Ini adalah kisah cinta pria berkebangsaan Korea dan gadis berdarah Indonesia.
Waktu SMA, Ha joon tidak setampan sekarang. Pria itu gemuk dan selalu memakai kacamata tebal kemana-mana. Ha joon sangat menyukai Rubi, gadis populer di sekolahnya.
Namun suatu hari Ha joon mendengar Rubi menghina dan mengolok-oloknya di depan teman-teman kelas mereka. Rasa suka Ha joon berubah menjadi benci. Ia pun memutuskan pindah ke kampung halamannya di Seoul.
Beberapa tahun kemudian, Rubi dan Ha joon bertemu lagi di sebuah pesta pernikahan. Ha joon sempat kaget melihat Rubi yang berada di Korea, namun rasa dendamnya sangat besar hingga ia berulang kali menyakiti perasaan Ruby.
Tapi, akankah Ha joon terus membenci Ruby? Mulutnya berkata iya, namun tiap kali gadis itu tidak ada didepan matanya, ia selalu memikirkannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berperang dengan pikiran sendiri
Di dalam tenda, Ha Joon masih duduk di tempat yang sama. Ia tidak bergerak, hanya menatap Ruby yang kini tampak lebih tenang. Sesekali, ia menyentuh dahi gadis itu, memastikan suhu tubuhnya mulai normal.
Perasaannya bercampur aduk, lega karena Ruby selamat, tapi juga di lema akan perasaan yang kembali menguasai dirinya. Rasa yang dulu ia kubur dalam-dalam, kini bangkit tanpa bisa ditahan.
Ha Joon menunduk, menggenggam tangan Ruby lebih erat.
Apa dia benar-benar bisa melupakan semuanya, termasuk dendam itu? Apakah gadis ini tidak akan mengecewakannya lagi seperti dulu?
Ha Joon terus menatap Ruby, berperang dengan pikirannya sendiri. Matanya tanpa sadar jatuh ke bibir gadis itu yang ranum. Ha Joon teringat permainan tadi, saat bibir mereka menempel. Dan ketika menatap bibir Ruby lagi, entah kenapa ia merasa tergoda. Lelaki itu menelan ludah.
Ha Joon mengusap wajahnya pelan. Hatinya kacau. Ia tahu dirinya sedang berdiri di batas yang rapuh. Di satu sisi, dendam yang ia pupuk selama bertahun-tahun masih bersarang di dadanya. Tapi di sisi lain, ia tidak bisa berpaling.
Tidak, ia benar-benar tidak tahan lagi. Yang lain akan dia pikirkan nanti. Ia tidak dapat menipu dirinya lagi, Ruby memang masih ada dalam hatinya. Kenyataannya, gadis ini memang masih selalu menjadi satu-satunya perempuan yang berhasil mencuri hatinya. Cinta pertama yang tidak akan pernah dapat ia lupakan begitu saja, sekalipun dirinya sudah mencoba berkali-kali.
Lalu secara sadar wajah Ha Joon turun, perlahan tapi pasti ia menempelkan bibirnya ke gadis yang sudah pulas itu.
Ciuman itu seharusnya sebatas pelampiasan rasa yang selama ini terpendam. Namun, ketika bibirnya menyentuh bibir Ruby yang lembut dan dingin, Ha Joon merasa dadanya seolah meledak. Bukan karena nafsu, tapi karena rasa yang begitu lama terpendam dan kini menuntut pengakuan.
Ia menutup matanya, membiarkan bibirnya menyentuh bibir Ruby beberapa detik lebih lama dari yang seharusnya. Lalu ia menarik diri pelan-pelan, menatap wajah gadis itu yang masih terlelap. Nafasnya sedikit memburu, dan dadanya bergemuruh seperti badai.
Ha Joon menggeleng pelan, menertawakan dirinya sendiri.
Gila, kau benar-benar gila Ha Joon.
Ia mengusap rambut Ruby dengan lembut, lalu menunduk, menyandarkan dahinya di punggung tangan gadis itu. Dalam sunyi malam dan suara dedaunan yang bergesekan ditiup angin luar tenda, Ha Joon berperang dengan dirinya sendiri.
Apakah semua luka itu benar-benar bisa sembuh? Apakah semua penghinaan, rasa sakit, dan kekecewaan yang ia rasakan dulu bisa begitu saja lenyap?
"Kau ... Sebenarnya apa yang sudah kau lakukan padaku? Kenapa kau selalu berhasil membuat hatiku goyah?" ucapnya pelan, nyaris tak terdengar.
Ia menarik nafas panjang dan duduk kembali dengan punggung menyandar ke tiang tenda. Matanya lekat memandangi Ruby. Entah mengapa, ia tidak ingin mengalihkan pandangan sedikit pun. Setiap inci wajah gadis itu yang begitu familiar, begitu hangat, dan terlalu berbahaya untuk hatinya yang mulai retak.
Beberapa menit berlalu. Ha Joon masih terjaga, tak mampu memejamkan mata. Sementara itu, Ruby makin masuk ke dalam alam mimpinya. Hujan di luar sudah reda, tetapi Ha Joon seperti masih enggan untuk keluar.
Tak lama kemudian ia melihat tenda sedikit terbuka menampilkan Jin young yang menyembulkan kepalanya ke dalam. Ha Joon menoleh.
"Kau akan menemaninya semalaman di sini? Aku sarankan keluar sekarang, sebelum satu kantor bergosip kau dan seorang model pendatang baru menghabiskan waktu semalaman di dalam tenda." kata sang sahabat sambil terkekeh.
Ha Joon tak merespon. Sebenarnya ia tidak peduli dengan perkataan Jin young, tetapi kemudian ia sadar kalau ia tetap berada di sini, Ruby-lah yang pusing dengan gosip-gosip itu nantinya.
"Kau tenang saja, aku yakin Ruby-mu tidak apa-apa. Kalau kau ingin bertanya masalah kenapa dia sampai terjatuh ke danau, tanyakan besok pagi saja saat dia terbangun. Kalau kau bersikeras menemaninya dengan pakaian basahmu itu, aku yakin besok kau tidak mampu berjalan lagi karena sakit. Kau ingin Ruby-mu merasa bersalah?" kata Jin young lagi.
Ha Joon saja baru sadar pakaiannya basah. Ia belum menggantinya karena fokusnya hanya pada Ruby dari tadi. Kalau tidak di ingatkan oleh Jin young, ia tidak akan pernah sadar.
"Wanita itu ke mana?" tanya Ha Joon sebelum berdiri.
"Maksudmu Sena?"
"Mm."
"Sepertinya dia tidur di mobil. Aku lihat dia menggigil tadi, di mobil dia bisa menyalakan heater." ucap Jin young menyimpulkan.
"Kau tenang saja, tidak akan yang akan menculik Ruby-mu." katanya lagi seolah tahu apa yang dipikirkan Ha Joon.
Dari tadi Jin young terus bilang Ruby-mu, tapi Ha Joon tidak keberatan sama sekali. Panggilan itu entah kenapa menghangatkan hatinya.
Ia menatap wajah Ruby sekali lagi, memastikan gadis itu tertidur dengan damai, sebelum akhirnya berdiri pelan, berusaha tidak menimbulkan suara. Ha Joon melepaskan genggaman tangannya dengan sangat hati-hati, seolah takut Ruby terbangun hanya karena kehilangan sentuhan itu.
Begitu keluar dari tenda, udara malam yang dingin langsung menyambut tubuhnya yang masih dalam keadaan basah. Ia menggigil sejenak, lalu melangkah menjauh bersama Jin Young.
Semua orang sudah tidur, hanya Somin yang masih duduk sendirian di tenda utama tempat menaruh bahan-bahan makanan mereka selama dua hari ke depan.
Begitu Somin melihat Ha Joon, ia segera segera melepas jaketnya dan berlari ke pria itu.
"Pak Ha joon!" Panggilnya, tidak kuat juga tidak pelan. Ha Joon dan Jin young menghentikan langkah mereka. Kedua pria itu menatap So min dengan pandangan berbeda-beda. Jin young dengan wajah herannya karena wanita itu belum tidur, dan Ha Joon dengan tatapan datarnya.
"Pak Ha Joon kedinginan, ini pakai jaket saya. Nanti bapak flu." Somin menyodok jaketnya sambil tersenyum malu-malu.
"Tidak perlu, terimakasih." balas Ha Joon tanpa minat sama sekali. Ia bahkan lupa siapa nama Somin. Wanita terlihat agak kecewa namun tetap tersenyum.
"Eh pak, keadaan Ruby gimana? Aku khawatir banget sama dia." katanya lagi dengan nada dibuat-buat.
Jin young merasa aneh dengan sikap Somin. Menurutnya sikap itu terlalu berlebihan dan dibuat-buat padahal ia tahu Ruby tidak terlalu akrab dengannya. Apakah itu wajar?
"Dia tidak apa-apa," hanya itu jawaban Ha joon lalu lanjut berjalan meninggalkan Somin sendirian.
Wajah Somin berubah dengan cepat saat kedua pria itu melangkah meninggalkannya.
Ruby.
Ucapnya dalam hati. Kenapa perempuan itu dengan mudahnya bisa menarik Ha Joon? Padahal mereka belum lama bertemu. Berbeda dengannya yang sudah berusaha keras melakukan banyak cara agar bisa berada di sekitar laki-laki itu, tapi tidak pernah di lirik sedikitpun.
Somin mendengus kesal.
"Keberadaanmu tidak diharapkan Ruby." katanya kemudian dengan senyum sinisnya.
Terima aja ngajakan hajoon menikah ruby selama ini diam-diam mencintai hajoon....
hajoon pria bertanggungjawab sangat tulus mencintaimu..
Cinta hajoon buat ruby sangat besar drpd kebenciannya dan dendamnya, cinta dan benci beda tipis...
lanjut thor...
semangat sll......
sehat sll....
bilang aja..
ayo kita nikah..
hahahhaha
kira" kapan Ha Joon akan tau kalau Ruby udah gk jadi pianis lagi ya,,,
jangan dulu bawa Ruby pulang ya
biarkan kalian berduaan dlu, 😅😅😅