"Ayo kita bercerai.." Eiser mengucapkannya dengan suara pelan. Kalea tersenyum, menelan pahitnya keputusan itu.
"Apa begitu menyakitkan, hidup dan tinggal bersama sama denganku?" tanyanya, kemudian menundukkan kepalanya. "Baik, aku akan menyetujui perceraiannya, tapi sebelum aku menyetujuinya, tolong beri aku waktu sebulan lagi, jika dalam waktu sebulan itu tidak ada yang berubah, maka kita resmi menjadi orang asing selamanya.."
Eiser mengangguk, keputusannya sudah bulat. Bagi Eiser, waktu sebulan itu tidak terlalu lama, dia akan melewati hari hari itu seperti biasanya, dan dia yakin tidak ada yang berubah dalam waktu sesingkat itu!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon N. Egaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32
Kalea terlihat kusut dan berantakan. Dia begitu panik dan khawatir saat melihat Eiser terluka. 'Apa yang aku lakukan? Padahal Eiser bisa menangani masalah itu tanpa terluka, tapi karena aku bergerak.. aku malah membuatnya lengah dan terluka..' monolog hati Kalea.
Dia menangis di depan pintu kamar itu, menyalahkan dirinya sendiri tanpa ampun. Kemudian Kalea berjalan ke halaman lagi, disana hujan mulai turun membasahi halaman itu. Samar samar, Kalea masih bisa melihat bercak darah itu.
Dia mendekatinya dan menangis lagi. Ditengah hujan itu, dia menyesali tindakannya. 'Andai saja aku tidak bergerak dan mengikuti perkataannya.. kejadian ini mungkin tak pernah terjadi padanya, apa yang bisa aku lakukan untuk Eiser? berteriak dan menjadi beban untuknya? apa ini tujuanku datang kesini? membuat Eiser terluka dan menderita?' Kalea menangis sedih.
"Karena kecerobohanku, Eiser bisa saja mati. Bahagia apa yang aku janjikan? Lihat yang terjadi sekarang.. Eiser jadi terluka karena aku.." Kalea menyesalinya.
Dia menangis di tengah hujan itu.
Set! Eiser melindungi Kalea dari hujan. "Apa yang kau lakukan disini?" tanya Eiser lembut, dia memegang payung untuk Kalea.
Kalea menoleh ke arahnya, matanya masih berkaca kaca. Kemudian dia kembali menangis di depan pria itu. "Eiser! Huhu! Hikss.. Hikss.."
Para pelayan memperhatikan mereka dengan perasaan khawatir dan juga terharu. Mereka khawatir, karena Eiser belum selesai melakukan perawatan dan mereka terharu, melihat kedua pasangan itu semakin dekat dan romantis.
"Cepat bangun Kalea, apa kau tidak khawatir padaku?"
"Si-siapa suruh kau kesini?" Kalea mengelak.
"Aku mencarimu," ucap Eiser pelan.
"Apa?" Kalea heran.
"Aku ingin kau menemaniku," ucapnya lagi.
"Tapi.." Kalea ingin mengelak.
"Cepat Kalea, jahitan lukaku belum kelar ini.." Eiser terlihat pucat dan tak berdaya.
Tuttss! jahitannya terbuka, darah mulai keluar lagi.
"Haaa!! Da-darah! Eiser berdarah lagi!" Kalea berteriak panik.
"Tuan!!" para pelayan histeris.
Para pelayan ikutan panik, mereka semua pun hujan hujanan disana. Membawa Eiser ke dalam kamarnya lagi, menyelesaikan perawatannya.
Beberapa menit kemudian, Kalea pun sudah berganti pakaiannya. Dia masuk dan melihat Eiser sedang bersandar dikepala tempat tidur itu. Kemudian pria itu tersenyum lembut menyapanya.
"Kau sudah mengganti pakaianmu?" tanya Eiser.
"Ya, sudah." jawab Kalea sambil merapikan rambutnya.
"Kalau begitu, ayo kita istirahat," ucap Eiser sambil menepuk nepuk kasur itu.
"Hem! Iya.." Syutt! Kalea segera berbaring disamping Eiser, dia menghadap ke arah lain sambil memeluk bantal gulingnya.
"Kau langsung tidur?" tanya Eiser.
"Iya!" sahut Kalea.
"Begitu ya," Eiser sedikit kecewa.
"Ya, tentu!" Kalea mengakhiri percakapan mereka.
Hening sementara waktu sebelum Eiser kembali bicara lagi. "Kalea.."
"Ya?" sahut Kalea.
"Aku hanya ingin bilang, ini bukan kesalahanmu.." ucap Eiser dengan lembut.
Sett! Kalea bangun dan menoleh ke arahnya. Namun di saat bersamaan itu juga dia syok melihat Eiser sedang membuka pakaiannya. "A-Apa yang kau lakukan?"
"Aku mau melihat perbannya." jawab Eiser apa adanya.
Kalea segera membalikkan badannya lagi.
"Kau malu melihat tubuh suamimu sendiri, tapi tidak malu saat melihat tubuh pria lain?" tanya Eiser.
"Apanya! akukan hanya terkejut saat melihatmu tiba tiba buka baju!" Kalea malu.
Eiser menatapnya kemudian kembali bicara. "Kalea, aku tidak ingin kau menyalahkan dirimu lagi, tapi aku minta.. kedepannya tolong ikuti perkataanku."
"Apa kau percaya kalau aku bilang tubuhku bergerak sendiri?" tanya Kalea.
"Jangan lakukan itu lagi," pintanya.
"Kadang aku tidak mengerti jalan pikiranmu, Eiser. Kau bilang.. kau tidak punya rasa padaku. Lalu sekarang mengapa kau rela terluka untukku?" tanya Kalea.
"Jika situasi itu terjadi jutaan kali sekali pun, aku tetap rela menjadi orang yang terluka untukmu, bahkan jika aku mati di situasi itu, aku tidak akan menyesalinya." jawab Eiser yakin.
"Siapa yang menyuruhmu untuk mati?!" Kalea berbalik lagi, menatap Eiser dengan tatapan kesal. 'Mengapa dia begitu mudah mengatakan mati sih?!'
"Tidak ada. Hanya saja aku merasa itu tanggungjawab yang selalu aku tanamkan dalam jiwaku," balas Eiser.
"Aku tidak ingin kau mati, Eiser" ucap Kalea dengan mata yang berkaca kaca lagi.
Eiser segera mengusap air mata itu dengan jarinya.
"Tenang saja, aku tidak mudah mati, kok.." balas Eiser.
"Bohong! Aku benci dengan kebohonganmu itu!" Kalea berdiri dengan perasaan kesal.
"Tu-tunggu.. kau mau kemana?" tanya Eiser.
"Aku.. aku ingin tidur di mansion ku sendiri!" jawabnya.
"Tapi.." Eiser ragu.
"Aku tidak ingin tidur dengan orang yang tidak punya perasaan padaku! Selamat malam!" ucap Kalea kesal dan mulai berjalan pergi.
Eiser segera menahan Kalea. "Jangan pergi.. aku, aku tidak ingin tidur sendirian lagi."
"Selama ini kita tidur bersama, tapi kita tidak pernah berbagi rasa yang sama. Apa hanya aku yang berharap ke situ? Kau pria jahat Eiser! Kau jahat!" ucap Kalea, dia menarik tangannya dengan cepat, kemudian pergi meninggalkan Eiser.
Eiser berkedip melihat Kalea pergi. 'Ku pikir.. hanya dia wanita yang mau menemaniku tidur tanpa cinta, tapi ternyata dia menginginkan lebih dari hal itu, aku masih takut untuk melakukannya, Kalea. Jika aku melewati batasku lagi, aku takut kau akan menyesal dan hal itu kembali terulang..' monolog Eiser.
Dia termenung sendirian dikamar itu.
Sementara itu, Kalea tidak bisa tidur dengan tenang. Dia terus kepikiran dengan ucapannya. 'Astaganaga! hancur, hancur, hancur! segala rencana dan tujuanku hancur! semuanya akan berakhir sekarang! karena kesal aku jadi ngelantur saat berbicara!!'
Tokk! Tokk! Tokk! Suara ketukan pintu. 'Siapa?'
"Kalea, ini aku, aku ingin minta maaf.." kata Eiser.
"Aku sadar aku tidak terlalu pandai saat berbicara.. Itu aku hanya ingin bilang bahwa aku tidak bermaksud menyinggungmu," ujarnya lagi.
"Dan ini aku membawakan sepatu kesayanganmu, kau berjalan kesini tanpa alas kaki, aku jadi khawatir dan membawanya kesini.." tambahnya lagi.
"Letakkan saja disana!" sahut Kalea tanpa membuka pintu.
Eiser menghela nafas, dia tau Kalea tidak akan mau melihatnya sekarang. "Baiklah, aku akan kembali ke mansion ku lagi.. dan ku harap, semoga kau berubah pikiran lalu tidur bersamaku lagi.." ucap Eiser sambil berjalan meninggalkan mansion itu.
Clek! Kalea membuka pintu, disana ada sepasang sepatu dan sepucuk surat dari Eiser. Wajah Kalea memerah, dia segera membawa semuanya masuk ke dalam kamarnya.
Kalea berbaring sambil membaca surat itu. 'Maafkan aku.' Kemudian alisnya berkerut, disana ada tulisan yang dicoret. Kalea berusaha membaca tulisan itu dan pada akhirnya dia berhasil membacanya.
"Maafkan aku, Kalea sayang?" Wajah Kalea langsung memerah, dia tersipu malu dan merasa senang.
Walaupun tulisannya dicoret, Kalea merasa yang awal lebih enak untuk dibaca dan diingat! Kalea memeluk surat kecil itu dalam pelukannya.
Dia akhirnya bisa tidur dengan tenang.
Sedangkan Eiser, dia mencari posisi ke sana kemari karena lukanya masih belum pulih sepenuhnya, dia juga kepikiran dengan istrinya yang tidak mau tidur dengannya malam ini.
'Lain kali aku harus mengatur cara bicaraku, aku tidak ingin dia marah dan tidur dikamar lain lagi, saat dia tidak tidur disampingku.. aku merasa tak tenang dan merasa ada yang kurang.. apa dia bisa tidur tanpa aku disampingnya?' tanya Eiser sambil memeluk bantal dan memejamkan mata.
Suasana seketika berubah, penyihir kegelapan mulai muncul dan melayang layang di langit. Dia membuka portal kegelapan di hadapan para pejuang yang ada.
Semua orang terlihat takut dan pasrah, jiwa mereka pun mulai memudar dan masuk ke dalam portal.
Di tengah ketakutan mereka, ada seorang pria yang memegang batu kegelapan, dia berdiri tegap dan tidak gentar di hadapan penyihir itu.
"Ternyata kau pemilik batu kegelapan itu ya?" tanya penyihir itu dengan suara yang menyeramkan.
Semua orang semakin tak berdaya dan melemah.
Sedangkan pria itu, dia menatapnya dengan tatapan yang bercahaya. Dia begitu bercahaya dan juga murni. Bahkan aura kegelapan tidak dapat menembus cahaya itu.
Penyihir itu menjadi semakin murka, dia membuka portal itu semakin lebar, hingga sesuatu yang lebih kuat nyaris keluar dari dalam sana.
Pria itu segera melempar batu itu ke dalam portal, dan dia bisa melihat betapa panik penyihir itu melihatnya, penyihir itu berusaha menahan batu itu, namun pria itu berhasil menangkapnya dan menjatuhkannya ke atas tanah.
Tanpa ampun pria itu juga menebas lehernya.
Portal itu lenyap bersamaan dengan penyihir itu, dia berpikir semuanya sudah berakhir, namun semuanya bertolak belakang dengan harapannya, portal kembali terbuka dan malah menarik jiwanya.
"Hahaha! Aku akan kembali! Aku akan kembali!!" ucap penyihir itu, lehernya kembali menyatu lagi.
Kemudian dia tersenyum lebar dan bertanya. "Harapan seperti apa yang kau inginkan?" tanyanya, wajahnya tidak jelas, yang pria itu ingat hanyalah senyuman dari penyihir itu.
"Hah!" Eiser terbangun dan melihat ke sekitarnya.
.
.
.
Bersambung!