NovelToon NovelToon
Bunga Plum Diatas Luka

Bunga Plum Diatas Luka

Status: sedang berlangsung
Genre:Identitas Tersembunyi / Fantasi Wanita / Balas Dendam / Action / Romantis / Obsesi
Popularitas:1.3k
Nilai: 5
Nama Author: NurfadilaRiska

Dibawah langit kerajaan yang berlumur cahaya mentari dan darah pengkhianatan, kisah mereka terukir antara cinta yang tak seharusnya tumbuh dan dendam masa lalu yang tak pernah padam.

Ju Jingnan, putri sulung keluarga Ju, memegang pedang dengan tangan dingin dan hati yang berdarah, bersumpah melindungi takhta, meski harus menukar hatinya dengan pengorbanan. Saudari kembarnya, Ju Jingyan, lahir dalam cahaya bulan, membawa kelembutan yang menenangkan, namun senyumannya menyimpan rahasia yang mampu menghancurkan segalanya.

Pertemuan takdir dengan dua saudari itu perlahan membuka pintu masa lalu yang seharusnya tetap terkunci. Ling An, tabib dari selatan, dengan bara dendam yang tersembunyi, ikut menenun nasib mereka dalam benang takdir yang tak bisa dihindari.

Dan ketika bunga plum mekar, satu per satu hati luluh di bawah takdir. Dan ketika darah kembali membasuh singgasana, hanya satu pertanyaan yang tersisa: siapa yang berani memberi cinta di atas pengorbanan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NurfadilaRiska, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Macan Kelaparan

Lembaran baru perlahan-lahan mulai terbuka

di sela kabut pagi Pegunungan Longfeng—

sebuah dunia tempat rahasia lama belum selesai bernafas,

dan langkah baru sudah menunggu untuk melukai atau menyembuhkan.

......................

Pagi hari di Pegunungan Longfeng terasa begitu hidup.

Suara pedang para prajurit yang berayun serentak menghentak udara dingin. Napas mereka menyatu dalam ritme yang disiplin, langkah-langkah kasar menghentak tanah seperti gelombang yang tak pernah berhenti. Embun yang belum sepenuhnya menguap ikut bergetar setiap kali mereka bergerak.

Mei Yin menatap para prajurit yang sedang berlatih dengan mata berbinar-binar. Ayunan pedang yang serentak, teriakan yang tegas, dan tubuh-tubuh tegap itu membuatnya hampir lupa bernapas.

“Kenapa aku ngga dari dulu bisa ke sini sih… bisa lihat mereka yang gagah dan… jelas sekali wajah tampannya!!” bisiknya sambil memegang pipinya sendiri, ia terlihat seperti penggemar berat yang baru saja melihat idolanya.

Weifeng menghembuskan napas panjang dan menahan tawa. “Mei Yin, jangan menatap seperti itu. Nanti mereka takut. Atau… mereka kira kamu ini wanita genit.”

“GEGE!!”

Buk!

Mei Yin melompat dan memukul kepala Weifeng yang jauh lebih tinggi darinya.

“Aduh!”

Weifeng memegangi kepalanya. “Bagaimana bisa tangan sekecil ini tenaganya sebesar palu besi?!”

Mei Yin tersenyum bangga, seolah baru saja memenangkan duel besar.

“Huum… sepertinya aku punya jiwa-jiwa seperti Nannan Jiejie,” katanya sambil mengusap hidung dengan gaya pahlawan wanita.

“Jiwa seperti apa lagi?” Weifeng mengerutkan kening. “Kalau maksudmu jiwa Jingnan… aku takut jawabannya.”

“Jelas jiwa jenderal wanita pemberani seperti Nannan Jiejie! Wahahahahaha!!”

Tawanya menggema lebih keras daripada teriakan latihan para prajurit. Dalam sekejap, seluruh latihan berhenti, puluhan kepala menoleh, dan semua mata tertuju pada… Mei Yin.

Mei Yin langsung refleks—buk!

Memukul Weifeng lagi.

“HEI GEGE! Jangan tertawa seperti itu! Memalukan!”

Ia melirik para prajurit dan dengan cepat merapikan rambutnya. “Hehe… lanjutkan latihan kalian~ Gege-ku memang suka meniru gaya tertawa wanita.”

Para prajurit mencoba menahan tawa. Namun Weifeng hanya menggaruk kepalanya, tak tahu harus tertawa atau meratap.

“Mei Yin kau…!”

“Gege mau apa?” Mei Yin memiringkan kepala sambil tersenyum manis—senyum yang biasanya membawa bencana. “Mau melawan adikmu yang masih kecil ini? Tidak boleh ya… nanti kalau aku sedih, Ayah ikut sedih. Masa Gege mau bikin ayah sedih?”

Weifeng menatap langit, pasrah.

Ia sungguh bertanya-tanya… kapan drama adiknya ini akan berakhir?

Atau mungkin… tak akan pernah.

......................

Sementara itu, Jingyan terus mencari keberadaan Ling An.

Pemuda itu berkata akan berjalan-jalan melihat para prajurit Garda Junwei Jun berlatih, tetapi Jingyan sudah memutari hampir seluruh area latihan tanpa berhasil menemukannya.

“Ling An ke mana…?” gumamnya sambil menoleh ke segala arah.

Ia menghampiri seorang prajurit.

“Apakah kamu melihat pria yang datang bersamaku tadi?”

Prajurit itu menghormat sambil menjawab,

“Beliau sedang berada di kamar Jenderal Wei Yu, Putri.”

“Ooh begitu. Terima kasih,” Jingyan tersenyum tipis lalu pergi.

......................

Di kamar Wei Yu

“Benar-benar tabib yang hebat seperti Yanyan,” kata Wei Yu sambil menghela napas lega setelah meminum ramuan dari Ling An. “Tubuhku makin tua, jadi ya… sesekali butuh ramuan agar tidak roboh di depan pasukan.”

“Paman, Ling An!” Jingyan masuk sambil tersenyum cerah.

“Aku kira kau pergi karena kata-kata Nannan jiejie,” lanjutnya sambil mendekat.

Ling An menggeleng pelan.

“Tidak. Kita datang bersama, dan Mei Yin juga. Jadi tidak mungkin aku meninggalkanmu dan Mei yin.”

Kalimat itu sederhana… tapi cukup membuat jantung Jingyan berdetak sedikit tidak karuan. Ia menunduk, menyembunyikan rona merah halus di pipinya.

......................

Di sisi lain, Jingnan berlatih pedang bersama Qingshan.

Dentang!

Pedang mereka beradu keras. Dalam satu serangan cepat, pedang Qingshan terlempar jauh dan Jingnan menahan pedangnya di samping leher Qingshan.

Keringat mengalir di wajah Qingshan yang pucat pasi. Bibirnya bergetar, tak berani bicara karena sedikit salah gerak saja lehernya bisa tersayat.

“Ibu… berikan berkah keselamatan untuk putramu ini…” batinnya meringis.

Salah satu prajurit mendekat pelan sekali.

“Hehehe… Jenderal, itu Qingshan…” katanya sambil menunjuk temannya yang hampir tumbang.

Jingnan menatap tajam, membuat prajurit itu langsung diam dan menunduk.Tatapan sang Jenderal wanita itu benar-benar seperti bilah pedang berbunga es—dingin, cepat, dan membuat siapa pun yang terkena langsung kaku ditempat.

Prajurit itu sontak membeku, napasnya tertahan, lalu perlahan-lahan melirik ke arah Qingshan…

Senyumnya kaku, seperti sedang berkata tanpa suara: “Saudaraku… semoga para leluhur melindungimu.”

Qingshan hanya bisa menelan ludah.

Jingnan mengangkat pedangnya sedikit, membuat Qingshan refleks menutup mata seperti sedang menunggu takdir terakhirnya.

Namun, pedang itu justru turun dengan pelan.

Tanpa sepatah kata pun, Jingnan memutar tubuhnya dan berjalan pergi, angin pegunungan bahkan ikut menyingkir dari jalannya.

Qingshan membuka satu matanya perlahan.

“…Aku masih hidup?” bisiknya lirih.

Prajurit lain menepuk bahunya dengan kasihan.

“Untuk hari ini, iya. Besok… tergantung suasana hati Jenderal.”

“Haaah… akhirnya aku masih hidup…” Qingshan menepuk dadanya lega, wajahnya pucat tapi senyumnya terbit lagi pelan-pelan.

Belum sempat ia menarik napas kedua, prajurit yang tadi menatapnya dengan tatapan penuh belas kasihan langsung berlari menghampiri, memeluk Qingshan seakan sahabatnya baru selamat dari jurang maut.

“Qingshan!! Kau masih hidup!!” jeritnya dengan nada histeris—tapi entah kenapa malah terdengar kocak.

Qingshan hampir tersedak oleh pelukan maut itu. “Yaampun!! Lepas dulu! Aku baru saja hampir tewas dibantai jenderal, jangan sampai mati karena dipeluk!”

Alih-alih melepaskan, prajurit itu malah melompat kecil sambil memutar Qingshan seperti anak ayam yang ditemukan kembali setelah hilang.

Keduanya akhirnya malah tertawa sambil lompat-lompat di tempat seperti dua bocah yang baru lolos dari hukuman guru, membuat para prajurit lain geleng kepala.

“Benar-benar… kalau bukan Jenderal Jingnan yang menakuti mereka mati, mereka pasti saling membunuh dengan cara konyol begini,” gumam seorang prajurit lain lirih.

“Mati di tangan musuh aku tidak takut, tapi mati di tangan Jenderal Jingnan… rasanya seperti berdiri di depan macan kelaparan yang sudah mengincar mangsanya!” seru salah satu prajurit.

Qingshan langsung memegangi dadanya dengan dramatis, seolah napasnya baru kembali setelah sebelumnya direnggut para roh penjaga gunung.

Prajurit di sebelahnya mengangguk cepat—terlalu cepat—wajahnya pucat tapi tetap berusaha terlihat gagah.

“Aku setuju! Saat jenderal menatap seperti itu… aku merasa separuh jiwaku sudah lepas dari tubuh! Angin lembah Longfeng saja kalah dingin!”

Keduanya menghela napas panjang, seperti lolos dari kematian paling mengerikan dalam hidup mereka.

Qingshan memang salah satu prajurit yang paling dekat dengan Jingnan. Ia selalu tahu makanan favorit sang jenderal, tahu kapan harus diam, kapan harus lari, dan kapan harus begini dan begitu, Baginya, Jingnan seperti kakaknya sendiri di desa—sama-sama seperti macan liar yang setiap hari mencari mangsanya.

Dan sayangnya…

Qingshan sangat sering menjadi mangsa pilihan Jenderal Jingnan.

1
Annida Annida
lanjut tor
Arix Zhufa
mampir thor
᥍hυׄnxıׂׅ' ᥍ ᵍᶠ › 🎀: Hi kak, makasii udah mampir💙💙💙
total 1 replies
Adis Suciawati
bagus kak
Adis Suciawati
beberapa lagi kakak kontrak nih kak
᥍hυׄnxıׂׅ' ᥍ ᵍᶠ › 🎀: iya kak💙
total 1 replies
Adis Suciawati
lala lama cinta akan datang sendiri nya
Adis Suciawati: ceritanya siga warga China ya kak
total 2 replies
Adis Suciawati
ini kasih nya seperti nama nama orang China ya ka
᥍hυׄnxıׂׅ' ᥍ ᵍᶠ › 🎀: betul kak, ceritanya juga memang china kak💙💙
total 1 replies
Adis Suciawati
bagus kak,kisah nya unik kak
Adis Suciawati: iya kak semoga kisah kita banyak peminat nya ya kak
total 2 replies
Mizuki : Bahriru Suraiya
Bagus kak mulai ada perkembangan 👍
semangat teruslah aku dukung🔥❤️
᥍hυׄnxıׂׅ' ᥍ ᵍᶠ › 🎀: Makasiii" 💙💙💙
total 1 replies
Mizuki : Bahriru Suraiya
mantap lah lanjutkan 💪, semangat terus author.
᥍hυׄnxıׂׅ' ᥍ ᵍᶠ › 🎀: Makasii yap💙💙
total 1 replies
Mizuki : Bahriru Suraiya
aku ngebayangin si Mei Yin🤣
᥍hυׄnxıׂׅ' ᥍ ᵍᶠ › 🎀: Mei Yin cantik" kelakuannya buat geleng-geleng😅
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!