NovelToon NovelToon
Sang Raja Kota

Sang Raja Kota

Status: sedang berlangsung
Genre:Gangster / Preman / Roman-Angst Mafia / Balas Dendam / Persaingan Mafia
Popularitas:189
Nilai: 5
Nama Author: Boy Permana

Kota X adalah kota tanpa tuhan, tanpa hukum, tanpa belas kasihan. Di jalanan yang penuh mayat, narkoba, prostitusi, dan pengkhianatan, hanya satu hal yang menentukan hidup dan mati: kekuasaan.

Di antara puluhan geng yang saling memangsa, berdirilah satu nama yang ditakuti semua orang—
Reno, pemimpin The Red Serpent, geng paling brutal dan paling berpengaruh di seluruh Kota X. Dengan kecerdasan, kekejaman, dan masa lalu kelam yang terus menghantuinya, Reno menguasai kota melalui darah dan api.

Namun kekuasaan sebesar itu mengundang musuh baru.

Muncul Rafael, pemimpin muda Silver Fang yang ambisius, licik, dan haus kekuasaan. Ia menantang Reno secara terbuka, memulai perang besar yang menyeret seluruh kota ke jurang kehancuran.

Di tengah perang geng, Reno harus menghadapi:

Pengkhianat dari dalam kelompoknya sendiri

Politisi korup yang ingin memanfaatkan kekacauan

Hubungan terlarang dengan Vira, wanita dari masa lalunya yang tersembunyi

Konspirasi besar yang lebih gelap dari dunia

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Boy Permana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

duel singkat

Setelah malam berdarah itu pagi harinya, Garis polisi kuning terlihat bergoyang tertiup angin pagi yang dingin.

Terlihat banyak polisi yang sedang berada di TKP dan banyak warga berkerumun, menonton dengan wajah, seolah sudah terbiasa melihat pemandangan itu.

Mobil patroli terparkir sembarangan. Beberapa polisi hanya berdiri, merokok dan menyeruput kopi.

Di tengah kekacauan itu, AKBP Arman Pradipta berdiri tenang.

Jaket dinasnya terbuka. Wajahnya datar tapi matanya tajam.

Seorang polisi bernama Dedi, perwira lapangan bertubuh besar, menghampiri.

“Pak,” katanya pelan, “ini cukup parah. menurut warga sekitarnya dua geng besar bentrok semalam dan terlihat juga masih banyak mayat yang belum dievakuasi.”

Arman tidak langsung menoleh.

“Kelompok mana yang paling banyak korban?”

“Black Hound,” jawab Dedi cepat.

“Hampir semuanya dari mereka.”

Arman akhirnya menoleh, sudut bibirnya terangkat tipis.

“Bagus.”

Dedi ragu.

“Bagus… bagaimana maksudnya, Pak?”

Arman melangkah pelan, berhenti di dekat motor lalu menyalakan roko, lalu dia berjongkok, menyentuh bekas darah.

“Kau tahu berapa lama aku dinas di kota ini, Dedi?”

“Dua puluh tahun, Pak.”

“Dan selama dua puluh tahun itu…”

Arman berdiri kembali.

“…kekerasan di kota ini tidak pernah berhenti. Yang berubah hanya siapa yang berkuasa.”

Dedi menurunkan suara.

“Kalau atasan tahu kita hanya diam saja.”

Arman hanya tertawa pelan.

“Atasan? Mereka malah senang.”

Dedi terdiam.

“Selama mereka saling membunuh,” lanjut Arman,

“anggaran keamanan naik. Laporan kerja penuh. Statistik operasi hidup.”

“Dan biarkan saja para geng besar saling menghabisi itu meringankan tugas kita tanpa harus memburu para berandalan di kota ini.”

Seorang inspektur muda ikut menyela, gugup.

“Tapi masyarakat bisa menyalahkan polisi, Pak. Kita akan dianggap gagal.”

Arman menatap tajam.

“bukan kah masyarakat selalu menyalahkan kita.”

Ia mendekat, suaranya merendah.

“Yang tidak mereka tahu… adalah siapa yang sebenarnya kita selamatkan dengan membiarkan ini terjadi.”

Dedi mengerutkan kening.

“Red Serpent sudah menguasai hampir separuh kota ini. Kalau mereka makin kuat apa yang akan kita lakukan?”

Arman menggeleng perlahan.

“Red Serpent itu organisasi yang terorganisir. Mereka menjaga wilayahnya tetap berjalan.”

Ia mematikan rokoknya.

“jika di bandingkan dengan Black Hound yang seperti anjing liar.”

“Jadi kita…”

“…berpihak kepada Red Serpent?” tanya inspektur muda.

Arman hanya tersenyum miring.

“kita tidak ada di pihak manapun.”

Ia menatap kota.

“Hanya keseimbangan kota yang perlu kita jaga.”

Ia menepuk bahu Dedi dan berkata.

“selama Reno masih berkuasa. Jangan kejar terlalu jauh. Jangan cari masalah besar dengan mereka dlu, kita tunggu sampai mereka goyah,"

“cara kerja di kota yang kacau ini hanya satu biarkan mereka menghancurkan satu sama lain siapa yang kalah itu yang kita tangkap, cara kerja seperti ini mempermudah kita menjalankan tugas menangkap para kriminal di kota ini.

"dan kalau ada wartawan yang bertanya jawab saja kita sudah mengantongi nama para pelaku dan akan segera bergerak untuk menangkap para pelaku.

 

MARKAS RED SERPENT

SIANG HARI Markas terlihat tenang.

Terlihat Beberapa anggota masih tidur di sudut-sudut lorong wajah mereka terlihat sangat lelah.

Dan di ruang rapat, para kapten telah berkumpul.

Reno duduk di kursi utamanya. Wajahnya sangat tenang.

Terlihat Satu kursi kosong milik Renata.

Iwan membuka obrolan terlebih dulu.

“Lapor boss divisi 1 hanya ada beberapa yang terluka cukup parah tapi semua masih hidup,”

“Kami berhasil menghabisi Black Hound di perbatasan kota daerah timur .”

Kala menyeringai.

“dan kami juga berhasil menghabisi sigma.”

divisi 10 aman hanya beberapa yang terluka dan sudah di obati,"

Reno tersenyum puas.

“Bagus.”jawab reno

Laras mencondongkan tubuh.

“Wilayah kita juga aman. kami hanya menemukan beberapa black hound yang sedang memeras pedagang di wilayah kita dan sudah kami habisi.”

Jhon menambahkan dengan santai.

“semuanya masih dalam kendali kita .”

Cakra melanjutkan.

“Black Hound pasti sedang kacau. Mereka kehilangan dua orang terbaik mereka dalam satu malam.”

Reno berdiri.

“Cobra sudah tidak berdaya. Sigma mati dan Alpha masih hidup tapi kita belum bisa menyimpulkan bahwa black hound sudah melemah, karena sampai sekarang kita belum tahu pasti siapa saja yang berada di samping alpha sampai dia berani muncul kembali di kota ini dan membuat kekacauan di wilayah kita.”

Kala tertawa pelan.

“Kalau begitu, kita langsung hancurkan Black Hound saja boss.

Reno mengangkat tangan.

“Tidak.”

Semua mata tertuju padanya.

“Kita jangan bergerak gegabah.”

Nada suaranya pelan, tapi berat.

“Kita perlu istirahat. Pulihkan dulu kekuatan kita, terutama divisi tiga.

Ia menatap satu per satu kaptennya.

“biarkan saja black hound bergerak lalu habisi,"

mulai besok sebarkan semua anggota kita di seluruh wilayah milik kita, jika ada yang melihat black hound langsung habisi di tempat,"

Rapat selesai kalian beristirahat lah dulu pulihkan tenaga dan biarkan yang terluka sampai sembuh total,"

Setelah rapat selesai

Pintu ruang rapat tertutup pelan.

Para kapten berpencar kembali ke urusan masing-masing. Beberapa menuju ruang medis, yang lain ke area latihan, dan beberapa lagi terlihat bersantai di ruangan tengah.

Iwan melangkah keluar sendirian.

Ia menyalakan rokok dan memakau jaket hitamnya, Wajahnya terlihat tenang,

“Sepertinya aku perlu udara segar,” gumamnya.

Ia mengambil motor dan melaju pelan, meninggalkan markas lalu berkeliling kota sebentar dan menuju minimarket kecil di sudut jalan untuk membeli rokok dan minuman.

Pintu berdecit saat dibuka.

Iwan masuk, melirik sekilas ke lemari minuman. Pendingin

lalu Ia mengambil air mineral dan sebungkus rokok.

Saat hendak menuju kasir,

Suara itu terdengar.

“ada anggota Red Serpent sedang berbelanja rupanya.”

Iwan berhenti.

Ia menoleh perlahan.

Di sudut dekat rak makanan ringan berdiri seorang pria mengenakan kemeja abu-abu, celana bahan, sepatu pantofel.

(inspektur Dedi)

Tangan kanannya memegang kopi kaleng sambil tersenyum santai.

Iwan hanya membalas dengan senyum tipis.”

Dedi mendekat sedikit. “Kota ini ramai semalam. Banyak yang bilang kau ada di sana.”

Iwan meletakkan botol ke meja kasir. “Banyak orang juga bilang kalau polisi kerja keras untuk melindungi kota.”

Nada suaranya datar.

Terdengar mengejek.

Dedi tertawa kecil. “Kau lucu untuk seorang yang terlihat santai.”

Iwan melangkah mendekat, jarak mereka kini sangat dekat. “dan kau juga terlihat terlalu santai untuk seseorang yang berpura-pura menegakkan hukum.”

Kasir menelan ludah dan berpura-pura sibuk bekerja.

Dedi menyeruput kopinya. “Red Serpent seperti nya membuat banyak kekacauan semalam dan kau menjadi aktor utama nya semalam.

Ia mendongak menatap lurus ke mata Iwan. “Kau pikir aku akan diam saja?”

Iwan membalas tatapan itu tanpa berkedip. “Kau pikir aku peduli dengan omongan polisi yang hanya memikirkan uang dari pada warganya?”

Senyum Dedi memudar dan menatap tajam ke arah iwan. “Aku bisa menangkap mu sekarang kalau aku mau.”

Iwan mendekat setengah langkah. “memang nya apa yang bisa kau lakukan sendirian sedangkan saat bersama yang lain kalian hanya bisa berpura-pura tidak terjadi apa-apa.”

Dedi mengangguk pelan. “Oke.”

Ia menaruh kopi ke rak. “Bagaimana kalau kita Keluar sebentar?”

Iwan tidak menjawab.

Ia berbalik dan berjalan ke luar.

TEMPAT PARKIR MINIMARKET

tempat parkir itu terlihat sepi hanya ada dua motor dan satu mobil.

Kita akan ... "Belum sempat Dedi melanjutkan kalimatnya.

DUAK!

Iwan bergerak lebih dulu.

langsung melayangkan pukulan lurus ke arah wajah.

Dedi berhasil menangkis, tapi dorongannya membuatnya mundur satu langkah lalu Ia membalas dengan hook pendek ke rusuk.

Iwan menahan, dan membalas dengan lututnya naik menghantam perut Dedi.

Dedi mengerang, lalu membalas dengan tinju ke arah wajah.

Iwan menghindar. Tinju itu nyaris menyentuh pipinya.

lalu mereka bergerak cepat. saling beradu pukulan.

Dedi mengayunkan tendangan rendah.

Iwan melompat mundur, lalu masuk kembali, dengan tendangan menghantam dada Dedi, mendorongnya ke arah dinding.

BRAK!

Dedi bangkit cepat dan membalas lalu mencekik leher Iwan dengan satu tangan,

Iwan meraih tangan dedi, memutar pergelangan Dedi, mengunci sebentar.

Tapi Dedi cukup cepat ia memutar tubuh, melepaskan diri, dan mendorong Iwan.

Iwan terlihat hanya tersenyum.

Dedi mengusap bibirnya yang berdarah tipis. “Kau kuat ternyata rumor tentang mu bukan hanya omong kosong.”

Iwan hanya menyeringai.”

suasana sunyi sebentar lalu terdengar suara pesan masuk dari handphone Dedi.

Dedi melihat pesan itu dan merapikan bajunya. “Kita lanjutkan kapan-kapan dan suatu hari nanti aku pasti akan menangkap kalian.”

Iwan membalas sambil menyalakan rokok. “padahal kalau tadi aku serius, kau tidak akan bisa bicara omong kosong.

Dedi terkekeh. “Kita lihat saja nanti polisi tidak akan selamanya diam.”

Iwan mengangguk. “terserah apa katamu tapi kenyataannya sudah puluhan tahun polisi selalu menutup mata dengan apa yang terjadi di kota ini”

lalu mereka saling menatap.

dan Dedi berjalan pergi lebih dulu. “Hati-hati, Jagoan,suatu hari aku akan menangkap mu,”

Iwan menghembuskan asap rokok. “Tenang saja Kota ini milik orang-orang seperti kami.”

Dedi masuk ke dalam mobilnya dan langsung melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi pergi meninggalkan minimarket itu.

Iwan berdiri sebentar, lalu berbalik kembali ke motornya dan pergi.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!