Luna Evelyn, gadis malang yang tidak diinginkan ayah kandungnya sendiri karena sang ayah memiliki anak dari wanita lain selain ibunya, membuat Luna menjadi gadis broken home.
Sejak memutuskan pergi dari rumah keluarga Sucipto, Luna harus mencari uang sendiri demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Hingga suatu malam ia bertemu dengan Arkana Wijaya, seorang pengusaha muda terkaya, pemilik perusahaan Arkanata Dinasty Corp.
Bukannya membaik, Arkana justru membuat Luna semakin terjatuh dalam jurang kegelapan. Tidak hanya menginjak harga dirinya, pria itu bahkan menjerat Luna dalam ikatan rumit yang ia ciptakan, sehingga membuat hidup Luna semakin kelam dan menyedihkan.
"Dua puluh milyar! Jumlah itu adalah hargamu yang terakhir kalinya, Luna."
-Arkana Wijaya-
Bagaimana Luna melewati kehidupan kelamnya? Dan apakah ia akan berhasil membalas dendam kepada keluarga Sucipto atau semakin tenggelam dalam kegelapan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Melia Andari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kau yang Datang Kepadaku
"Arkammphh."
Luna merasa tidak bisa melawan. Permainan bibir Arkana terlalu mengunci dirinya. Bahkan ia tidak dapat bergerak dengan leluasa. Arkana berhasil membuatnya kembali tak berdaya.
Pria itu terus menikmati bibir Luna hingga mendorong tubuh seksi itu menyentuh dinding ruang kerjanya. Dengan lihai, tangan Arkana pun menyentuh leher Luna yang jenjang.
"Katakan, apakah dia adalah pengganti ku?" tanya Arkana dengan nada penuh penekanan.
"Itu bukan urusanmu!"
Arkana semakin mencengkram leher Luna hingga seperti sedang mencekik nya.
"Jangan buat kesabaranku habis, Luna. Apa saja yang telah kamu lakukan dengannya hmm?"
"Lepas Arkana! Kau menyakitiku!" teriak Luna mencoba melepaskan tangan Arkana yang mulai terasa mencekik.
"Menyakitimu? Kalau begitu jawab apa yang aku tanyakan Luna!"
"Uhukk...Uhukkk...."
"Bunuh saja aku, jika itu bisa membuatmu puas, Arkana."
Luna pun pasrah. Ia tidak lagi memberontak. Ia diam dan menatap Arkana dengan dingin. Mati pun tak jadi masalah. Toh selama ini hidupnya juga sudah hancur.
Dibuang oleh ayah kandungnya sendiri, dicaci maki oleh keluarga tirinya. Hingga ia bertemu dengan Arkana yang malah membuat hidupnya semakin hancur.
Direnggut kesuciannya, dijadikan pemuas nafsu, lalu ditinggalkan begitu saja. Dan kini, pria itu bagaikan iblis tanpa hati yang selalu menghantui Luna.
Luna tak memiliki alasan lagi untuk hidup. Semua ketidakadilan membuatnya muak.
Melihat Luna yang terdiam dan pasrah, membuat Arkana semakin marah. Ia mengeratkan rahangnya dan melepas cengkraman tangannya di leher Luna.
Tetapi tidak sampai disitu, meskipun cengkraman itu telah terlepas, Arkana menarik tangan Luna hingga tubuh mereka berdekatan.
"Wangi tubuhmu tidak berubah, Luna," bisiknya seraya mengendus tubuh Luna.
Luna tidak menjawab, ia terlalu lelah dan muak dengan pria di hadapannya itu.
"Jika kau begitu pasrah bahkan rela mati di tanganku. Bagaimana jika kau pasrah berada di bawah ku seperti dulu hmm?"
Mendengar itu Luna pun tercekat dan lansung mendorong tubuh Arkana hingga terhuyung ke belakang.
"Dasar bajingan!" umpat Luna lalu ia berbalik badan dan kembali berjalan menuju pintu.
Namun ternyata pintu itu telah terkunci dan Luna tidak bisa membukanya.
"Brengsek!"
Luna memutar tubuhnya kembali, dan menatap Arkana.
"Buka pintunya, Arkana!"
Arkana menautkan alisnya menatap Luna.
"Kenapa aku harus menurutimu, Luna Evelyn?"
"Karena aku ingin keluar!" sentak Luna muak.
Arkana berjalan mendekatinya dan menarik pinggang Luna untuk berdekatan dengannya.
"Memangnya aku sudah mengizinkanmu keluar hmm? Ingat, kita sedang wawancara, Luna. Bersikap baiklah karena disini aku bosnya," bisik Arkana seraya mengigit halus telinga Luna.
"Arkana!!" Luna kembali mendorong tubuh Arkana.
"Kenapa? Bukankah kau menyukainya?"
"Aku muak denganmu, Arkana. Bukankah kau ingin aku pergi menghilang dari pandanganmu hah??" teriak Luna jengah.
"Benar, aku mengatakan itu beberapa minggu lalu," ucap Arkana seraya mendekati Luna.
Tangannya terulur menyentuh sisi rambut Luna sebelah kanan.
"Tetapi lihat, kau bahkan datang sendiri kepadaku dan menunjukkan dirimu di hadapanku, Luna," ucap Arkana setengah berbisik dengan senyum seringainya.
"Menjauh lah!" sentak Luna, namun Arkana malah semakin mendekap tubuhnya.
"Kau yang membawa tubuhmu di hadapanku, Luna. Kenapa hmm? Apa kau tidak bisa melupakan aku?"
"Arkana, cukup!! Aku tidak tahu jika kau adalah Om yang dimaksud Radika. Jika aku tahu, aku tidak akan menerima tawarannya untuk magang di sini dan bertemu dengan mu!"
"Oh ya? Tapi sayangnya kau sudah di sini."
"Hari ini juga aku akan mengundurkan diri! Buka pintunya dan aku akan pergi. Kau tidak akan pernah melihatku lagi," ucap Luna.
"Hmm begitu?"
Luna merasa risih. Ia berusaha melepaskan dirinya dari Arkana yang semakin menekan tubuhnya. Bahkan tangan pria itu mulai bergerak menelusuri tubuhnya dengan perlahan, seperti seseorang yang sedang melampiaskan sesuatu yang tertahan, membuat darahnya seolah berhenti berdesir.
"Arkana...!"
Pria itu tidak menghiraukan panggilan Luna dan tetap menelusuri tubuh indah itu dengan tangannya.
"Arkana!! Aku akan mengatakan pada Maya bagaimana perilaku mu kepadaku!" sentak Luna.
Mendengar itu Arkana pun menghentikan usapan jarinya. Matanya menatap Luna dengan tajam.
"Kau berani melakukannya?"
"Kenapa tidak? Kau melecehkan aku di hari pertamaku magang, kau pikir ini bukan tindak kri minal?"
Arkana menarik sudut bibirnya sedikit.
"Wanita jalang sepertimu mengatakan dilecehkan? Apa aku tidak salah dengar?"
Apa??
Kata-kata Arkana benar-benar menusuk relung hatinya. Padahal Luna hanya melakukan hubungan itu bersama Arkana. Ia tak pernah menjadi jalang kecuali hanya bersama pria itu.
Tapi..mengapa Arkana dengan mudahnya menyebut dirinya jalang?
Rasanya Luna ingin menangis, tetapi ia tak ingin terlihat lemah di hadapan Arkana.
"Benar, aku memang jalang! Tidak sepantasnya anda menyentuh wanita sepertiku, Tuan Arkana Wijaya yang terhormat!"
"Sekarang juga aku minta buka pintunya atau—"
"Atau apa, hmm? Kau mau mengancam ku apa Luna?"
Luna mengedarkan pandangannya di seluruh ruangan, mencari sesuatu yang mungkin bisa ia gunakan untuk mengancam Arkana.
Tapi apa?
Pandangan Luna pun terpaku pada benda kecil yang ada di tepi meja kerja Arkana.
Pisau Carter.
Dengan cepat Luna mengambil pisau itu dan menempelkan pada pergelangan tangannya.
"Atau kau akan melihat aku mati di hadapanmu, Arkana."
Arkana tercekat. Nafasnya menjadi begitu cepat melihat aksi nekat Luna.
Namun beberapa detik berikutnya Arkana tersenyum. Ia hanya menatap Luna dengan sikap yang tenang.
"Kau pikir kau bisa mengancam ku dengan itu, Luna Evelyn?" tanya Arkana dengan seringainya.
Luna pun tercekat. Ia menatap Arkana tidak percaya.
Dia begitu tenang.
Apakah Arkana benar-benar ingin aku mati di hadapannya?
tekan kan juga sama arka kalau dia tidak boleh menikahkan maya selama kamu di sisi nya atau sampai kamu lulus kuliah...
dan buat Arkana mengejarmu sampe tergila2.