Aprilia, gadis desa yang dijodohkan dengan Vernando, pria tampan dan kaya raya, harus menelan pil pahit kehidupan.
Alih-alih kebahagiaan, ia justru menerima hinaan dan cacian. Vernando, yang merasa memiliki istri "jelek" dan "culun", tak segan merendahkan Aprilia di depan teman-temannya.
Kesabaran Aprilia pun mencapai batasnya, dan kata "cerai" terlontar dari bibirnya.
Mampukah Aprilia memulai hidup baru setelah terbebas dari neraka pernikahannya? Atau justru terjerat dalam masalah yang lebih pelik?
Dan Apakah Vernando akan menceraikan Aprilia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Surga Dunia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Eps 32
Mentari pagi menyelinap masuk melalui celah gorden, menerangi kediaman Yuka dengan kehangatan yang lembut.
Aprilia, dengan langkah ringan, menghampiri Yuka yang tengah menikmati kopi paginya di meja makan.
Aroma kopi robusta memenuhi ruangan, menciptakan suasana yang tenang namun penuh energi.
"Selamat pagi, Pak Yuka," sapa Aprilia dengan senyum sopan. "Ada yang ingin saya bicarakan."
Yuka, yang tampak segar dengan kemeja linen berwarna biru muda, mendongak dari cangkirnya. "Ada apa, Aprilia?" tanyanya dengan nada ramah.
Aprilia menarik napas dalam-dalam sebelum melanjutkan. "Maaf jika saya lancang, Pak. Sebenarnya, saya ingin meminta gaji untuk bulan ini. Saya benar-benar membutuhkan uangnya."
Yuka meletakkan cangkirnya dengan hati-hati. "Tidak masalah sama sekali. Tapi, apa bisa kamu ceritakan sedikit tentang masalah mendesak itu? Siapa tahu saya bisa membantu."
Aprilia tampak ragu sejenak, pikirannya berkecamuk. "Begini, Pak... Nenek saya yang di kampung akan tinggal beberapa hari di sini. Jadi, saya perlu uang untuk menyewa apartemen sementara."
Yuka mengerutkan keningnya, tampak bingung. "Loh, kenapa tidak dibawa ke rumah Vernando saja? Bukankah itu lebih mudah?"
Aprilia menunduk, memainkan ujung bajunya. "Sebenarnya... Saya dan Vernando sedang ada sedikit masalah, Pak. Jadi, saya memutuskan untuk membawa Nenek ke apartemen saja. Untuk masalah saya dan Vernando, maaf, saya belum bisa menceritakan hal ini pada Pak Yuka."
Yuka mengangguk, menunjukkan pengertian. Ia meraih dompetnya dan mengeluarkan sebuah kartu. "Ini, pakai saja," ucapnya sambil menyerahkan kartu tersebut kepada Aprilia. "Di kartu itu ada 20 juta."
Mata Aprilia membulat. "Maaf, Pak, saya tidak bisa. Saya akan menerima sesuai gaji saya saja."
Yuka tersenyum lembut. "Aprilia, anggap saja ini sebagai bantuan dari keluarga Vernando juga. Jangan sungkan. Kami semua peduli padamu."
Aprilia masih tampak ragu, namun akhirnya ia menerima kartu itu dengan rasa terima kasih yang mendalam. "Baik, Pak. Terima kasih banyak. Tapi, tolong potong semua dari gaji saya, ya, Pak."
Yuka hanya mengangguk, mengerti dengan keteguhan hati Aprilia. Aprilia pun berpamitan dan berlalu menuju kamar Zio, karena sudah waktunya untuk membangunkan anak majikannya itu untuk bersiap-siap pergi ke sekolah.
***
Vernando menggeliat di tempat tidur, matanya mengerjap perlahan saat cahaya matahari memaksa masuk melalui celah tirai.
Ia melirik jam di nakas—pukul setengah delapan. Keterlambatan yang tak biasa. Biasanya, ia sudah beraktivitas sejak pagi buta, atau setidaknya, Aprilia akan dengan sabar mengetuk pintu kamarnya, membangunkannya dengan lembut.
Kepalanya berdenyut nyeri, sisa-sisa pesta semalam masih terasa kuat. Alkohol dan hiruk pikuk perayaan ulang tahun ibunya meninggalkan jejak yang tak menyenangkan.
Namun, di tengah rasa pening itu, memori kejadian semalam menyeruak. Ia ingat bagaimana refleks memeluk Aprilia, mencoba menciumnya, dan bagaimana gadis itu menghindar dengan sekuat tenaga.
"Ada apa dengan gadis itu?" gumam Vernando, suaranya serak. "Sejak kemarin dia terus bertanya tentang Vini. Rasanya dia sangat berbeda dari biasanya."
Biasanya, Aprilia selalu menampilkan senyum cerah, meski setelah ia membentak atau menghinanya gadis itu akan berakhir dengan tangisan.
Aprilia tak pernah melawan, menerima semua perlakuan kasarnya dengan sabar. Namun, Vernando menyadari, sejak Aprilia bekerja di rumah Yuka, ada sesuatu yang berubah pada dirinya.
"Tapi dia sekarang benar-benar cantik," bisik Vernando, mengakui dalam hati perubahan fisik Aprilia.
Kulitnya bersih tanpa jerawat, matanya bersinar tanpa terhalang kacamata tebal seperti dulu. Kecantikan yang selama ini tersembunyi kini terpancar begitu nyata, membuat Vernando terpana.
Dering ponsel memecah lamunan Vernando. Nama Vini tertera di layar. Dengan malas, ia menggeser ikon hijau, menjawab panggilan itu dengan nada ketus.
"Ada apa?" tanyanya tanpa basa-basi.
"Kak Nando kenapa sih?" rengek Vini dari seberang sana.
"Sejak pulang dinas semalam, Kak Nando selalu menghindariku. Padahal, selama Kak Nando dinas satu bulan, aku selalu berada di samping Kak Nando." Nada suaranya terdengar manja dan sedikit merajuk.
Vernando menghela napas kasar. "Berhenti merengek, Vini. Ini masih pagi. Jangan membuatku muak dengan tingkah kekanakanmu itu," ucapnya dengan nada dingin, lalu tanpa menunggu jawaban, ia langsung memutus sambungan telepon.
Ponsel itu dilempar begitu saja ke atas tempat tidur. Vernando menyeringai sinis. "Cihhhh, dasar wanita murahan," gumamnya dengan nada merendahkan.
"Setelah aku mendapatkan keperawanannya, dia tidak akan berharga seperti dulu." Senyum licik menghiasi wajahnya, memperlihatkan sisi gelap dan manipulatif dari seorang Vernando.
Ponsel Vernando kembali meraung, memecah keheningan pagi. Ia berdecak kesal, siap melampiaskan amarahnya pada Vini yang dianggapnya kembali mengganggu.
"Aku sudah bilang! Berhenti menggangguku!" teriak Vernando tanpa memberi kesempatan pada penelepon untuk berbicara.
"Vernando!!!" bentak suara dari seberang, membuat Vernando terkejut bukan main. Ia segera menunduk, melihat nama yang tertera di layar. Ibunya.
"Maaf, Bu," ucap Vernando dengan nada berubah drastis. "Tadi ada teman yang menelepon pagi-pagi, aku jadi kesal."
"Astaga! Lihatlah dirimu yang ceroboh!" sembur Dayana dengan nada tinggi. "Apa kau tidak menyadari kedekatan Aprilia dan Yuka?!"
Vernando terdiam, otaknya berputar, mencoba mencerna ucapan ibunya. "Kedekatan?" tanyanya dengan nada bingung.
"Semalam kau bahkan tidak memperhatikan interaksi antara keduanya! Kau malah sibuk berbincang dan minum alkohol saja!" cerca Dayana.
"Kenapa menyalahkanku? Ibu sendiri yang menyuruhku membiarkan Aprilia bekerja di rumah Yuka! Kalau saja dulu Ibu mendengarkanku untuk mengurung Aprilia..." balas Vernando dengan nada membela diri.
"Dasar anak tak berguna! Kalau kau langsung mengurungnya, Yuka pasti akan mencari tahu kenapa Aprilia tidak bekerja, apalagi Aprilia bekerja sebagai pengasuh Zio!" tukas Dayana dengan nada merendahkan.
"Aku sangat kesal saat itu! Mobil itu tak berhasil menabrak anak haram itu! Aprilia menyelamatkannya! Dan Yuka bukannya benci pada Aprilia karena tidak berhati-hati menjaga Zio, Yuka malah berterima kasih karena Aprilia menyelamatkan anak haram itu! Rencana Ibu itu membuat Aprilia semakin dekat dengan Yuka!" Vernando meluapkan kekesalannya yang selama ini terpendam.
"Sudahlah, tidak perlu membahas yang sudah lalu. Kita perlu menyusun rencana lagi, bagaimana caranya menyingkirkan Aprilia dari sisi Yuka," ucap Dayana dengan nada dingin dan penuh perhitungan.
"Akan aku pikirkan," jawab Vernando singkat.
Dayana pun memutuskan panggilan. Vernando meninju kasurnya dengan keras, melampiaskan kekesalannya pada ibunya. "Wanita itu hanya bisa memerintahku saja!" gumamnya kesal, merasa diperalat dan tidak dihargai.
Siang Hari
Sambil menunggu Zio yang sedang belajar di dalam kelas, Aprilia mengeluarkan ponselnya. Jari-jarinya dengan cepat mencari kontak Nenek Sari, lalu menekan tombol panggil.
"Nek," sapa Aprilia lembut ketika panggilan tersambung.
"Ada apa, Nak?" jawab Nenek Sari dengan suara yang menenangkan.
"Nek, apa Aprilia boleh meminta tolong?" tanya Aprilia dengan nada memohon.
"Aprilia membeli kucing dan menyimpannya di apartemen karena Vernando alergi bulu kucing. Tapi, kucing itu kurang sehat, Nek. Apa Nenek bisa membantu Aprilia merawat kucing itu selama beberapa hari?" tanya Aprilia, menyusun kata-kata dengan hati-hati.
"Kenapa tidak menitipkannya di rumah sakit hewan saja?" tanya Nenek Sari dengan nada khawatir.
"Tidak mau, Nek. Aku ingin tetap merawatnya sendiri, tapi aku tidak bisa 24 jam mengawasinya karena Vernando tidak mengizinkanku menginap di apartemen," jelas Aprilia, berbohong demi menyembunyikan kebenaran.
"Apa kamu membeli apartemen?" tanya Nenek Sari, terdengar terkejut.
"Tidak, Nek, aku menyewa untuk kucing itu," jawab Aprilia, berbohong dengan perasaan bersalah.
"Astaga, Sayang, kamu bahkan rela menyewa apartemen untuk kucing sakit itu," ucap Nenek Sari dengan nada tak percaya.
"Nenek... tolonglah..." Aprilia memohon dengan sungguh-sungguh.
"Yasudah, nanti Nenek pikirkan," ucap Nenek Sari, membuat Aprilia sedikit lega.
"Hubungi aku sore hari, ya, Nek. Kalau Nenek mau, besok aku langsung menjemput Nenek ke situ," ucap Aprilia dengan nada penuh harap.
"Iya, Sayang," jawab Nenek Sari dengan lembut.
Aprilia pun memutuskan panggilan. Ia menghela napas panjang, lalu bergumam pada dirinya sendiri, "Sekarang tugasku mencari kucing dan membeli ponsel baru untuk Nenek."
"Maaf, Nek, aku belum bisa menceritakan segalanya. Aku harus memastikan dulu, dan membuat Vernando mengakui kesalahannya. Semoga aku tidak mengecewakan Nenek," ucap Aprilia dalam hati, menyimpan rapat rahasia dan harapan di balik senyumnya.