Rate 21+
Nashira membuka mata, ia begitu terkejut melihat tubuhnya yang polos tanpa terutup benang sehelai pun. Ia menganggap kalau semalam ia telah memanggil seorang gigolo dan menemaninya tidur. Nashira pun meninggalkan beberapa uang di atas meja untuk lelaki itu. Lalu ia kabur.
Takdir kembali mempertemukan mereka berdua, akan tetapi Nashira tidak mengingat lelaki itu. Nashira yang terlilit hutang besar akhirnya dibantu oleh lalaki asing itu dengan imbalan mau menjadi pengantinnya.
“Aku akan membantumu, tapi kau harus mengabulkan tiga permintaan untukku,” ucap seorang lelaki bernama Akash Orion Atkinson.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Delia Septiani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertengkaran Level 1
“Siapa kau hah? Mau cari gara-gara denganku?!” teriak Shira dari luar.
Tapi, tiba-tiba, ia begitu terkejut saat kaca jendela mobil itu turun dan menampilkan seseorang di dalam sana. Kedua matanya membuat sempurna, mulutnya menganga. Kali ini, dirinya pasti akan mendapat masalah baru yang benar-benar akan memalukan bagi dirinya.
“Ya ampun ....” Shira menutup mulutnya begitu terkejut.
“Tuan Edwin!” pekik Shira, merasa malu. “Ma-maaf, aku kira tadi orang iseng yang membunyikan klakson padaku.” Ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal, karena merasa canggung.
Edwin keluar dari dalam mobilnya, berjalan mendekati Shira. “Tidak apa-apa, Nona. Maaf kalau saya membuat Anda tidak nyaman. Tapi, saya kemari di perintahkan oleh tuan Akash untuk menjemput Anda, Nona.” Edwin pun membukakan pintu mobil belakang untuk Shira.
“Apa? Akash? Memangnya dia ada di mana?” tanya Shira.
“Ada di sebuah tempat, Nona. Mari, saya antarkan Anda untuk menemuinya.”
Shira menatap sejenak ke arah pintu mobil yang sudah terbuka itu. Dia merasa tidak enak jika dirinya duduk di belakang, sedangkan Edwin di depan, layaknya seorang sopir.
“Tidak perlu. Aku akan duduk di depan.” Shira langsung membuka pintu depan, lalu masuk dan duduk begitu saja.
Edwin ingin melarangnya tapi ia tidak begitu berani, karena Shira sekarang sudah menajadi istri atasannnya.
“Nona, apa tidak sebaiknya, Anda duduk di belakang saja? Apa Anda tidak malu duduk di depan dengan saya?” tanya Edwin sebelum ia masuk ke dalam mobil.
Shira yang baru saja selesai memasang seat belt, menoleh ke arah pintu mobil yang menuju kursi kemudi. “Sudah tidak apa-apa. Ayo, antarkan aku kepada Akash.” Akhirnya Edwin pun terpaksa duduk bersampingan dengan Nona mudanya tersebut.
Cuaca kota, siang ini begitu panas, untungnya jalanan lancar tidak ada kemacetan, karena di tengah siang seperti ini, biasanya orang-orang masih sibuk dengan pekerjaannya.
“Tuan Edwin, kita mau ke mana?”
“Nona, Anda tidak perlu memanggil saya dengan sebutan Tuan. Panggil saja saya Edwin,” sangkal Edwin yang tidak nyaman.
“Emh, baiklah.”
“Kita akan pergi ke rumah Tuan Baker.”
“Tuan Baker? Yang waktu itu kita pernah berkunjung ke rumahnya?” tanya Shira memastikan. Edwin mengangguk.
Tidak lama kemudian, mereka sampai di istana mewah milik Baker. Shira diantar masuk oleh Edwin menuju ruang tamu, selebihnya ada Akash yang sudah menantinya.
“Kenapa kau berkeliaran di pagi hari hah?” tanya Akash sedikit berbisik saat menghampiri Shira.
“Aku tidak—”
“Pelankan suaramu!” tegas Akash, pelan namun penuh penekanan.
“Aku tidak berkeliaran di pagi hari, aku hanya pergi ke kedai kopi bersama temanku!” jelasnya dengan suara pelan bisik-bisik.
“Kenapa kau tidak menghubungiku hah?”
Shira mengkerutkan dahinya menatap heran ke arah Akash. “Bukannya kau ya yang seharusnya menghubungiku?!” Tatapan Shira menyorotkan kekesalan.
“Sudah datang rupanya,” seloroh seseorang, membuat mereka berdua yang tengah berperang dingin langsung menoleh ke arah sumber suara.
Tuan Baker baru keluar dari kamarnya. Pakainnya yang selalu rapi bak seorang raja yang penuh kuasa. Mewah dan tampil dengan gagah.
Baker mendudukan tubuhnya di atas sofa mewah berwarna gold. Lalu menyuruh Akash dan Shira untuk duduk juga.
Akash menarik lengan Shira agar duduk di sampingnya, berdempetan. Baker menatap mereka dengan tatapan penuh selidik.
“Gimana malam pertamanya? Lancar?” tanya Baker.
“Lancar,” jawab Akash, dingin sedikit canggung, karena sebenarnya pertanyaan ini cukuplah terasa sensitif bila dipertanyaan setelah sehari menikah.
"Dih, lancar apanya, dia saja pergi meninggalkanku begitu saja malam tadi!" batin Shira masih kesal.
"Hm, syukurlah."
“Jackson!” Suara Baker mengeras memanggil anak keduanya.
“Jackson!” Baker kembali memanggil dengan suara yang lebih kencang.
Jackson turun dari lantai dua, berjalan tergopoh-gopoh meniti anak tangga menghampiri mereka semua.
"Iya, Ayah, ada apa?" tanya Jackson yang kini sudah berdiri di dekat sofa.
“Bagaimana? Apa kau sudah menyiapkan referensinya untuk Akash?” tanya Baker.
Jackson mengangguk. Lalu ia duduk di salah satu sofa yang berdekatan dengan Akash. Menyodorkan tab yang dibawanya kepada Akash.
“Ini,” ucap Jackson.
“Apa ini?” tanya Akash, menatap Jackson lalu ke arah Ayahnya.
“Ayah yang menyuruh Jackson untuk memberikan beberapa referensi untuk bulan madu kalian. Kau lihatlah, ingin ke negara mana kalian pergi, di sana Jackson sudah mendata beberapa tempat bulan madu yang sangat bagus dan terbaik.”
“Ayah? Jadi ... Bapak tua ini ayahnya Akash, dan dia ... mertuaku?” gumam Shira dalam hati, yang baru sadar kalau selama acara pernikahan kemarin ia tidak melihat ayahnya Akash.
“Kau pilihlah sesuai keinginanmu, nanti biar aku yang mengurus semuanya,” ucap Jackson seolah malas.
Akash mengangguk, lalu mengambil alih tab yang tergeletak di atas meja, dan mulai menggeser-geser foto yang terpampangg di dalam tab.
Shira semakin mendekat, berpura-pura ikut melihat gambar tersebut.
“Akash, jadi dia itu Ayahmu ya?” tanya Shira berbisik sangat pelan.
“Hm,” jawab Akash pelan.
"Oh ...." Shira mengangguk-anggukkan kepalanya pelan, dengan perasaan yang tiba-tiba terasa begitu segan. Akan tetapi, ada sesuatu yang aneh yang ia rasakan.
“Bagaimana? Apa kau menyukainya?” tanya Baker, setelah sekian menit menatap anak dan menantunya yang sibuk melihat referensi.
“Ya, aku menyuakinya. Tapi, akan lebih baik jika aku mendiskusikannya dengan istriku terlebih dahulu,” jawab Akash.
“Baiklah, Ayah tunggu kabar darimu. Selanjutnya, kau yang harus mengurus semuanya, Jackson.” Baker mengalihkan pandangannya kepada Jackson.
“Siap, Ayah.” Jackson kembali mengangguk.
***
Setelah berpamitan, kini mereka berdua kembali ke dalam mobil.
“Kenapa kau tidak bilang kalau waktu itu kita bertemu dengan ayahmu?” tanya Shira. Mereka sudah berada di dalam mobil yang dikemudikan oleh Edwin.
“Itu tidak penting,” jawabnya dingin.
Shira merasa begitu kesal, karena ia merasa Akash sepertinya banyak menyimpan rahasia darinya.
“Baiklah, kalau menurutmu itu tidak penting. Tapi ada hal yang lebih penting yang harus aku tahu dari kamu!”
“Apa?!”
“Kau selama ini membohongiku ‘kan? Mengaku sebagai sopir padahal bukan?” tanyanya mencebik kesal.
“Memangnya siapa yang bilang kalau aku supir? Aku tidak mengaku kalau diriku seorang sopir, kau sendiri yang berpikir dan menyangka aku adalah sopir!” jawab Akash merengutkan wajahnya.
“Tetapi ‘kan, kalau kamu bukan sopir, seharusnya kau membantah ucapanku!”
“Bagaimana aku bisa membantah ucapanmu! Kau berbicara terus menerus tidak memberi aku kesempatan untuk menjelaskaannya.”
Shira melipat kedua tangannya, ia begitu kesal, merasa dibohongi oleh Akash, padahal kalau diingat-ingat, memang dirinya lah yang terlalu menebak-nebak tanpa mendengar kejelasan dari Akash.
“Dia juga! Dia berarti yang sebenarnya sopirmu ‘kan?” Shira mendelik ke arah Edwin, lalu menatap kesal ke arah Akash.
“Nah, semacam ini kau mengiraku!” Akash mengulum lidah sambil menegakkan duduknya.
“Edwin bukan seorang sopir! Dia sekretaris sekaligus asisten pribadiku!” jelasnya. “Tapi, kalau kau ingin mengiranya sebagai sopir, ya itu terserah kamu!”
Shira merasa malu. Ia semakin mencebikan bibirnya, lalu berpaling membelakangi Akash.
“Sudah! Turunkan aku di sini!” ucap Shira, merajuk kepada Edwin. Akan tetapi Edwin tidak mendengarkannya, ia masih sibuk menyetir.
“Tuan Edwin, tolong turunkan saya di sini!” teriaknya.
"Kau ini apa-apaan sih!" Akash memandangnya heran. "Jangan bertingkah seperti anak kecil!"
"Ya tapi, kamu sudah membuat aku kesal! Kamu membohongiku, Akash!"
"Aku tidak pernah membohongimu, Shira! Kau sendiri yang salah paham dengan dugaanmu!"
"Tidak! Aku tetap mau turun!" Entah kenapa, tapi sepertinya mood Shira hari ini sedang tidak baik-baik saja. Wanita itu terus merengek minta diturunkan di tengah jalan.
Dan karena Akash kesal mendengar rengekan tiada henti dari Shira, akhirnya ia pun menurutinya.
"Berhenti!" teriak Akash dengan kesal.
Cekkittt .... Edwin mengerem mendadak, hingga mobil yang mereka tumpangi itu berhenti di tepi jalan.
Shira membeliakkan kedua matanya, ia mengira kalau lelaki yang duduk di kemudi itu akan mengacuhkannya, namun ternyata tidak. Dia malah mengikuti ucapan tuannya.
“Turun!” titah Akash dengan dingin.
Bersambung....
Duh Shira sama Akash kenapa nih? Gak ada angin gak ada hujan, masalah sepele saja malah jadi begini :( Lanjut gak nih?
krn ssuatu hal jd bakker tk bs menceraiknny,nampak bakker tw lw istri kedua ny jahat