NovelToon NovelToon
Hanasta

Hanasta

Status: sedang berlangsung
Genre:Perjodohan / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Penyesalan Suami / Romantis / Psikopat itu cintaku / Mafia
Popularitas:12
Nilai: 5
Nama Author: Elara21

Hanasta terpaksa menikah dengan orang yg pantas menjadi ayahnya.
suami yg jahat dan pemaksaan membuatnya menderita dalam sangkar emas.

sanggupkah ia lepas dari suaminya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elara21, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

hanasta32

Nathan memacu mobil keluar dari halaman motel secepat mungkin.

Hana masih dalam pelukan James, wajahnya pucat.

Raina menutup pintu dan memeriksa kaca spion.

“A… belum keluar…”

suara Raina bergetar.

James menatap lorong motel yang makin jauh.

“A akan menyusul. Dia tidak gampang jatuh.”

Nathan mengemudi melewati tikungan kota.

“Hari ini kita harus tahu kebenarannya.

Besok terlalu terlambat.”

James mengangguk.

“Ayo ke gudang tua di ujung kota. Tempat itu cukup tersembunyi.”

Soni dan A berhadapan di kamar yang pintunya jebol.

Soni menatapnya datar.

“Kenapa kau kembali?”

A membalas tatapan itu tanpa gentar.

“Untuk mengakhiri semua ini.”

Soni mendekat, langkahnya tenang namun penuh ancaman.

“Melena mati dan kau lari.

Sekarang kau kembali membawa anaknya?”

A menghela napas, lalu bicara cepat:

“Melena tidak jatuh karena aku.

Dia kabur dari seseorang…

yang mengancamnya sebelum aku datang.”

Soni berhenti.

A menatapnya tanpa berkedip.

“Dan kau tahu siapa dia.”

Soni tersenyum tipis, sangat tipis.

“Ada banyak yang kau tidak mengerti.”

A merapatkan rahangnya.

“Aku punya bukti.

Dan James akan melihat semuanya.”

Wajah Soni berubah.

Hanya sedikit, tapi cukup terlihat.

“Dan kau pikir… aku akan biarkan itu?”

Soni melangkah maju—

A langsung kabur lewat jendela belakang motel.

Soni mengejarnya tapi hanya melihat bayangan mantel A menghilang ke lorong.

Soni memukul tembok—keras tapi tetap terkontrol.

“Mereka harus ditemukan sebelum tengah malam.”

Mobil Nathan berhenti di depan gudang tua pinggir kota.

Tempat itu sepi, lampu mati, hanya suara angin.

James membawa Hana turun.

Hana masih lemah, tapi ia berusaha kuat.

“James… A akan datang, kan…?”

James mencium keningnya pelan.

“Akan. Dia tahu tempat ini.”

Nathan masuk dulu, memastikan aman.

Raina mengambil air minum dan jaket dari tas.

Dalam gudang, mereka duduk di lantai semen dingin.

Hana menyandarkan kepala ke bahu James.

Raina tiba-tiba menatap ke pintu.

“Ada orang…”

Nathan mengambil posisi, siap menyerang.

Bayangan muncul.

Pintu terbuka sedikit.

Dan A masuk, berjalan dengan napas sedikit terengah, tapi tidak terluka parah.

Hana langsung sembunyi di belakang James.

James berdiri.

“A… apa kau baik?”

A mengangguk.

“Aku tidak bisa lama. Soni memanggil tim cadangan. Dia pasti menuju ke sini.”

Nathan menggeram kesal.

“Katakan cepat.”

A menatap mereka bergantian.

“Aku akan ringkas.

Pengejaran Soni tidak akan berakhir kalau kalian hanya lari.”

James menegang.

A melanjutkan:

“Karena Soni punya dua alasan memburu kalian.”

Hana tahu sesuatu tentang kematian Melena.

Soni menyembunyikan rahasia soal James.

James tercengang.

Hana menutup mulutnya, tubuhnya menegang.

“Rahasia… tentang aku?”

A mengangguk.

“James…

kau bukan anak kandung Soni.”

James membeku.

Hana langsung menatap James, mata melebar.

A menambahkan cepat:

“Dan Melena meninggal karena mencoba melindungi identitas ayah kandungmu dari seseorang yang memerasnya.”

Nathan memukul rak besi.

“Siapa pemerasnya?!”

A menatap lantai sejenak… lalu James.

“Bukan aku.

Bukan Soni.

Tapi seseorang dari masa lalu keluarga Arther… yang Soni sendiri sembunyikan.”

James menggenggam kepalan tangannya.

“Siapa?”

A menatapnya pelan, sangat serius:

“Nama itu… ada di rekaman lanjutan dalam ponsel.”

James menegang.

A mengeluarkan flashdisk kecil dari sakunya.

“Ini.

Rekaman penuh.”

Raina terbelalak.

Nathan mengambil flashdisk itu.

“Ini jawaban segalanya.”

A mengangguk.

“Saat kalian tonton rekaman ini, pengejaran Soni akan berakhir dengan sendirinya.

Karena dua pihak besar akan menghancurkan dia dari dalam.”

A melangkah mundur.

“Tapi kalian harus pergi sekarang.

Soni sudah menuju ke sini.

Dan dia tidak akan datang sendirian.”

Hana menutup wajah James dan berbisik:

“James… mari kita selesaikan ini… aku ingin bebas…”

James memeluknya pelan.

“Aku janji. Kita selesai malam ini.”

A mendorong pintu gudang.

“Pergi.

Ke rumah tua Arther.

Semuanya dimulai di sana,

dan harus berakhir di sana.”

James mengangguk tegas.

“Baik.

Mobil Nathan melewati jalanan kota kecil, keluar menuju daerah yang semakin sepi.

Lampu jalan makin jarang, suara hutan makin mendominasi.

Hana bersandar ke bahu James, wajahnya pucat tapi tekadnya jelas.

“James… apa pun yang ada di rekaman itu…

aku siap dengar.”

James meraih tangan Hana dan mengecup punggungnya.

“Kau tidak harus siap.

Aku yang akan menanggungnya dulu.”

Raina di kursi depan melihat peta.

“Rumah tua itu 10 menit lagi…”

Nathan mengemudi lebih pelan sekarang—karena ia tahu ada sesuatu yang lebih dari sekadar tempat menunggu mereka.

“Kita harus putar rekaman itu sekarang,” kata Nathan.

James mengeluarkan flashdisk A dan menyambungkannya ke laptop kecil Nathan.

Hana memegang tangan James erat.

“Bersama?” tanya James.

Hana mengangguk.

“Bersama.”

Nathan menekan play.

Layar laptop menampilkan wajah Melena—lebih jelas daripada rekaman ponsel sebelumnya.

Wajahnya penuh air mata, tapi bukan takut.

Lebih seperti seseorang yang sudah kalah.

“Aku tidak kuat lagi…

aku… aku takut…

mereka akan tahu… terutama James.”

Hana menahan napas.

James memegang lututnya kencang.

Rekaman berganti:

Melena duduk di ruangan gelap, seperti gudang atau basement.

Ia bicara pada seseorang… bukan Soni… bukan A.

Namun suara pria itu terdengar jelas:

“Kau sudah tahu syaratnya.

Bayar, atau aku beri tahu semuanya.”

Suara melena pecah.

“Jangan lakukan pada anakku…

kumohon… dia tidak bersalah…”

Pria itu mendekat—silhouette tubuh tinggi, langkah berat.

Tidak terlihat wajahnya.

Tapi suaranya jelas.

“James bukan anak Soni.

Itu fakta.

Dan aku bisa gunakan itu kapan saja.”

James tertegun.

Hana menutup mulutnya.

Nathan dan Raina saling menatap.

Melena menangis makin keras.

“Jangan… jangan sebut itu…

dia suamiku…

dia sudah anggap James anaknya…

tolong… jangan—”

Pria itu tertawa pendek.

“Kau pikir Soni tidak tahu?”

Semua di mobil terdiam.

James membeku.

Soni… tahu?

Rekaman bergetar, seolah ada benturan.

Melena tersungkur.

“Hentikan!

Aku akan bayar!

Tolong, jangan sentuh James!”

Suara pria itu terdengar makin dekat.

“Kalau aku tidak dapatkan uang…

kau tahu apa yang terjadi dengan keluarga Arther.”

Hana memegang lengan James.

“James… ini… bukan salahmu… dengarkan aku…”

Tapi James tidak bergerak sedikit pun.

Matanya terpaku ke layar.

Rekaman berpindah lagi:

Sekarang Melena berjalan cepat di malam hujan—

adegan yang Hana ingat.

Ia memanggil seseorang lewat ponsel:

“A… tolong aku… aku tidak bisa kabur—”

A dalam rekaman terdengar panik:

“Mele— tunggu di tempat biasa! Aku datang!”

Kemudian semua terjadi:

Melena berlari

A mengejar untuk menahannya bicara

Melena terpeleset

dan jatuh…

Namun rekaman menunjukkan hal yang tidak mereka lihat sebelumnya—

SESUDAH Melena jatuh…

Ada bayangan lain di balik pepohonan.

Diam.

Mengamati.

Tidak terlihat jelas wajahnya.

A tidak menyadarinya.

Melena sudah tak bergerak.

Suara napas seseorang terdengar dari arah bayangan itu.

Berat.

Marah.

Suara yang tidak asing…

“Ini yang terjadi ketika kau menantang aku.”

James menegang.

Raina menjerit kecil.

Nathan memaki pelan.

Hana memucat.

Itu suara—

Soni.

Hana menutup wajahnya.

“Tidak… tidak mungkin… tidak mungkin…”

Rekaman bergetar lagi dan mati.

Hening.

Mobil seperti berhenti bernafas.

James akhirnya berkata—pelan, namun suara pecah:

“Jadi…

Soni… melihat semuanya.

Dia tahu ibu jatuh.

Dia tahu aku bukan anaknya.”

Nathan memegang setir.

“Itu alasan dia mengurung Hana.

Hana lihat bayangan itu.”

Hana mengangguk sambil menangis.

“Aku… aku lihat dia berdiri di dekat Melena… setelah aku lari…

tapi aku terlalu takut…

aku pikir aku salah lihat…”

James memegang wajah Hana dengan kedua tangan.

“Hana…

kau tidak salah.

Dan kau tidak bersalah.”

Hana menangis lebih keras.

James memeluknya erat, menempelkan dagu ke kepalanya.

“Terima kasih…

karena kau bertahan sampai sekarang…”

Nathan mengambil alih pembicaraan.

“Ini artinya Soni bukan hanya mengejar kalian karena iri atau benci.”

Ia menatap mereka lewat kaca spion.

“Dia mengejar karena kalian berdua adalah ancaman untuk rahasianya.”

Raina menambahkan:

“Jika rekaman ini bocor…

Soni selesai.

Kariernya, bisnisnya, semuanya.”

James menatap laptop itu.

Tidak ada lagi kebingungan.

Tidak ada lagi lari tanpa arah.

Hanya tersisa keputusan.

Ia mengepalkan tangan.

“Kita harus akhiri ini…

di rumah tempat semua dimulai.”

Hana menatapnya, matanya basah.

“Aku ikut…

aku tidak mau kau hadapi dia sendirian…”

James menempelkan keningnya ke kening Hana.

“Kita bersama sampai akhir.”

Nathan mengangguk.

“Oke.

Rumah Arther… lima menit lagi.”

 

Tiba-tiba Raina melihat ke kaca spion.

“Eh… eh… mobil di belakang…”

Nathan langsung melihat.

Sebuah mobil hitam muncul perlahan di tikungan jauh.

Lampu menyala…

dan itu mobil Soni.

James meraih tangan Hana.

“Hana…

sudah waktunya.”

Hana mengangguk, air mata jatuh tapi wajahnya tegar.

“Kita akhiri ini, James.”

Nathan menambah kecepatan.

Mobil menuju rumah tua Arther.

Dan di belakang mereka,

mobil Soni mengikuti…

tanpa berhenti.

Ayo kita akhiri ini.”

01-12-2025.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!