NovelToon NovelToon
Under The Same Sky

Under The Same Sky

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta Seiring Waktu / Playboy / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Model / Mantan / Orang Disabilitas
Popularitas:667
Nilai: 5
Nama Author: CHRESTEA

Luna punya segalanya, lalu kehilangan semuanya.
Orion punya segalanya, sampai hidup merenggutnya.

Mereka bertemu di saat terburuk,
tapi mungkin… itu cara semesta memberi harapan baru..

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon CHRESTEA, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Melepaskan Pergi

Beberapa jam kemudian, Luna berdiri di depan lobi St.Claire. Koper kecil di tangan, mata bengkak karena menangis. Kai menunggu di depan mobil hitamnya, menatap Luna dengan tatapan iba.

“Udah siap?” tanyanya pelan.

Luna menoleh sekali lagi ke arah lobi. Disana Orion berdiri dengan tongkat, di dampingi dua orang perawat. Luna menarik napas panjang.

“Belum,” jawabnya lirih.

"Tapi kalau kamu tetap di sini, Semua tidak akan pernah selesai. Ini kesempatan kamu.”

Kai membuka pintu mobil. Luna masuk tanpa bicara lagi. Mobil itu perlahan menjauh, meninggalkan lobi rumah sakit.

Orion masih berdiri diam, menatap mobil Kai yang mulai berjalan menjauh. Di tangannya, ,secarik kertas kecil tergenggam erat,catatan kecil dari Luna:

“Aku nggak akan menyerah. Aku akan kembali dengan semua yang terbaik.”

– L”

Orion menutup matanya pelan. Air mata yang selama ini dia tahan akhirnya jatuh juga. Untuk pertama kalinya, rasa sakit di kakinya tak seberapa dibanding rasa kehilangan di dadanya.

Hujan mulai turun saat mobil hitam itu menghilang di tikungan.Udara sore terasa dingin, dan halaman depan St. Claire menjadi sepi seperti biasa.Tapi bagi Orion, semuanya terasa berbeda. Luna tidak lagi di sana.

Dia masih berdiri di tempat yang sama, tongkat di satu tangan, secarik kertas di tangan lainnya.

Perawat yang berdiri di sampingnya memandang khawatir.

“Mr. Delvano, sebaiknya Anda masuk. Udara dingin bisa memperburuk kondisi kaki Anda.”

Orion tidak menjawab. Pandangannya masih menatap lurus ke arah jalan, ke arah di mana mobil itu menghilang.

Hujan semakin deras. Setetes air jatuh di pipinya dia sendiri tidak tahu apakah itu air hujan, atau air matanya sendiri.

Akhirnya, dia berbalik.

Langkahnya perlahan, tongkat di tangan kirinya menimbulkan bunyi tok… tok… tok… yang menggema di lorong rumah sakit.

Setiap langkah terasa berat, seolah sebagian dirinya ikut pergi bersama Luna.

Orion kembali ke kamar rehabilitasi, itu terasa berbeda.Kosong. Piring makan yang biasa diisi dengan bekal dari Luna kini kosong di meja.

Bunga di vas kecil yang dulu Luna taruh di pojok jendela sudah mulai layu. Dan kursi kayu di sisi tempat tidur,kursi yang selalu dipakai Luna untuk duduk menemaninya,kini hanya menjadi bayangan diam.

Orion duduk di kursi rodanya, memegang buku catatan kecil.

Halaman terakhir bertuliskan jadwal terapi yang dibuat Luna untuknya.

Tulisan tangannya rapi, dengan tanda hati kecil di ujung kalimat.

Senyum kecil muncul di bibir Orion, tapi cepat menghilang.

“Dia selalu cerewet,” gumamnya pelan. “Tapi tanpa suaranya,rasanya aneh.”

Dia menatap jendela.Hujan mulai berhenti, dan cahaya matahari sore menembus tipis tirai putih.

Dan di sana, untuk pertama kalinya, Orion menyadari betapa sunyi dunia tanpa Luna.

Hari berganti hari.

Tanpa Luna, rutinitas Orion tidak berubah.

Dia menjalani terapi, lebih disiplin dari sebelumnya, tapi tanpa tawa kecil yang biasa menemaninya.

Setiap langkah yang ia ambil terasa seperti pengingat bahwa Luna-lah yang dulu membuatnya berani berdiri.

“Bagus sekali, Mr. Delvano,” ujar terapisnya.

“Kaki Anda mulai kuat lagi. Dalam waktu dekat, Anda mungkin bisa jalan tanpa tongkat.”

Orion hanya mengangguk.Tidak ada senyum, tidak ada semangat. Dia berlatih bukan karena ingin sembuh cepat, tapi karena ingin memenuhi satu janji. Saat Luna kembali, dia tidak ingin gadis itu melihatnya masih sama seperti dulu.

Sementara itu, di sisi lain kota,Luna duduk di kursi ruang rias, menatap bayangannya di cermin besar.Wajahnya dipoles dengan riasan tipis, rambutnya disisir rapi.Semuanya tampak sempurna,kecuali matanya.

Kai berjalan mendekat, menaruh setumpuk dokumen di meja.

“Acara malam ini penting. Kamu akan bicara di depan media untuk pertama kalinya sejak berita itu pecah. Gunakan kesempatan ini untuk ubah narasi.”

Luna mengangguk pelan. “Aku tahu.”

Kai menatapnya lebih lama. “Kamu nggak harus pura-pura kuat, Luna.”

Luna tersenyum samar di cermin. “Aku nggak pura-pura, Kai. Aku cuma harus terbiasa tanpa dia.”

Kai menatap pantulan matanya di cermin dan tahu bahwa kalimat itu tidak sepenuhnya benar.

Karena di balik senyum tipis itu, ada kerinduan yang nyaris membunuh.

LAVERO HOTEL

Sorotan kamera memenuhi ruangan.

Wartawan berbaris di depan panggung, mikrofon dan kamera diarahkan ke satu sosok yang kini menjadi pusat perhatian — Luna Carter.

Dia berdiri tegak di podium, ditemani Kai di sisi kanan.Gaun putihnya sederhana tapi elegan, suaranya lembut tapi kuat.Beberapa wartawan langsung mengangkat tangan.

Moderator memberi isyarat, dan satu per satu pertanyaan pun dilontarkan.

“Miss Luna, setelah sekian lama menghilang, Anda muncul kembali di tengah rumor hubungan dengan Orion Delvano. Apa benar Anda menjalin hubungan dengannya?”

Luna menatap lurus ke arah wartawan itu, lalu tersenyum kecil.

Senyum itu bukan bentuk defensif melainkan tenang, menerima.

“Aku dan Orion bertemu bukan untuk membuat gosip baru,” ucap Luna pelan tapi jelas.

“Waktu itu… aku datang ke rumah sakit bukan sebagai artis, tapi sebagai seseorang yang sedang berjuang menyembuhkan diriku sendiri.”

Ruangan mulai hening. Semua mata tertuju padanya. Luna melanjutkan, suaranya sedikit bergetar, tapi penuh keyakinan:

“Aku datang ke sisi Orion bukan untuk mencari simpati. Aku datang karena aku tahu rasanya kehilangan segalanya dan dia pun sama. Kami berdua hanyalah dua orang yang terluka, saling belajar untuk hidup lagi.”

Beberapa wartawan mulai menulis cepat.

Kata-kata itu terasa jujur, tidak seperti jawaban yang disiapkan PR atau manajemen.

Seorang wartawan perempuan mengangkat tangan berikutnya.

“Miss Luna, masih banyak pihak yang menuding kasus lama Anda, tentang hubungan dengan produser Raymond Blake. Apa itu benar?

Ruangan kembali riuh, kilatan kamera kembali menyala.

Kai menatap Luna waspada, tapi Luna hanya tersenyum kecil dan menunduk sebentar, sebelum kembali menatap ke depan.

“Aku tidak akan menjelaskan masalah itu lebih lanjut, Jika aku seperti yang di tuduhkan, untuk apa selama ini aku berada di samping Orion,” katanya tenang.

Dia menarik napas dalam, matanya sedikit bergetar, tapi tidak goyah.

“Jadi, apa anda benar memanfaatkan Orion untuk bisa kembali?"

Suara Luna sempat serak, tapi ia tidak menunduk.

“Aku tidak pernah mau memanfaatkan siapapun. Kami berteman baik dan kebetulan, ya, kalian tahu sendiri bagaimana keadaan Orion setelah kecelakaan itu. Kakinya terluka parah."

"Jadi apa kondisi Orion sangat memprihatinkan?" tanya salah satu wartawan.

"Dia sudah sangat membaik, sebagai orang yang melihat perkembangannya. Aku sangat bangga."

Ruangan hening. Beberapa wartawan menatapnya dengan ekspresi berubah dari sinis menjadi penasaran.

Kai di sampingnya menatap diam, kagum sekaligus khawatir. Luna melanjutkan dengan suara yang kini lebih mantap.

“Aku tidak minta orang percaya padaku sekarang. Tapi aku ingin orang tahu, jika aku bukan seperti yang mereka ucapkan."

Suaranya menurun sedikit, lalu ia menatap kamera di depannya.

“Dan Orion…” dia berhenti sebentar, matanya melembut.

“Dia adalah orang yang membantuku melewati semua ini. Dia satu-satunya orang menatapku tanpa menuntut penjelasan. Dia tidak melihatku sebagai Luna Carter yang dibicarakan orang, tapi sebagai seseorang yang berusaha sembuh."

“Aku datang ke sisinya karena aku ingin belajar dari keberaniannya. Dia menjadi teman disaat aku terpuruk. Tapi ternyata, kedekatan kami di salah artikan lain oleh pihak yang tidak bertanggung jawab."

Beberapa wartawan langsung terdiam, ada yang menunduk, ada yang menatap Luna dengan mata berkaca-kaca. Kai menatap Luna diam-diam, dia tahu gadis itu tidak lagi sekadar membela diri, tapi sedang membuat Orion nampak tidak buruk.

"Jadi masalah foto mesra anda dengan Orion di rumah itu? Tidak benar?"

Luna tersenyum kecil, "Foto itu benar."

Ruangan kembali riuh, namun ucapan Luna selanjutnya membuat semua terdiam.

"Semua foto yang kalian lihat itu di ambil di rumah milih dokter yang menangani Orion. Kita disan karena Orion bosan menjalani terapi di kamar. Kenapa kita bisa dekat, karena kit berteman. Apa salah jika membantu teman yang memerlukan bantuan kita?"

Semua wartamab terdiam, mereka sibuk mengetik semua ucapan Luna. Setelah beberapa pertanyaan formal lain, sesi wawancara akhirnya berakhir.

Sorotan kamera meredup. Kai membantu Luna turun dari podium.

“Kamu sadar nggak,” katanya pelan, “apa yang kamu ucap barusan bisa jadi berita besar besok?”

Luna tersenyum samar, menatap Kai dengan mata teduh.

“Aku tahu, Maaf aku memilih berkata ini, tidak seperti yang kamu minta. Aku tidak bisa memanfaatkan Orion begitu saja.”

Kai terdiam beberapa saat, lalu berkata lirih, “Kamu berubah, Luna. Lebih kuat.”

Luna tersenyum, tapi suaranya kecil, nyaris seperti bisikan.

“Bukan aku yang berubah, Kai. Aku cuma mulai mengingat siapa diriku dulu sebelum semua luka itu datang.”

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!