya tajam penuh kemarahan. “Angkat dia!” perintahnya pada bodyguardnya. Dua bodyguard itu memegangi kedua lengan pelayan itu untuk berdiri. Dengan tatapan mata yang lemah dia melihat kearah sang tuan besar yang terlihat sangat marah.
Plak! Plak!
Tamparan keras mendarat dikedua pipi pelayan itu. Tampak sudut bibir pelayan itu berdarah.
“Berani-beraninya kau ingin mencelakai gadis itu!” bentaknya.
“A—ampun, Tuan,” ucapnya dengan suara lemah.
“Siapapun yang berani menyentuhnya, akan kuhabisi!”
Tubuh pelayan itu bergetar ketakutan, hidupnya kini akan berakhir gara-gara ulahnya sendiri. Airmatanya mengalir membasahi wajahnya. Memohon ampunan pun sudah tak ada artinya, karena sang tuan besar memang tidak pernah memberikan kesempatan kedua kepada siapapun.
“Kalian tahu apa yang harus dilakukan. Singkirkan dia!” perintah Verrel pada kedua bodyguard itu. Dia berjalan meninggalkan ruang bawah tanah dan sesampainya di rumah utama dia memanggil Yuna.
“YUNA!!! teriaknya.
“Saya menghadap, Tuan.” jawab Yuna yang memang sudah menunggu tuannya.
“Awasi semua pelayan dirumah ini. Jangan sampai kejadian itu terulang lagi.”
“Baik, Tuan. Semua perintah tuan akan saya laksanakan,” jawabnya sopan.
“Satu lagi. Tugaskan Tami dan Alya yang mengurus gadis itu. Selain mereka tidak ada seorang pelayanpun yang boleh masuk ke kamar itu.” Dia tak ingin ada orang lain yang akan mencelakai Deandra lagi.
“Baik, Tuan. Kalau sudah tidak ada lagi yang bisa saya lakukan, saya ijin untuk melanjutkan pekerjaan.” kata Yuna sambil mundur dan melangkah pergi.
Verrel hanya menjawab dengan isyarat tangan yang sudah dimengerti oleh kepala pelayan itu.
semangat dean