NovelToon NovelToon
MANTAN TENTARA BAYARAN: IDENTITAS ASLINYA SEORANG MILIARDER

MANTAN TENTARA BAYARAN: IDENTITAS ASLINYA SEORANG MILIARDER

Status: sedang berlangsung
Genre:Identitas Tersembunyi / Mata-mata/Agen / Trauma masa lalu / Action / Romantis / Crazy Rich/Konglomerat
Popularitas:10.3k
Nilai: 5
Nama Author: BRAXX

Mereka memanggilnya Reaper.

Sebuah nama yang dibisikkan dengan rasa takut di zona perang, pasar gelap, dan lingkaran dunia bawah.

Bagi dunia, dia adalah sosok bayangan—tentara bayaran tanpa wajah yang tidak meninggalkan jejak selain mayat di belakangnya.

Bagi musuh-musuhnya, dia adalah vonis mati.

Bagi saudara seperjuangannya di The Veil, dia adalah keluarga.

Namun bagi dirinya sendiri... dia hanyalah pria yang dihantui masa lalu, mencari kenangan yang dicuri oleh suara tembakan dan asap.

Setelah misi sempurna jauh di Provinsi Timur, Reaper kembali ke markas rahasia di tengah hutan yang telah ia sebut rumah selama enam belas tahun. Namun kemenangan itu tak berlangsung lama. Ayah angkatnya, sang komandan, memberikan perintah yang tak terduga:

“Itu adalah misi terakhirmu.”

Kini, Reaper—nama aslinya James Brooks—harus melangkah keluar dari bayang-bayang perang menuju dunia yang tak pernah ia kenal. Dipandu hanya oleh surat yang telah lusuh, sepotong ingatan yang memudar, dan sua

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BRAXX, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

CEEITA MASA LALU

"Aku pernah melihat wajah itu sebelumnya..." James bergumam, matanya terpaku pada foto itu.

"Dia itu ayahku," suara dari belakang terdengar.

James dan Alicia menoleh ke arah sumber suara. Dan melihat Alexander Remington berdiri di pintu lorong.

Dia mengenakan setelan abu-abu arang dengan kerah mandarin. Posturnya tegap, bahunya lurus. Rambutnya yang mulai memutih disisir rapi ke belakang, dan janggut pendek yang terawat.

Alexander mengamati pemuda di depannya.

James berdiri tegak, tubuhnya ramping, mengenakan mantel hitam setengah panjang di atas kemeja gelap.

"Ini dia, Ayah," kata Alicia sambil melangkah maju. "James, kenalkan, ini ayahku."

James menundukkan kepala dengan hormat dan sedikit mengulurkan tangan.

"Halo, Paman Alexander," ucapnya.

Alexander mengangguk, bibirnya terangkat tipis. "Halo, James... kau sudah tumbuh besar."

Lalu dia memberi isyarat ke ruang duduk di belakangnya. "Mari, duduk."

Alicia memberi James senyum sebelum bergeser pergi.

Alexander dan James duduk di dua kursi berlengan berlapis beludru, berhadapan satu sama lain.

"Kau mungkin tidak mengingatku," kata Alexander sambil menatapnya dengan senyum bernostalgia. "Kau masih bocah terakhir kali aku melihatmu. Ayahmu, Simon, dan ibumu, Sophie, adalah junior-ku di SMA dulu. Kami memiliki lingkaran sahabat yang sangat dekat. Teman, yang benar-benar teman."

James mengangguk kecil. "Mamaku sering bercerita. Tentang kalian semua."

Alexander bersandar sedikit, jari-jarinya saling bertaut. "Sekarang kau sudah besar. Masih hidup dan sedang duduk di depanku. Ada banyak hal yang ingin kuceritakan padamu. Tapi... sebelum itu... aku memiliki pertanyaan."

James menatapnya langsung, "Aku mengerti, Paman. Kau melihat mobil itu, kau tahu aku dekat dengan putrimu, tentu saja kau memiliki pertanyaan dan keraguan."

Alexander mengamatinya beberapa detik lagi, lalu bertanya, "Pertama... apakah kau berhubungan dengan mereka? Maksudku... The Veil?"

Sebelum menjawab, James sedikit mencondongkan tubuhnya ke depan, "Sebelum aku memberikan jawaban itu, Paman... aku ingin bertanya sesuatu."

Alexander mengangguk, "Silakan."

"Apa yang kau ketahui tentang The Veil?"

Alexander bersandar, jarinya mengetuk sekali sandaran kursi. "Hanya rumor, cerita. Teror. Bisikan. Kebanyakan orang menganggapnya hanya mitos untuk menakut-nakuti orang-orang tertentu."

Mata James menyipit sedikit kecewa, tapi tidak terkejut. Ia terdiam sejenak, lalu mengembuskan napas. "Begitu selalu kesannya. The Veil tidak peduli pada rumor."

Dia menatap Alexander, suaranya berubah lebih berat. "The Veil bukan seperti yang kau pikirkan, Paman. Tidak pernah seperti itu."

Sekarang James bersandar, lalu melanjutkan, "Itu bukan geng bawah tanah. Bukan sindikat bayangan yang mengejar kekuasaan. The Veil... dulu dan sampai sekarang adalah aset tersembunyi terbesar negara ini. Saat tangan pemerintah terikat, The Veil bertindak. Saat hukum tidak bisa menjangkau, The Veil turun tangan. Mereka ada di tempat keberadaan pun disangkal."

"Aku tidak perlu menjelaskan terlalu rinci. The Veil tidak peduli pada citranya. Mereka tidak ada dalam arsip atau buku sejarah."

Bibir Alexander terbuka sedikit, tapi ia belum bicara.

James melanjutkan lagi, "Dan kalau kau bertanya apakah aku bagian dari mereka—ya, aku bagian dari mereka."

"Mereka menyelamatkanku dari para penculik, dan mengambilku saat masih anak-anak. Lalu memberiku nama, tempat, tujuan. Mereka membesarkanku seperti salah satu dari mereka. Aku berlatih bersama mereka, berdarah demi mereka, dan menjadi apa yang mereka bentuk."

Hening sejenak.

"Tapi aku tidak bekerja untuk mereka lagi. Aku sudah pensiun."

Alexander terdiam, lalu mengangguk perlahan. "Begitu... sepertinya aku memang tidak pernah benar-benar tahu apa pun tentang mereka."

James menatapnya, lalu berbicara lagi. "Kalau begitu, Paman... kau bisa bertanya pada ayahmu—kakek Alicia. Dia mungkin satu-satunya orang yang bisa menjelaskan keraguanmu."

Alexander berkedip. "Kau... mengenal ayahku?"

James mengangkat bahu. "Tidak juga. Aku bahkan tidak tahu nama aslinya. Hanya... sebuah kode. Dia pernah menjabat sebagai Jenderal di angkatan provinsi."

Alexander menegakkan tubuh sedikit. "Benar. Memang begitu."

"Aku dulu bekerja untuk beberapa operasinya. Dulu aku tidak tahu, tentu saja. Tapi ketika aku melihat fotonya tadi..." Dia melirik ke arah lorong. "Aku pernah melihatnya di lapangan."

.

James duduk diam, lalu mencondongkan tubuhnya sedikit ke depan, "Aku memiliki masalah dengan ingatanku. The Veil menemukan Mamaku... Butuh tujuh belas tahun untuk menemukan rumahku."

Ia berhenti sejenak, menatap Alexander tanpa berkedip.

"Aku tidak di sini untuk membangkitkan Reaper lama. Aku datang untuk damai—untuk menjaga keluargaku. Tapi... kondisi di sini, Paman Alexander..." Suara James turun satu nada. "Tidak baik, bukan?”

"Aku minta maaf, James," katanya pelan. "Setelah ayahmu meninggal... aku seharusnya melakukan lebih banyak. Aku bisa saja merawatmu. Tapi ibumu, Sophie, dia tidak mudah mau menerima bantuan."

Ia menatap ke samping sejenak, "Lalu... kau diculik."

"Aku mencoba mencarimu. Aku hampir menemukanmu sekali." Tangan Alexander mengepal sedikit saat dia mengingatnya. "Tapi kemudian aku mendapat telepon. Aku masih ingat suaranya. Ia menyuruhku berhenti menggali informasi. Katanya kalau aku melangkah lagi... Alicia yang akan menjadi target berikutnya."

Alexander mengangguk pelan, "Dia masih sangat kecil waktu itu. Aku tidak tahu harus bagaimana. Lalu teleponnya terputus... dan aku diberi tahu bahwa kau sudah mati."

Suaranya sempat bergetar. Lalu ia menegakkan diri kembali. "Jadi aku melindungi ibumu dengan cara yang bisa kulakukan. Aku membantunya diam-diam... Sampai dia bertemu dengan Julian."

"Ibumu tidak pernah menyerah padamu, James. Dia selalu mengatakan, ‘dia di luar sana, dan suatu hari nanti dia pasti akan pulang.’"

"Terima kasih, Paman Alexander..." Ia mengalihkan pandangan sejenak.

"Kenyataan bahwa kau mengatakan semua ini... membuat pikiranku sedikit lebih tenang." Nada suaranya merendah.

"Terima kasih... karena sudah menjaganya."

Alexander menatap sebuah foto tua di tangannya lalu menyerahkannya kepada James.

"Kau mungkin sudah tahu ini..." Alexander memulai, "Tapi ayahmu, Simon... dia tidak mati karena kecelakaan."

Genggaman James pada foto itu mengencang sedikit, matanya terpaku pada wajah-wajah itu: lima pemuda dengan seragam blazer.

"Dulu saat SMA, kami memiliki kelompok—lima anak laki-laki," lanjut Alexander. "Kami sudah seperti saudara, kami semua berasal dari keluarga berada. Dipersiapkan untuk mewarisi bisnis, kerajaan."

James menatap foto itu.

Alexander menunjuk. "Itu Jeff. Ford. Richard. Simon. Dan aku."

"Simon dan ibumu menikah setelah lulus. Sophie mengandungmu saat itu. Dan Simon... dia mengambil tanggung jawab penuh. Kakekmu mendukungnya, dia percaya pada Simon."

Wajah Alexander menggelap. "Lalu... kakekmu menghilang tanpa jejak. Cerita resmi mengatakan dia pensiun mendadak, tapi itu kebohongan, kami semua tahu itu."

Kening James berkerut. Dia tetap diam, mendengarkan.

"Dan karena hilangnya dia, Simon menjadi pewaris tunggal kerajaan Brooks. Dia masih sangat muda—baru menginjak usia dua puluhan—tapi dia menanganinya dengan baik." Alexander menghela napas. "Saat itu aku di luar negeri sedang belajar hukum bisnis. Kami tetap berhubungan, tapi..." Ia terdiam, lalu menatap James langsung.

"Di sini, ayahmu menginvestasikan dana untuk proyek obat. Sangat revolusioner—untuk mengobati kanker. Jeff, Ford, dan Richard mereka kuliah di Universitas Habsburg, mereka juga membantu pendanaannya dan terlibat dalam penelitian."

Ekspresi James menajam saat potongan-potongan mulai saling terhubung.

"Simon sering bercerita hal-hal kecil padaku, di malam hari. Tapi suatu hari... dia mengatakan ada yang salah. Obat itu gagal. Ada efek samping, atau ketidakstabilan. Dia sangat takut dan mengatakan kalau obat itu harus dikubur."

Suara Alexander menegang. "Dalam seminggu, kerajaan Brooks runtuh. Media menghancurkan reputasinya. Tuduhan penipuan, audit keuangan, tuntutan... tapi kami tahu Simon bukan penipu, dia telah dijebak."

Ia menutup mata sebentar, lalu melanjutkan. "Sehari sebelum kematiannya... dia meneleponku dengan suara yang terdengar panik. Dia mengatakan obat itu bukan kegagalan—itu berubah menjadi sesuatu yang lain, sesuatu yang sangat berbahaya. Dan obat itu telah jatuh ke tangan yang salah."

Tangan Alexander mengepal, "Beberapa jam kemudian... dia ditabrak truk. Tidak ada saksi. Tidak ada penyelidikan nyata."

Detak jantung James meningkat.

"Aku pulang hari itu juga," lanjut Alexander, "hanya untuk menemukan bahwa Jeff... Richard... Ford... mereka semua sudah mati juga. Satu per satu. Kecelakaan, bunuh diri, sakit mendadak."

Ia menatap James, "Itu bukan kebetulan. Itu pembersihan."

Hening merayap.

James menatap foto itu lagi.

"Obat itu," James berkata pelan. "Apakah kau ingat namanya?"

Alexander menggelengkan kepalanya. "Simon tidak pernah memberitahuku. Tapi apa pun itu... tidak mati bersamanya. Obat itu hanya berpindah tangan."

James bersandar, pikirannya berputar cepat.

Obat kanker... mutasi berbahaya... konspirasi untuk menghapus kebenaran... dan masa kecil yang hancur bukan hanya karena penculikan. Ini bukan lagi tentang balas dendam, ini tentang menyelesaikan apa yang telah dimulai Simon Brooks.

1
Zandri Saekoko
author
kapan lanjutan sistem kekayaan itu author tiap hari saya liht tapi blm ada lanjutan
Rocky
Ternyata ini misi terakhir secara tersirat yang dimaksudkan Sang Komandan..
Zandri Saekoko
mantap author
lanjutkan
Zandri Saekoko
mantap author
king polo
up
king polo
update Thor
king polo
up
king polo
update
july
up
july
update
Afifah Ghaliyati
up
Afifah Ghaliyati
lanjutt thorr semakin penasaran nihh
eva
lanjut thor
eva
up
2IB02_Octavianus wisang widagdo
upp lagi broo💪
Zandri Saekoko
lanjut thor
Wulan Sari
lanjut Thor semangat 💪👍❤️🙂🙏
Coffemilk
up
Coffemilk
seruu
sarjanahukum
bagus
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!