Viora Zealodie Walker, seorang gadis cantik yang memiliki kehidupan nyaris sempurna tanpa celah, namun seseorang berhasil menghancurkan segalanya dan membuat dirinya trauma hingga dia bertekad untuk mengubur sikap lemah, lugu, dan polosnya yang dulu menjadi sosok kuat, mandiri dan sifat dingin yang mendominasi.
Bahkan dia pindah sekolah ke tempat di mana ia mulai bangkit dari semua keterpurukan nya dan bertemu dengan seseorang yang diam-diam akan mencoba merobohkan tembok pertahanan nya yang beku.
Sosok dari masa lalu yang dia sendiri tidak pernah menyadari, sosok yang diam-diam memperhatikan dan peduli pada setiap gerak dan tindakan yang di ambilnya.
Agler Emilio Kendrick ketua geng motor besar yang ada di jakarta selatan sana... Black venom.
Dia adalah bad boy, yang memiliki sikap arogan.
Dan dia adalah sosok itu...
Akankah Agler berhasil mencairkan hati beku Viora dan merobohkan dinding pertahanan nya, atau cintanya tak kunjung mendapat balasan dan bertepuk sebelah tangan??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ARQ ween004, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
kehebohan di warung kopi
Langit malam di atas warung kecil itu tampak semakin pekat, tapi suasananya kini jauh dari kata sepi.
Tawa dan suara obrolan para pemuda memenuhi udara, menggantikan kesunyian yang sebelumnya hanya diisi oleh desau angin dan dengkuran halus kucing di pangkuan Zea.
Lima motor besar berderet rapi di depan warung sederhana bertuliskan Kopi & Mi Instan – Buka 24 Jam. Lampu neon putih di atasnya memantulkan cahaya pada aspal yang masih basah, menampilkan pantulan samar dari tubuh-tubuh berjaket kulit yang kini duduk mengelilingi dua meja panjang di luar warung.
Bapak pemilik warung tampak sibuk bolak-balik dari dapur kecil, membawa gelas-gelas kopi panas dan piring berisi gorengan hangat.
Tawa pecah dari salah satu sudut ketika Sagara melontarkan lelucon receh tentang latihan mereka yang kacau sore tadi.
Zea, yang duduk di ujung bangku dengan segelas teh hangat di tangannya, hanya melirik sekilas. Ia tidak menyangka suasana yang tadinya menenangkan berubah secepat kilat karena kedatangan mereka.
Sampai akhirnya, sebuah suara familiar terdengar di antara riuh itu.
“Loh, Zee?”
Zea menoleh cepat. Qyler berdiri tak jauh darinya, satu-satunya pemuda yang mengenakan jaket denim dengan resleting terbuka, memperlihatkan kaus polos putih di dalamnya.
“Oh—hai, Kay.” Sapanya ringan.
“Lo di sini?” tanya Qyler, baru menyadari keberadaan gadis itu. lalu ia menarik kursi dan duduk di sampingnya.
“Ya, tadi abis rapat. Gue mampir sini bentar,” jawab Zea, nada suaranya tenang seperti biasa. Ia menatap sekeliling sebentar. “Kalian sendiri dari mana?”
Belum sempat Qyler menjawab, suara lantang Sagara memotong dari arah dalam warung.
“Kay! Lo mau kopi gak?”
“Ya, kayak biasa!” sahut Qyler sambil menoleh.
Sagara mengacungkan jempol dan kembali sibuk di depan meja, memesan kopi tambahan untuk mereka semua.
Qyler kembali mengalihkan pandangannya ke Zea. “Gue sama anak-anak abis latihan buat acara Cultural Gala minggu depan. Biasanya kita nongkrong di sini sebelum pulang. Tapi malam ini… gak nyangka banget ketemu lo di sini.”
Zea mengangguk pelan. “Gue juga,” balasnya singkat, menatap teh hangatnya. “Tempatnya enak, sepi.”
Qyler mengangguk kan kepala setuju, lalu matanya tertumbuk pada sesuatu di pangkuan Zea—seekor kucing hitam kecil yang meringkuk nyaman dengan mata setengah terpejam.
Tanpa sadar ia berucap, “Eh, lo masih suka kucing, ya?”
Zea menoleh cepat, dahi berkerut. “Ya??”
Nada bingung itu muncul begitu saja. Ia menatap Qyler penuh tanda tanya. Karena setahunya, Qyler bukan seseorang yang cukup dekat untuk tahu hal-hal kecil seperti itu. Mereka nyaris tak pernah bicara di sekolah—kecuali saat kerja kelompok atau kegiatan tertentu.
Qyler sempat terdiam sepersekian detik, menyadari reaksinya. Ia berdeham canggung lalu mengusap tengkuknya. “Ah… gue cuma nebak, sih,” katanya cepat, berusaha terdengar santai. “Soalnya… lo keliatan nyaman aja sama dia."
Zea menatapnya lama tanpa berkata apa-apa. Lalu, perlahan muncul senyum tipis di wajahnya—samar, sulit ditebak. “Oh… iya. Gue emang suka,” jawabnya akhirnya, pelan.
Keheningan tipis sempat melintas di antara mereka sebelum Sagara datang membawa dua gelas kopi hitam yang masih mengepul—satu untuk dirinya, satu lagi untuk Qyler.
“Nih, Kay. Pesenan lo,” katanya sambil menaruh salah satunya di depan Qyler. “Eh, ada Zea juga.” Ia sedikit meringis begitu tatapan Zea beralih padanya—entahlah, aura gadis itu memang bisa terasa menekan meski ia tak melakukan apa-apa.
“M-mau gue pesenin minum juga?” tanyanya terbata, membuat Zea terkekeh pelan, mendengarnya.
"Sans aja kali Gar, gue gak gigit kok. Tapi makasih, gue udah pesen teh tadi," ujarnya sambil menunjuk gelas yang setengah kosong di depannya.
“Hehe… oke,” sahut Sagara sambil cengengesan.
“Gue boleh gabung duduk di sini, kan?” katanya sambil menarik kursi di seberang mereka.
“Duduk aja,” sahut Zea santai.
“Oh iya, kok lo bisa nongkrong di sini?” tanya Sagara setelah menyesap kopinya.
“Abis rapat, lanjut nongkrong bentar,” jawab Zea ringan.
“Mmm… rapatnya lancar?”
Belum sempat Zea menjawab, Qyler sudah menyelutuk, “Udah kayak polisi lo, Gar. Banyak nanya.”
Sagara mendelik. “Ck, kenapa lo sewot dah? Mulut-mulut gue kenapa lo yang ribet? Lagian Zeanya juga gak keberatan, kan?” katanya sambil melirik Zea.
Gadis itu hanya menatapnya tenang, tangannya masih mengelus lembut bulu kucing di pangkuannya.
“Iya, tapi suara lo bersisik,” balas Qyler santai sambil melemparkan cangkang kacang tanah ke arah Sagara, lalu lanjut mengunyah isinya.
Sagara langsung menghindar dan membalas dengan melempar cangkang balik yang berhasil ia ambil dari wadah kacang di meja.
Adegan lempar-lemparan cangkang pun tak terhindarkan, menimbulkan keributan kecil di meja itu. Tapi sebelum Zea sempat menegur, suara lain terdengar.
“Eh, apa nih? Kok mainnya gak ajak-ajak kita?” seru Jordan yang baru datang, disusul dua temannya.
“Tau nih, mentang-mentang ada bidadari di meja ini, mau diembat sendiri?” timpal Sean, setengah melirik ke arah Zea yang hanya mengangkat alis tipis.
“Waduh, pantesan dua kadal ini gelut—ternyata lagi rebutin primadona baru sekolah kita,” goda Luki sambil menarik kursi. “Eh, kita belum sempat kenalan, kan? Gue Luki. Tapi lo bisa panggil gue ayang, embeb, atau baby.” Ia mengulurkan tangan ke arah Zea sambil mengedipkan sebelah mata, lengkap dengan senyum buaya khasnya.
Qyler langsung melempar kacang—beserta isinya—tepat mengenai pipi Luki.
“Aduh!” seru Luki sambil meringis kesakitan.
“Lo tadi ngatain kita buaya, lo sendiri gimana? Mau gue aduin lagi ke salah satu ‘peliharaan’ lo biar rambut lo dijambak sampai botak, hah?” ancam Sagara sambil melotot.
“Apa sih, anjir? Pada nyerang gue gini. Gue cuma mau kenalan aja, kok,” elak Luki cepat sambil menarik kembali uluran tangannya.
“Hah, basi. Jangan mau, Zee. Dia playboy kelas kakap. Kalau mau kenalan, mending sama gue aja,” sahut Jordan sambil terkekeh. “Gue Jordan—calon masa depan lo.” Kini giliran Jordan yang mengulurkan tangan.
“Alah, lo sama aja, jir. Sama-sama buaya juga,” timpal Sean malas, membuat tawa pecah di antara mereka.
Suasana malam itu pun berubah hangat—penuh tawa, gurauan, dan cerita ringan. Obrolan mengalir tentang latihan mereka yang melelahkan, tentang Cultural Gala yang kabarnya bakal jadi acara besar sekolah, juga tentang salah satu kaffe yang katanya sudah “legend” di kalangan anak muda Jakarta.
Kucing hitam di pangkuan Zea tetap meringkuk tenang, sesekali mengeong pelan.
Sementara di atas mereka, langit tetap gelap tanpa bintang—namun suasana di warung kecil itu terasa hangat. Seolah, untuk sesaat, semua luka dan kelelahan dari hari itu mendadak kehilangan bentuknya.
Zea
kenapa kamu lupa ingatan...
apakah sebelum nya Violet sudah bertunangan dengan Agler...
lanjut Thor ceritanya
sudah 2 kali bikin kecelakaan buat Zea/ Vio
apakah yg terjadi..
lanjut thor ceritanya
semoga aja kebusukan Friska & pacar nya
kebongkar tentang hubungan mereka...
terutama tentang kecelakaan Zea...
lanjut thor ceritanya
di tunggu updatenya
yg menatap nya secara dlm...
lanjut thor ceritanya
sosok misterius itu???
lanjut thor
love u sekebon buat para readers ku🫶🫶