NovelToon NovelToon
Istri Pesanan Miliarder

Istri Pesanan Miliarder

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Crazy Rich/Konglomerat / Mengubah Takdir
Popularitas:6.2k
Nilai: 5
Nama Author: Stacy Agalia

Zayn Alvaro, pewaris tunggal berusia 28 tahun, tampan, kaya raya, dan dingin bak batu. Sejak kecil ia hidup tanpa kasih sayang orang tua, hanya ditemani kesepian dan harta yang tak ada habisnya. Cinta? Ia pernah hampir percaya—tapi gadis yang disayanginya ternyata ular berbisa.
Hingga suatu hari, asistennya datang dengan tawaran tak terduga: seorang gadis desa lugu yang bersedia menikah dengan Zayn… demi mahar yang tak terhingga. Gadis polos itu menerima, bukan karena cinta, melainkan karena uang yang dijanjikan.
Bagi Zayn, ini hanya soal perjanjian: ia butuh istri untuk melengkapi hidup, bukan untuk mengisi hati. Tapi semakin hari, kehadiran gadis sederhana itu mulai mengguncang tembok dingin di dalam dirinya.
Mampukah pernikahan yang lahir dari “pesanan” berubah menjadi cinta yang sesungguhnya? Ataukah keduanya akan tetap terjebak dalam ikatan tanpa hati?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Stacy Agalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ketenangan sesaat

Hampir seminggu penuh sejak kejadian helikopter misterius itu, suasana rumah Zayn berjalan tenang.

Alisha sempat merasa lega—ia bisa kembali menjalani rutinitas bersama Bima, menemani adiknya jalan-jalan kecil di taman, juga selalu ikut menemani Zayn sarapan sebelum pria itu berangkat kerja.

Bima pun tampak semakin sehat, nafsu makannya membaik, tubuhnya mulai berisi lagi, dan yang paling membahagiakan: ia sudah berani bercanda dengan para bodyguard, terutama Juna. Rumah itu kembali terasa hangat, setidaknya di permukaan.

*****

Alisha baru saja selesai mandi, rambutnya masih sedikit basah, dan tubuhnya hanya tertutup bathrobe putih yang longgar. Ia melangkah santai keluar dari kamar mandi, sambil mengeringkan rambut dengan handuk kecil.

Zayn yang sedang duduk di tepi ranjang, hendak mengenakan jam tangannya, sontak menoleh. Tatapannya otomatis terpaku. Bathrobe itu hanya diikat seadanya di pinggang, memperlihatkan kulit leher dan sedikit bahu Alisha. Kulit putihnya semakin bersinar jika pemiliknya baru saja membersihkan diri.

Zayn mendengus pelan, rahangnya mengeras. "Astaga… pagi-pagi begini dia sengaja membuatku tersiksa?" batinnya.

Alisha menyadari tatapan suaminya, namun ia pura-pura tidak peduli. Ia justru membuka laci meja kecil di samping ranjang, wajahnya sedikit kebingungan.

“Hmm… Zayn, kau lihat pembalutku di sini? Aku lupa bawa dari kamar mandi,” tanyanya santai, seolah tak mempedulikan raut suaminya.

Zayn berdiri perlahan, mendekat, lalu ikut menunduk mencari di laci. Tapi pandangannya bukan ke laci… melainkan ke leher dan garis rahang istrinya yang masih basah. Tangannya berhenti, niat mencari malah tergeser oleh keinginan lain.

Tiba-tiba ia berdiri lebih dekat, tangannya otomatis meraih pinggang ramping Alisha dari belakang. “Kau tau tidak…” bisiknya serak, napasnya hangat menyentuh telinga Alisha, “…kau tidak seharusnya keluar kamar mandi dengan hanya mengenakan ini.”

Alisha tertegun, tubuhnya merinding. Ia buru-buru menoleh, wajahnya memerah. “Z-Zayn…”

Zayn sudah setengah menunduk, matanya tajam tapi penuh keinginan. Ia jelas tergoda, dan bathrobe itu membuat pikirannya melayang jauh.

Namun sebelum ia benar-benar mendekat, Alisha mengangkat tangan, menahan dada Zayn. Wajahnya serius, meski pipinya ikut merona. “Apa kau lupa? Aku masih datang bulan.”

Zayn berhenti, terdiam beberapa detik. Wajahnya berubah murung, seperti anak kecil yang dilarang membeli mainan.

“Ah, iya…” gumamnya, mengusap wajah dengan kesal. “Kenapa harus sekarang sih…”

Alisha tak bisa menahan senyum geli. Ia mendorong Zayn pelan sambil menggeleng. “Sabar. Jangan manja seperti itu, wibawamu hilang nanti.”

Zayn menatapnya, bibirnya mengerucut seperti orang ngambek. “Jika seperti ini, aku lebih memilih untuk membuang jauh wibawa. Kau tau tidak betapa tersiksanya aku?”

Alisha terkikik, lalu menepuk bahu suaminya. “Tunggu beberapa hari lagi. Sekarang lebih baik kau bantu aku cari pembalutnya.”

Zayn mendesah panjang, akhirnya kembali menunduk mencari. Tapi kali ini, ia sesekali melirik istrinya dengan wajah masih kesal. Sementara Alisha justru semakin senang melihat sisi rapuh suaminya itu.

.....

Meja makan panjang sudah tertata rapih dengan berbagai hidangan hangat. Aroma roti panggang dan sup bening sayur tercium lembut. Zayn duduk dengan wajah yang masih kusut, sementara Alisha duduk di seberangnya, tampak lebih segar dan santai dengan dress sederhana setelah mandi.

“Kenapa wajahmu masih seperti itu?” tanya Alisha sambil menuang teh hangat ke cangkir Zayn.

Zayn hanya mendengus, mengaduk sendok ke dalam sup tanpa benar-benar menyendoknya. “Aku masih ngambek.”

Alisha tertegun sebentar, lalu menahan tawa. “Ngambek? Masih gara-gara tadi?”

Zayn mendongak dengan tatapan merajuk. “Kau keluar kamar mandi hanya menggunakan bathrobe, membuatku hampir kehilangan kontrol. Tapi setelah itu kau malah bilang… kau masih datang bulan.”

Alisha tak tahan lagi, ia menutup mulut dengan tangan, tertawa kecil. “Astaga, Zayn… aku kan tidak sengaja lupa bawa pembalut. Masa harus disalahkan?”

Zayn meletakkan sendoknya dengan suara pelan tapi penuh tekanan. “Harusnya kau tahu, aku tidak bisa melihatmu seperti itu lalu hanya diam saja.”

Alisha mencondongkan tubuhnya, tersenyum menggoda. “Oh jadi salahku, ya?”

Zayn mengangguk mantap, seperti anak kecil yang ingin menang debat. “Iya. Salahmu.”

Alisha kembali tertawa, lalu menyodorkan piring berisi roti panggang ke arah suaminya. “Ya sudah, biar aku tebus salahku. Ini sarapmu aku siapkan, menu favoritmu di pagi hari. Jangan manyun terus seperti itu, nanti karyawanmu bingung melihat bosnya cemberut pagi-pagi.”

Zayn menatap roti itu, lalu menatap wajah Alisha. “Aku tidak mau roti. Aku mau kau.”

Alisha hampir tersedak tawanya. Ia cepat-cepat menyambar gelas jus dan menyeruputnya supaya tidak meledak tertawa di depan Zayn. “Zayn… kau ini ya… bisa aja. Sudah, makan dulu. Kau harus kerja.”

Zayn akhirnya menyerah, mengambil roti itu, tapi wajahnya masih cemberut. Meski begitu, senyuman tipis mulai muncul ketika Alisha menatapnya penuh kasih.

.....

Sementara itu, suasana sedikit berbeda di taman belakang. Bima memilih sarapan di sana, duduk santai di kursi besi dengan piring berisi bubur ayam hangat. Angin pagi menggerakkan dedaunan, membuat suasana terasa segar.

Di sebelahnya, Juna—bodyguard yang paling akrab dengannya—menemani sambil mengawasi sekitar.

“Om Juna, enak sekali makan di sini. Udaranya segar, buburnya terasa lebih nikmat,” ujar Bima dengan wajah ceria.

Juna tersenyum tipis. “Jika kau senang, aku juga ikut senang, Tuan muda. Tapi jangan makan terlalu banyak dulu, ya. Masih masa pemulihan.”

Bima mengangguk patuh, meski sempat manyun. “Iya, aku tahu itu. Kau sama seperti Kak Zayn dan Mbak Alisha, suka mengatur.”

Juna terkekeh kecil. “Jika tidak ada yang mengatur, kau bisa saja liar.”

Bima menatap bodyguard itu, lalu nyengir. “Kau itu sama seperti Kak Zayn. Bedanya… Kak Zayn selalu terlihat dingin. Tapi kau lebih enak diajak ngobrol.”

Juna hanya tersenyum, matanya tetap waspada mengamati sekeliling, namun sikapnya pada Bima jelas hangat.

Namun, ketenangan itu hanya bertahan lama.

Pagi itu, ada hal-hal janggal yang mulai terasa.

Pertama, salah satu pelayan melapor pada kepala pelayan bahwa stok bahan makanan di gudang berkurang, padahal baru dua hari yang lalu mereka belanja besar-besaran. Tidak ada tanda pencurian, kunci gudang tetap terkunci rapat.

Kedua, lampu di lorong belakang berkedip-kedip. Arvin memastikan teknisi memeriksa, dan teknisi berulang kali memeriksa dan meyakinkan bahwa kabelnya baik-baik saja. “Seperti ada yang sengaja mengutak-atik,” ucap si teknisi, wajahnya pucat.

Ketiga, hal yang membuat Zayn benar-benar waspada: seekor burung mati ditemukan di teras dekat ruang tamu. Tak biasa memang, tapi posisi burung itu aneh—seakan sengaja diletakkan, bukan sekadar jatuh mati.

.....

Alisha mulai merasa resah. Setelah menemani Bima jalan santai di taman, ia menemukan secarik kertas kecil di pot bunga favoritnya. Tulisan di kertas itu berisi kalimat singkat:

“Tak ada benteng yang benar-benar aman.”

Tangannya bergetar saat menunjukkan kertas itu pada Zayn.

Zayn membaca, matanya menyipit, rahangnya mengeras. “Mereka mulai. Ini bukan kebetulan lagi.”

Alisha menelan ludah, suaranya gemetar. “Zayn… maksudnya… mereka sudah masuk ke dalam rumah kita?”

Zayn meraih bahu istrinya, menatap dalam-dalam. “Aku tidak akan membiarkan mereka menyentuhmu. Atau Bima. Sekalipun.”

Ia langsung memanggil Arvin, menyuruh memperketat keamanan hingga dua kali lipat. Setiap pintu diperiksa, setiap jendela dikunci ulang, CCTV dipantau tanpa henti.

Namun Zayn tahu—ini baru permulaan. Serangan halus yang Omar maksud perlahan sedang dijalankan.

1
Lisa
Benar² kejam Omar & Lucas itu..menghilangkan nyawa org dgn seenaknya..pasti Tuhan membls semua perbuatan kalian..utk Alisha & Bima yg kuat & tabah ya..ada Zayn,Juna, Arvin yg selalu ada di samping kalian..
Lisa
Ya Tuhan sembuhkan Ibunya Alisha..nyatakan mujizatMu..
Lisa
Makin seru nih..ayo Zayn serang balik si Omar & Lucas itu..
Lisa
Ceritanya menarik
Lisa
Semangat y Zayn..lawan si Omar & Lucas itu..lindungi Alisha & Bima..
Lisa
Selalu ada pengganggu..ayo Zayn ambil sikap tegas terhadap Clarisa
Lisa
Moga lama² Zayn jatuh cinta pada Alisha..
Lisa
Ceritanya menarik nih..
Lisa
Aku mampir Kak
Stacy Agalia: terimakasiiihh🥰
total 1 replies
Amora
lanjut thor, semangaaatt
Stacy Agalia: terimakasiiiiih🥰
total 1 replies
Stacy Agalia
menarik ceritanya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!