Uwais menjatuhkan talak tiga kepada istrinya, Stela, setelah memergokinya pergi bersama sahabat karib Stela, Ravi, tanpa mau mendengarkan penjelasan. Setelah perpisahan itu, Uwais menyesal dan ingin kembali kepada Stela.
Stela memberitahu Uwais bahwa agar mereka bisa menikah kembali, Stela harus menikah dulu dengan pria lain.
Uwais lantas meminta sahabat karibnya, Mehmet, untuk menikahi Stela dan menjadi Muhallil.
Uwais yakin Stela akan segera kembali karena Mehmet dikenal tidak menyukai wanita, meskipun Mehmet mempunyai kekasih bernama Tasya.
Apakah Stela akan kembali ke pelukan Uwais atau memilih mempertahankan pernikahannya dengan Mehmet?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32
Beberapa jam kemudian, pintu ruang operasi terbuka. Dokter bedah keluar dengan masker yang sudah dilepas.
Ketiganya Pak Rio, Bu Siska, dan Mehmet langsung berdiri dengan tegang.
"Bagaimana anak kami, Dokter?" tanya Pak Rio buru-buru.
Dokter menghela napas, memberikan senyum lega.
"Operasi berjalan lancar. Patah tulang di kakinya sudah kami tangani. Kami memasang beberapa pen. Namun, karena benturan keras, beliau mengalami gegar otak ringan dan masih belum sadarkan diri. Kami akan memindahkannya ke ruang perawatan intensif untuk observasi."
"Tapi dia aman, Dok?" tanya Bu Siska, suaranya bergetar.
"Untuk saat ini, beliau aman. Tapi proses pemulihan akan lama, terutama untuk kakinya," jawab Dokter.
Pak Rio dan Ibu Siska langsung menghela napas panjang, kelegaan yang luar biasa memenuhi udara.
Mereka berterima kasih berkali-kali kepada Dokter dan bersiap mengikuti suster untuk melihat putra mereka.
Mehmet menatap Stela dan mengajaknya pulang.
"Sudah cukup, Sayang. Mereka sudah mendapat kabar baik, dan sekarang sudah ada perawat yang mengurus. Kamu harus istirahat."
Stela mengangguk, ia sendiri merasa lemas dan pusing karena terlalu lama menahan diri.
"Ayo kita pulang," ajak Mehmet, memeluk bahu Stela protektif.
Mereka berjalan menuju lobby. Begitu mereka sampai di mobil, Stela menatap Mehmet dengan mata berbinar-binar yang hanya muncul saat dia lapar.
"Met, aku lapar."
Mehmet tertawa kecil. Ia sudah menduga ini. Setelah semua tekanan emosional terangkat, giliran calon bayinya yang menuntut haknya.
"Aku tahu, Sayang. Kamu sudah melihat mantan mertuamu, menyelamatkan suamimu dari kebohongan Tasya, dan sekarang kamu harus memberi makan baby yang lapar ini.
Ayo kita cari makanan terenak di kota ini sebelum kamu pingsan lagi."
Mehmet menyalakan mesin mobil, meninggalkan rumah sakit.
Mobil Mehmet meninggalkan area parkir rumah sakit.
Rencananya sudah jelas: mencari makanan Padang yang kaya rempah untuk menenangkan perut Stela yang bergejolak karena emosi dan kehamilan.
Menuju ke rumah makan Padang yang sudah terbayang di benak Stela, Mehmet mengemudi perlahan.
Tiba-tiba, Stela menegakkan tubuh, matanya memancarkan keinginan yang kuat.
"Met, tunggu!" seru Stela.
Mehmet mengerem sedikit. "Ada apa, Sayang? Kamu mual lagi?"
"Bukan," jawab Stela, menggelengkan kepala. Ia mencondongkan tubuh ke depan, seolah sedang menyampaikan rahasia terbesar.
"Tiba-tiba, aku pengen kepiting lada hitam."
Mehmet menatap Stela sejenak, lalu tertawa terbahak-bahak.
Permintaan Stela selalu tak terduga, jauh berbeda dari drama serius yang baru saja mereka lalui.
"Kepiting? Bukan rendang?" goda Mehmet.
"Pagi tadi bakso urat, sekarang kepiting lada hitam? Astaga istriku ini."
"Ini bukan aku, Met! Ini dia yang minta," bela Stela, mengusap perutnya.
"Tolong, Met. Sebelum craving ini hilang."
Mehmet menggelengkan kepalanya sambil tersenyum pasrah.
"Baiklah, Nyonya Mehmet dan baby kepiting. Keinginan ngidam adalah hukum."
Mehmet memutar mobilnya dari jalur menuju rumah makan Padang menuju ke seafood yang terkenal di kawasan pantai.
Drama hari ini berakhir, dan kini, fokus mereka sepenuhnya adalah memuaskan selera ngidam yang ajaib dan membahagiakan.
Sesampainya di kawasan pantai, suasana langsung berubah.
Udara malam yang sejuk membawa serta aroma laut dan aroma masakan seafood yang kaya, fresh, dan pedas.
Indera penciuman Stela langsung bekerja keras.
Mereka turun dari mobil. Stela menarik tangan Mehmet menuju salah satu warung seafood terbuka yang paling ramai dan menyajikan kepiting segar.
Saat mereka duduk di kursi plastik yang menghadap langsung ke laut, perut Stela tidak bisa menunggu lagi.
"Krucuk... Krucuk..."
Suara perut Stela yang keras dan memalukan itu membuat Mehmet tertawa terbahak-bahak.
"Baik, baik! Tuan muda dan Nyonya muda sudah lapar berat," goda Mehmet, mengambil daftar menu dari meja.
Tanpa menunggu lama, Mehmet lekas memesan. Ia tidak hanya memesan kepiting lada hitam yang diinginkan Stela, tetapi juga menambah banyak hidangan lain untuk memuaskan semua craving dan memulihkan energi Stela yang terkuras habis.
"Satu porsi besar kepiting lada hitam, yang besar dan gemuk! Lalu cumi asam manis satu porsi, dan kerang rebus dua porsi, yang sausnya pedas tapi tolong dipisahkan. Nasi putihnya empat porsi!" pesan Mehmet, memastikan mereka tidak akan kelaparan lagi malam ini.
Stela tersenyum puas. Melihat Mehmet memesan sebanyak itu tanpa protes membuat hati dan perutnya sangat bahagia.
Tak lama kemudian, semua hidangan pesanan Mehmet tersaji di meja.
Aroma lada hitam yang pedas, saus asam manis yang segar, dan kerang rebus yang mengepul membuat air liur mereka menetes.
Mereka segera mulai menikmati hidangan seafood itu.
Stela, meskipun harus menahan diri dari menyentuh saus pedas yang terpisah, makan dengan sangat lahap.
Kepiting lada hitam itu luar biasa lezat, dagingnya manis dan fresh.
Di tengah keheningan yang diselingi suara cangkang kepiting yang dipecahkan, Stela tiba-tiba menghela napas.
"Met," kata Stela pelan, sambil memecahkan capit kepitingnya.
"Kasihan juga Uwais. Dia sendirian di rumah sakit. Meskipun dia menyebalkan, tapi dia pernah jadi bagian hidupku, dan orang tuanya..."
Mehmet yang sedang membersihkan cumi asam manisnya, tiba-tiba berhenti.
Wajahnya yang tadinya cerah mendadak menjadi kaku.
Kecemburuan Mehmet muncul seketika, terlepas dari kenyataan bahwa Uwais sedang terbaring tak sadarkan diri.
"Kenapa kamu harus memikirkannya?" tanya Mehmet, nadanya dingin dan sedikit menusuk.
"Setelah semua yang dia lakukan? Setelah dia membuatmu pingsan dan menipu kita? Kamu pikirkan dirimu dan anak kita saja, Stela."
Stela terkejut dengan nada bicara Mehmet. Ia sadar, meskipun Mehmet adalah pria yang kuat dan percaya diri, di dalam hatinya masih ada rasa takut kehilangan Stela, apalagi setelah drama Tasya.
Stela segera menghentikan aktivitas makannya. Ia meletakkan capit kepitingnya, dan tanpa ragu, ia merangkak sedikit di bangku lesehan dan langsung memeluk tubuh suaminya erat-erat.
"Astaga, suamiku ini cemburu ya?" bisik Stela lembut, sambil mencium pipi Mehmet.
"Aku sudah tidak mencintainya, Met. Sudah kubilang, aku hanya kasihan pada orang tuanya."
"Dia sudah masa lalu, Sayang. Kamu adalah masa depanku. Kamu adalah duniaku," tegas Stela, mengusap rahang Mehmet.
"Jangan pernah ragu lagi. Hati dan tubuhku, semuanya milikmu dan anak kita."
Mehmet membalas pelukan Stela. Ketegangan di tubuhnya langsung hilang. Ia tersenyum malu, mengakui kebodohannya.
"Maaf, Sayang. Aku hanya..."
"Aku tahu. Sekarang, berhentilah cemburu dan mari kita habiskan semua kepiting ini. Aku janji, kamu akan jadi ayah yang paling bahagia di dunia," potong Stela, menarik diri dan menyuapkan sedikit daging kepiting ke mulut Mehmet.
Mereka melanjutkan makan malam mereka, dengan Mehmet sesekali mencuri pandang penuh cinta pada istrinya, yang kini tidak hanya makan untuk dirinya sendiri, tetapi juga membawa harapan besar di dalam perutnya.
Setelah perut mereka terasa penuh dan sisa-sisa cangkang kepiting berserakan di meja, Mehmet menyeka tangannya.
Ia melihat beberapa cumi asam manis dan kerang rebus masih tersisa.
"Sayang, sudah kenyang?" tanya Mehmet.
Stela mengangguk, namun matanya masih tertuju pada kerang rebus yang belum tersentuh.
"Mau bungkus?" tanya Mehmet, memahami kode itu.
Ia tahu kebiasaan ngidam Stela: selalu ingin ada stok makanan di rumah.
Stela menganggukkan kepalanya dengan cepat.
Mehmet memanggil pelayan yang bertugas.
"Mbak, tolong yang sisa di meja ini dibungkuskan. Dan tolong, saya minta lagi satu paket lengkap untuk dibawa pulang," pesan Mehmet.
"Kepiting lada hitam, cumi asam manis, kerang rebus, dan nasi. Sama seperti tadi, tidak pedas."
Pelayan itu tersenyum maklum, sudah terbiasa dengan pelanggan yang ngidam. Mehmet kembali menatap Stela, tersenyum geli.
"Satu paket lengkap lagi? Kamu yakin besok tidak mau delivery kepiting saja, Sayang?" goda Mehmet.
"Stok makanan darurat, Met. Aku tidak mau baby kita kelaparan tengah malam," jawab Stela, menyandarkan kepalanya ke bahu Mehmet dengan bahagia.