Ketika Violetta Quinn, saudari kembar yang lembut dan penurut, ditemukan tak sadarkan diri akibat percobaan bunuh diri, Victoria Thompson tak bisa menerima kenyataan itu begitu saja. Tidak ada yang tahu alasan di balik keputusasaan Violetta, hanya satu kenangan samar dari sang ibu: malam sebelum tragedi, Violetta pulang kerja sambil menangis dan berkata bahwa ia 'Tidak sanggup lagi'.
Didorong rasa bersalah dan amarah, Victoria memutuskan untuk menyamar menggantikan Violetta di tempat kerjanya. Namun pencarian kebenaran itu justru membawanya ke dalam dunia gelap yang selama ini Victoria pimpin sendiri; Black Viper. Jaringan mafia yang terkenal kejam.
Di sanalah Victoria berhadapan dengan Julius Lemington, pemilik perusahaan yang ternyata klien tetap sindikat Victoria. Tapi ketika Julius mulai mencurigai identitas Victoria, permainan berbahaya pun dimulai.
Victoria masuk dalam obsesi Julius.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Archiemorarty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 32. PERMAINAN SELESAI
Sean tidak pernah mengantisipasi bahwa momen paling menegangkan dalam hidupnya akan berubah menjadi mimpi buruk yang tak masuk akal.
Pria mengira semuanya sudah berada di genggamannya. Harusnya seperti itu.
Sean sudah memanggil anak-anak buahnya.
Sean sudah mengepung ruangan.
Sean sudah menodongkan pistol yang kini telah terisi dengan peluru.
Dan sekarang Sean memiliki keunggulan jumlah, dan ia yakin, kali ini Julius maupun Victoria tidak akan bisa melarikan diri.
"Tangkap mereka!" perintah Sean sambil menunjuk Victoria dan Julius.
Para anak buah Sean serempak bergerak maju. Terorganisir dan jelas kalau mereka adalah profesional di bidang penyergapan seperti ini.
Namun yang terjadi selanjutnya membuat seluruh ruangan seolah berhenti bernapas.
Dalam hitungan detik, Victoria melenting maju, secepat angin yang memotong gelap.
Satu pukulan siku menghantam tenggorokan salah satu anak buah Sean.
Satu putaran kaki menghantam rusuk yang lain.
Dan ketika dua orang lagi mencoba menangkapnya dari sisi kanan dan kiri, Victoria justru melompat ringan, tubuhnya melayang rendah lalu menghantam lutut mereka hingga keduanya jatuh tersungkur.
Semua terjadi dalam rangkaian gerakan yang begitu mulus dan presisi, seperti seseorang yang sudah puluhan tahun berlatih seni bela diri tingkat tinggi. Seolah tubuh gadis itu terbuat dari bulu yang begitu ringan ketika bergerak.
Julius bersiul kagum, mengingatkannya pada pertama kali melihat Victoria di markas Black Viper, pertama kali Julius jatuh cinta pada Victoria.
"Kau terlalu sexy, Vivi. Aku tidak mau kalah darimu," komentar Julius.
Julius masuk menyusul, memukul wajah seseorang dengan dengkul, memutar tubuhnya menghindari tembakan, lalu menghantamkan siku ke pelipis lawan hingga pria itu tumbang tak bergerak.
Letusan senjata api mulai memenuhi ruangan secara membabi buta.
"JANGAN TEMBAK VICTORIA!" Sean berteriak histeris. Suaranya memecah hiruk pikuk bak petir.
Dan celah itu dimanfaatkan Julius.
Setiap kali seseorang mengangkat pistol, Julius langsung menarik Victoria mendekat, menjadikan gadis itu sebagai tameng bergerak, bukan untuk melindungi dirinya, melainkan untuk memaksa anak buah Sean ragu. Keraguan sepersekian detik itu cukup bagi Victoria untuk bergerak.
"Cih, akan kupastikan memukulmu sampai aku puas setelah ini selesai," protes Victoria pada Julius.
"Dengan senang hati, bagaimana kalau di ranjang?" sahut Julius.
"Kau mati sekarang?" kesal Victoria.
Julius hanya tertawa lalu menangis pukulan yang datang padanya.
Dengan kecepatan yang mustahil dipercaya, Victoria mengambil pistol dari tangan salah satu penjaga, memutar pergelangan pria itu hingga ia berteriak, lalu menghantamkan gagang senjata ke pelipisnya. Dan melapaskan tempat peluru hingga pistol itu tak lagi dapat digunakan.
Pria itu tersungkur.
Darah menetes.
Sean membeku.
Mulutnya terbuka lebar, wajahnya pucat seperti kehilangan cahaya.
"Tidak ... tidak ... Victoria tidak bisa, kau tidak bisa, kau tidak mungkin bisa melakukan ini," suara Sean pecah, nyaris tak terdengar di tengah keributan.
Sean menyaksikan gadis yang selama ini ia yakini lemah, rapuh, selalu membutuhkan perlindungan kini berubah menjadi badai mematikan yang berputar di tengah para pria bersenjata dan menghancurkan mereka dengan mudah.
Bukan satu.
Bukan dua.
Tapi semuanya hampir tumbang dalam sekejap oleh Victoria.
Darah Sean mendidih. Bukan hanya marah ... ia merasa dikhianati oleh kenyataan itu sendiri. Gadis yang ia favoritkan karena kerapuhannya justru berubah ganas.
Dan ketika Victoria memutar tubuh untuk menghentakkan lututnya ke wajah salah satu penjaga yang tersisa, Sean meloncat maju.
Sea menghempaskan tubuh Victoria ke lantai dengan kasar.
BRAK!
"Victoria?!" seru Julius yang kini masih menahan serangan dari tiga orang.
Tubuh Victoria menghantam lantai keras. Udara mulai tercekik keluar dari paru-parunya. Ia tersentak, namun tidak menjerit.
Sean naik ke atas tubuh Victoria, menahan kedua pergelangan tangan gadis itu di samping kepala Victoria. Mencegah Victoria berontak hingga melaksanakan diri.
"BERHENTI!" Sean meraung, suaranya seperti menelan seluruh ruangan. "BERHENTI! Ini bukan kau! Victoria tidak seperti INI!"
Napas Sean kacau. Matanya liar.
Ekspresi gila itu kembali ... yang selama ini disembunyikannya di balik kontrol. Sean kehilangan ketenangannya seratus persen.
"Bukan ... bukan Victoria-ku," suara Sean retak. "Victoria tidak bisa melawan. Victoria tidak bisa menyakiti. Victoria itu lembut. Rapuh. Selalu butuh aku. KAU ... bukan dia!"
Victoria menatapnya, dan untuk pertama kalinya, ia tidak menampakkan ketakutan.
Ia menampakkan kesadaran, dan sesuatu yang lain di balik itu: penghinaan.
Senyum sinis merayap di bibir gadis itu.
"Sean," ucap Victoria pelan, seolah berbicara pada anak kecil yang keras kepala. "Apa kau benar-benar berpikir kau mengenal aku?"
Sean menggertakkan giginya. "DIAM!"
"Aku," Victoria melanjutkan tanpa gentar, "adalah putri dari mafia yang menguasai kota ini. Pewaris tahta setelah ayah dan kakak-kakakku. Apa kau pikir aku tumbuh menjadi boneka rapuh seperti yang kau bayangkan? Terutama setelah apa yang kau lakukan padaku dulu."
Dunia Sean runtuh. "Tidak," bisiknya, suara retak.
"Aku bukan milikmu lagi," tegas Victoria.
"TIDAK! KAU MILIKKU!" seru Sean murka.
"Victoria?! Jangan memprovokasinya!" Julius mengingatkan, tahu kalau Sean masihlah seseorang yang berbahaya.
Victoria segera menendang lutut Sean dari bawah dengan kekuatan penuh.
Sean kehilangan keseimbangan. Victoria memanfaatkan momentum itu, memutar tubuhnya, mengunci lengan Sean dengan teknik yang sangat terlatih, lalu melemparkan pria itu menjauh seperti seonggok karung.
Sean terpelanting menghantam meja hingga meja itu pecah. Ia batuk, menahan rasa sakit, matanya membelalak ketakutan dan kemarahan.
Julius berdiri di samping Victoria, siap jika Sean menyerang lagi.
"Sean," Julius berkata dengan nada meremehkan, "kau benar-benar bodoh. Bahkan jika kami beri peta sekalipun, kau tidak akan mengerti permainan ini."
Sean menatap mereka seperti seseorang yang kehilangan seluruh dunia yang ia bangun.
Bukan karena kekuasaan.
Bukan karena kegagalan misi.
Tapi karena wanita yang ia anggap 'miliknya' ... ternyata tidak pernah bisa ia pahami.
Jantung Sean berdegup cepat, panik merayapi dadanya.
"Victoria ...," suaranya parau, penuh luka, "kenapa ... kembalilah padaku. Aku janji tidak akan menyakitimu lagi."
Victoria menatapnya dengan dingin mematikan.
"Tidak. Kau selalu ingkar janji. Kau selalu mengatakan kau tidak akan menyakitimu tapi kau tetap melakukannya. Lihatlah tubuhku yang masih penuh luka ini, semua karena ulahmu," Victoria menunjuk kepala dan dan juga lengannya yang terluka karena ulah Sean beberapa waktu lalu.
Sean menggeleng keras. "Aku ... tidak! Aku-"
"Aku tidak lagi mencintaimu, Sean. Tidak lagi," tegas Victoria.
Napas Sean tercekat.
Ucapan kecil itu menghantam hatinya seperti kepalan besi.
Julius mengeratkan lengannya di pinggang Victoria, menarik gadis itu lebih dekat. Seakan melindungi sang gadis baik dari Sean masa kini maupun Sean di masa lalu.
"Aku sendiri tidak mengerti apa tujuanmu sebenarnya. Kau menghancurkan hidup orang lain karena kesenangan semata. Seolah kau mengincar Lemington padahal kau tidak tertarik dengan kekuasaan. Kau menginginkan Victoria, tapi kau tidak bisa menghargainya. Kurasa kini aku paham. Kau hanya haus akan pengakuan," tukas Julius.
Sea menunduk sedikit dan mencium pucuk kepala Victoria. Memberitahu gadis itu kalau Julius ada di sini.
Sean mengangkat pistolnya ke arah Julius dan Sean.
Tiba-tiba ...
WEEEOOO ... WEEEOOO ... WEEEOOO ...
Sirene polisi meraung dari luar, keras, mendekat ... sangat dekat.
Lampu biru dan merah memantul masuk dari celah jendela rusak.
Semua anak buah Sean yang masih sadar membelalak panik. Beberapa meraih pistol. Beberapa melirik pintu keluar.
Namun hanya dua orang yang tetap berdiri tenang, nyaris tersenyum.
Victoria. Dan Julius.
Seolah mereka memang menunggu momen ini datang. Tanda bahwa semua permainan telah usai.
happy ending 👏👍
terimakasih thor, sukses dgn karya-karyanya di novel 💪
S
E
H
A
T
SELALUUU YAAAA💪💪💪💪❤️☕️
Hanya kamu yang tau thoorrr...
q suka....q suka...q suka
tarik siiiiiiisssss💃💃💃💃
Violetta Henry
wkwkwk
bener² kejutan yang amat sangat besaaarr...
kusangka hanya PION dr SEAN...nyata oh ternyata...daebaaaakkkk👏👏👏👏👏👏👏
kebuuut sampai 400 episode thooorrr...
bagis banget alur cerita ini...☕️☕️☕️
lanjutin Thor semangat 💪 trimakasih salam 🙏
eh, ngomong² gmn tuh dgn Sean skrg
Sean dah dipenjara, semoga aja gak bikin ulah lagi, tapi kayaknya gak bisa diem deh Sean